Kajian penggunaan selulosa mikrobial dari nata de cassava dan sabut kelapa sebagai pensubstitusi selulosa kayu dalam pembuatan kertas

Abstract

Kertas merupakan lembaran homogen yang dibuat dari serat-serat selulosa ditambah dengan pengikat, sehingga saling mengikat dan saling menjalin. Saat ini, mayoritas pulp dan kertas dunia diproduksi dengan bahan baku kayu, baik kayu yang berasal dari hutan tanaman industri maupun dari hutan alam. Laju deforestasi hutan Indonesia meningkat 2% per tahun. Laju deforestasi ini diperkirakan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap kayu dan produk-produk berbahan kayu, termasuk pulp dan kertas. Hal tersebut bisa menyebabkan global warming akibat berkurangnya daya tangkap emisi CO₂ oleh pohon-pohon di hutan sehingga terjadi perubahan iklim yang radikal dan menyebabkan bencana alam seperti banjir dan erosi. Selulosa mikrobial dari nata de cassava dan pulp sabut kelapa dapat digunakan sebagai sumber selulosa alternatif pada pembuatan kertas. Selulosa mikrobial memiliki tingkat kemurnian yang lebih unggul dibanding selulosa kayu, sifatnya yang sangat hidrofilik, sifat fisik mekanik yang tinggi baik dalam keadaan basah maupun kering, berbentuk anyaman halus yang unik dan kuat serta diproduksi dari berbagai macam substrat yang murah. Potensi sabut kelapa Indonesia mencapai 10,500,000 ton per tahun. Jumlah tersebut sangatlah besar apalagi pemanfaatannya selama ini masih untuk coco fiber, bahan baku keset, tali dan produk sederhana lainnya sehingga nilai tambahnya masih rendah. Oleh karena itu sabut kelapa masih bisa digali potensinya untuk berbagai kegunaan yang lain lagi misalnya untuk pembuatan kertas. Penggunaan selulosa mikrobial sebagai bahan baku pembuatan kertas telah terbukti pada penelitian sebelumnya (Hardiyanti 2010) dan (Erythrina 2012) yaitu dengan menggunakan selulosa mikrobial yang berasal dari nata de coco. Dalam penelitian ini digunakan selulosa mikrobial nata de cassava sebab bahan baku yang digunakan melimpah, berasal dari limbah cair industri pengolahan tapioka. Penggunaan selulosa dari sabut kelapa sebagai bahan baku pembuatan kertas juga telah terbukti pada penelitian sebelumnya (Arsyad 2011). Pada penelitian ini dilakukan pengkombinasian dari kedua selulosa tersebut sehingga bisa mengurangi penggunaan selulosa kayu. Pembuatan kertas dengan campuran antara pulp selulosa mikrobial dari nata de cassava dan sabut kelapa tidak jauh berbeda dengan pembuatan kertas pada umumnya. Proses pembuatan kertas ini diawali dengan pembuatan masing-masing pulp. Pada pulp selulosa mikrobial dilakukan pemurnian terlebih dahulu selama 20 menit pada suhu 60°C. Setelah itu selulosa mikrobial tersebut digiling dan diperas untuk mengurangi kadar airnya. Pembuatan pulp dari sabut kelapa diawali dengan penyiapan bahan kemudian dilanjutkan dengan proses pemasakan selama 3 jam dengan suhu 100°C dan NaOH 10% dari berat kering sabut kelapa. Bahan aditif yang digunakan adalah 2.5% tapioka, 5% kaolin dan 2% alum. Tapioka berfungsi sebagai bahan perekat dan pengisi pori-pori kertas (sizing), sedangkan penambahan kaolin bertujuan untuk meningkatkan derajat putih kertas, meningkatkan opasitas cetak serta memperbaiki kehalusan permukaan kertas. Penggunaan alum bertujuan untuk meningkatkan ikatan antar serat. Alum akan mengubah gaya tolak menolak antar ikatan serat dan bahan tambahan Jain menjadi saling tarik menarik. Tahapan penelitian ini adalah penyiapan bahan baku, pencampuran pulp, pencetakan kertas, kemudian uji fisik dan kekuatan kertas. Kombinasi campuran pulp antara pulp selulosa mikrobial dari nata de cassava dan sabut kelapa dibuat dalam 4 taraf, yaitu 100:0, 75:25, 50:50 dan 25:75 dengan dua kali ulangan perlakuan menggunakan aditif dan kontrol (tanpa aditif). Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dua faktorial dan dua kali ulangan. Pengujian yang dilakukan antara lain uji ..dst