Studi keanekaragaman hayati dan sosial budaya masyarakat agraris di desa Pulau Muda, Kuala Kampar, Propinsi Riau

Abstract

Kepentingan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan hidup yang terus berkembang mendorong usaha pertanian yang akan terus meningkat. Sementara itu, deforestasi dan degradasi lahan mangrove untuk aktivitas lain seperti pertanian akan mengaki- batkan dampak negatif terhadap ekosistem baik karakteristik fisika-kimia, biologi maupun keseimbangan ekologis (Aksornkoae, 1993). Pembangunan kehutanan sebagai bagian dari pembangunan nasional yang berkelanjutan mutlak untuk mampu menjembatani kepentingan ekonomi dan ekologi tersebut karena juga menentukan keberlanjutan sosial budaya masyarakat. Desa Pulau Muda terletak di daerah peralihan antara air tawar dan air asin muara Sungai Kampar yang berimplikasi pada keanekaragaman ekosistemnya. Desa ini memiliki jarak ± 35 km dari mulut muara dan secara berkala dipengaruhi oleh pertemuan arus bono. Dengan luas 898 km², desa ini memiliki tipe eko- sistem hutan rawa gambut di dua daratan Sumatera yang dipisahkan oleh Sungai Kampar dan ekosistem mangrove peralihan di 4 pulau endapan yang tersebar di perairan muara, yaitu Pulau Muda, Pulau Ketam, Pulau Baru dan Pulau Timur. Usaha pertanian sawah diintroduksikan oleh masyarakat agraris setempat pada bagian dalam Pulau Muda, sementara bagian tepian pulau ditempati oleh komunitas vegetasi mangrove. Penelitian keanekaragaman flora mengambil komunitas mangrove di tepian Pulau Muda sebagai obyek mengingat letaknya yang berbatasan dengan lahan pertanian di bagian dalam Pulau Muda sehingga dapat dipelajari pengaruh umur endapan dan aktivitas masyarakat setempat terhadap komunitas vegetasi mangrove pulau. ...