Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/141297
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorHendrakusumahatmadja, Sutara-
dc.contributor.authorTriana, Yuniar-
dc.date.accessioned2024-03-08T05:42:42Z-
dc.date.available2024-03-08T05:42:42Z-
dc.date.issued1996-
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/141297-
dc.description.abstractHutan dan manusia atau masyarakat, sejak awal peradaban ditandai oleh adanya hubungan saling ketergantungan, karena hutan merupakan sumber bahan kehidupan dasar (basic needs) manusia akan air, enerji, makanan, protein, udara bersih, perlindungan dan sebagainya. Pada kondisi seperti ini masyarakat leluasa masuk hutan untuk keperluan sehari-harinya tanpa ada batasan. Para pengelola hutan sebenarnya telah menyadari bahwa terjadinya kerusakan dan tekanan terhadap hutan dapat dihindari, paling tidak dapat dikurangi dengan jalan peningkatan daya guna hutan dan masyarakat. Bertolak dari kenyataaan ini, maka dirumuskan suatu gagasan bentuk kerjasama antara penduduk di sekitar hutan dengan Perhutani yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. Gagasan tersebut tertuang dalam konsep Perhutanan Sosial yang penerapannya dirintis pada tahun 1986, setelah sebelumnya diterapkan Kontrak Tumpangsari pada beberapa tahun sebelumnya. Perhutanan Sosial dapat dipandang sebagai suatu bentuk adaptasi yang menampung perubahan- perubahan dalam kondisi yang relevan, terutama dalam kepentingan penduduk di sekitar hutan. Kontrak itu sendiri digambarkan sebagai suatu bentuk institusi di taraf operasional, yang berfungsi untuk menata struktur hak-hak berdasarkan transaksi yang berlangsung antara kelompok (individu) (Tatuh, 1992). Dalam hal ini transaksi yang berlangsung terjadi antara pihak Perhutani dengan pesanggem. Adanya perbedaan keefektifan dari struktur hak-hak menjadikan dorongan bagi perkembangan Kontrak Tumpangsari ke Perhutanan Sosial. Dua modifikasi penting dalam aspek silvikultur (produksi, konservasi tanah dan air, lingkungan hidup dan sosial) (Perhutani, 1988) yang dilakukan dalam penerapan Kontrak Perhutanan Sosial adalah jarak tanam dan komposisi jenis tanaman. Jika pada Kontrak Tumpangsari jarak tanam yang berlaku antara 2 x 1 m sampai 3 x 3 m, maka pada Kontrak Perhutanan Sosial berkisar antara 4 x 2 m sampai dengan 6 x 2 m. Pada lokasi petak sampel dalam penelitian ini digunakan jarak tanam untuk tanaman pokok 6 x 1 m pada lokasi demplot.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcAgricultural Economicsid
dc.subject.ddcFarming policiesid
dc.titlePenataan dan pengembangan sistem kontrak Perhutanan Sosial (PS) : Penelitian di RPH Kiara Payung, BPKH Ciranjang Utara KPH Cianjur-unit III Jawa Baratid
dc.typeUndergraduate Thesisid
Appears in Collections:UT - Agronomy and Horticulture

Files in This Item:
File SizeFormat 
A96YTR.pdf
  Restricted Access
25.12 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.