Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/144957| Title: | Penggunaan zat pengatur tumbuh BAP (Benzylaminopurin) dan TDZ (Thidiazuron) dalam multiplikasi Gaharu (Aquilaria malaccencis Lamk.) secara in vitro di PT. Newmont Nusa Tenggara |
| Authors: | Sandra, Edhi Wulandari, Arum Sekar Wiji, Seruni Diah Kerta |
| Issue Date: | 2012 |
| Publisher: | IPB University |
| Abstract: | Gaharu adalah tumbuhan tropis penghasil resin yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Resin gaharu berasal dari infeksi yang dihasilkan dari mikroorganisme baik secara alami ataupun buatan. Banyaknya pengalihfungsian lahan dan tingginya permintaan akan gaharu, menyebabkan intensitas pemungutan liar gaharu di hutan alam semakin tinggi dan tak terkendali. Kegiatan pelestarian gaharu tidaklah mudah, masalah teknis seperti keterbatasan bibit dan sulitnya gaharu dikembangkan secara konvensional merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi. Kultur jaringan merupakan solusi alternatif dalam menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak dan waktu relatif singkat. Penelitian dilakukan selama tiga bulan, mulai dari Juni hingga Agustus 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan PT Newmont Nusa Tenggara. Eksplan gaharu ditumbuhkan pada media MS (Murashige and Skoog) dengan penambahan zat pengatur tumbuh (zpt) dari kelompok sitokinin yang mempunyai fungsi utama untuk merangsang tumbuhnya tunas. Zat pengatur tumbuh yang digunakan ialah BAP (Benzylaminopurin) dan TDZ (Thidiazuron). Total perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 12 taraf, yaitu kombinasi antara BAP (0; 0,1; 0,2; 0,3 ppm) dan TDZ (0; 0,01; 0,02 ppm). Variabel yang diamati ialah jumlah tunas, tinggi tunas, tinggi eksplan dan pengamatan visual lainnya. Pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali selama delapan minggu. Hasil penelitian menunjukan bahwa 8 minggu setelah masa tanam sebanyak 77% eksplan mampu bertahan hidup, sedangkan sisanya mati dan terkontaminasi cendawan. Eksplan yang mengalami kematian menjadi bewarna coklat dan putih. Perlakuan optimum dalam multiplikasi tunas jika tidak memperhatikan aspek bentuk ialah BAP 0,1 ppm (B1) pada minggu ke-6 setelah masa tanam, sedangkan jika memperhatikan aspek bentuk ialah BAP 0,1 ppm + TDZ 0,02 ppm (B1T2) pada minggu ke-8 setelah masa tanam. Penambahan zat pengatur tumbuh TDZ dalam perlakuan ini, tidak membutuhkan tambahan biaya yang besar, sehingga masih memungkinkan untuk dilakukan. |
| URI: | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/144957 |
| Appears in Collections: | UT - Conservation of Forest and Ecotourism |
Files in This Item:
| File | Size | Format | |
|---|---|---|---|
| E12sdk.pdf Restricted Access | 12.59 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.