Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/137473
Title: Strategi Pengelolaan Perikanan Kakap Merah (Lutjanus malabaricus) Di Pelabuhan Probolinggo Dengan Basis Penangkapan WPPNRI 718
Other Titles: Management Strategy For Red Snapper (Lutjanus malabaricus) Fishery In Probolinggo Port On A WPPNRI 718 Catch Base
Authors: Imran, Zulhamsyah
Kodiran, Taryono
Ayuningtyas, Okky
Issue Date: 2-Feb-2024
Publisher: IPB University
Abstract: Pengelolaan perikanan sekurang-kurangnya harus memenuhi unsur monitoring, pengendalian, dan pengawasan (MPP). Monitoring, berkaitan dengan stok sumberdaya perikanan dan habitat perikanan. Stok dapat diketahui dengan pendekatan secara biologi untuk mengetahui spesifikasi parameter life history populasinya (Lc, Lm, Linf, t0, K, Z, E, M, F). Pengendalian (Control) berkaitan dengan unsur legislasi mencangkup regulasi penangkapan ikan. Pengawasan (Surveillance) berkaitan dengan unsur penegakan hukum perikanan. Ikan kakap merah merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang memiliki nilai ekonomis penting dengan kontribusi mencapai 45% dari volume ekspor perikanan Indonesia. Permintaan yang meningkat diikuti dengan peningkatan produksi secara terus menerus, mengakibatkan terjadinya eksploitasi yang melebihi daya dukung, dan dapat menyebabkan overfishing, sehingga perlu dilakukan MPP. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi pengelolaan perikanan kakap merah agar tetap berkelanjutan dengan tahapan: 1) mengukur tingkat pertumbuhan ikan kakap merah; 2) mengestimasi potensi maksimum lestari atau maximum sustainable yield (MSY) ikan kakap merah; 3) menentukan peran dan implementasi pengawasan pengelolaan perikanan kakap merah. Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Mayangan, Probolinggo yang mempunyai basis penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 718. Pengambilan data biologi dilakukan selama 1 tahun dengan 4 periode pengambilan sampel pada bulan Januari sampai Desember 2022. Data biologi terdiri dari panjang total (cm), berat (gram), jenis kelamin, berat gonad (gram), dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) digunakan untuk menganalisis status stok berdasarkan LB-SPR. Pengumpulan data hasil dan upaya penangkapan dilakukan selama periode tahun 2010 sampai dengan 2022 dari PPP Mayangan, digunakan untuk menganalisis potensi lestari (MSY) berdasarkan model bio-ekonomi. Penyusunan rekomendasi strategi pengelolaan dilakukan menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) dan AHP (Analitycal Hierarchy Process). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan panjang berat ikan kakap merah W = 4,106.10-2 L1,730. Nilai b dari keseluruhan ikan kakap merah adalah 1,730 yang artinya b < 3 menunjukkan pola pertumbuhan bersifat allometrik negatif. Panjang rata-rata pertama kali tertangkap yaitu Lc=50cmTL, dan pertama kali matang gonad Lm=52cmTL. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Lc < Lm yang artinya ukuran rata-rata panjang pertama kali tertangkap lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonadnya. Berdasarkan rumus model Von Bertalanffy diperoleh nilai parameter pertumbuhan Lt = 96[1-e-0,72 (t-(-0,789))] dengan panjang asimtotik (L∞) = 96 cm, koefisien pertumbuhan (K) = 0,72 per tahun, dan umur ikan kakap merah pada saat panjang sama dengan nol (t0 ) = -0,789. Nilai mortalitas alami (M) adalah 1,04 per tahun dan nilai mortalitas karena penangkapan (F) adalah 1,39 per tahun, sehingga mortalitas total (Z) adalah 2,43 per tahun. Nilai eksploitasi/tingkat pemanfaatan (E) ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) adalah 0,57. Hal itu menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatannya mengalami lebih tangkap dan sudah mencapai tingkat optimum dan telah mengalami upaya penangkapan berlebih. Status stok ikan kakap merah berdasarkan LB-SPR adalah lebih tangkap dengan nilai 17% yang menunjukkan bahwa laju rekrutmen kakap merah menghadapi resiko penurunan. Analisis CPUE (Catch Per Unit Effort) relatif dalam kurun 12 tahun (2010-2022) mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan berkisar antara 1,6 ton/trip hingga 4,3 ton/trip. Nilai rata-rata CPUE sebesar 2,8 ton/trip dengan CPUE ditahun 2021 adalah 3,3 ton/trip. Hasil analisis bioekonomi Gordon Schaefer menghasilkan tangkapan produksi lestari atau maximum sustainable yield (MSY) dengan upaya penangkapan (EMSY) sebesar 948 trip dan hasil tangkapan (hMSY) sebesar 2093 ton. Kondisi pengelolaan aktual di PPP Mayangan masih terdapat peluang penambahan usaha penangkapan tetapi harus dikontrol dengan memperhatikan kuota yang diperbolehkan dan ukuran tangkapannya tidak lebih besar dari ukuran pertama kali matang gonad atau length maturity (Lm). Memperhatikan pada pola pertumbuhan dan CPUE serta beberapa parameter biologi lainnya, diperlukan adanya perumusan strategi pengelolaan ikan kakap merah di WPPNRI 718. Perumusan strategi pengelolaan analisis SWOT dan AHP berada di kuadran IV artinya pada situasi strategi bertahan (defensif) untuk mengantisipasi turunnya sumber daya perikanan kakap merah. Beberapa pilihan alternatif strategi ditentukan untuk meminimalisir kelemahan dan ancaman dalam pengelolaandiantaranya dengan menentukan strategi pemanfaatan perikanan (harvest strategy) dengan cara: 1) Menurunkan proporsi tangkapan juvenile ikan kakap merah; 2) Meningkatkan kelimpahan biomassa kakap merah; dan 3) Mengendalikan kapasitas penangkapan ikan pada tingkat optimal. Prioritas kebijakan lainnya yaitu perbaikan sistem perijinan, pengembangan sistem pengawasan, pengembangan industri perikanan terpadu, dan pemberdayaan sumber daya manusia melalui bimtek dan manajemen pemanfaatan sumber daya ikan. Strategi pengawasan dilakukan dengan menerapkan sistem pengawasan terintegrasi (Integrated Surveillance System atau ISS) yang didukung dengan teknologi satelit, data spasial, dan Internet of Things (IoT) termutakhir. Pengawasan dilakukan pada berbagai tahapan bisnis. Before fishing merupakan pengawasan yang dilakukan sebelum keberangkatan kapal perikanan di pelabuhan, yang meliputi pemeriksaan kelayakan teknis dan administrasi (dokumen perizinan) fisik kapal, alat tangkap, awak kapal, aktivasi VMS dalam rangka menerbitkan Surat Laik Operasi (SLO) kapal perikanan. Pengawasan while fishing merupakan pengawasan terhadap kepatuhan kapal perikanan pada saat kegiatan penangkapan ikan untuk memastikan kegiatan penangkapan ikan sesuai aturan. Terakhir, pengawasan post landing (after fishing) yakni pengawasan setelah dilakukan pembongkaran, tujuan distribusi dan pengolahan hasil perikanan serta ketelusuran hasil tangkapan.
Fishery management must at least fulfill the elements of monitoring, control, and surveillance (MCS). Monitoring pertains to the stock of fisheries resources and fishery habitat. Stock information can be obtained using a biological approach to determine the specifications of the life history parameters of the population (Lc, Lm, Linf, t0, K, Z, E, M, F). Control is related to legislation encompassing regulations on fishing. Surveillance is related to the enforcement of fisheries laws. Red snapper is one of the fishery commodities with significant economic value, contributing up to 45% of Indonesia's fishery export volume. Increased demand and continuous production growth have led to exploitation beyond the carrying capacity, resulting in overfishing, necessitating MCS. This research aims to formulate sustainable management strategies for red snapper fisheries, including 1) measuring the growth rate of red snappers, 2) estimating the maximum sustainable yield (MSY) of red snapper, 3) defining the role and implementation of surveillance in the management of red snapper fisheries. The study was conducted at the Mayangan Coastal Fishing Port (PPP) in Probolinggo, which serves as the fishing base in FMA 718. Biological data collection took place over one year, with four sampling periods from January to December 2022. Biological data included total length (cm), weight (grams), gender, gonad weight (grams), and TKG used to analyze stock status based on LB-SPR. Catch data and fishing effort data from 2010 to 2022 at the Mayangan Coastal Fishing Port were used to analyze MSY based on a bio-economic model. Management strategy recommendations were formulated using SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) and AHP (Analytical Hierarchy Process) analyses. The research results indicate that the length-weight relationship for red snapper is W = 4,106.10-2 L1,730. The b-value for the overall red snapper is 1,730, indicating a negative allometric growth pattern (b < 3). The average length at first capture is Lc=50 cmTL, and at gonad maturity is Lm=52 cmTL. This suggests that the average length at first capture is smaller than at first gonad maturity. Based on the Von Bertalanffy growth model, the growth parameters were Lt = 96[1-e -0.72(t-(-0.789))] with an asymptotic length (L∞) of 96 cm, growth coefficient (K) of 0.72 per year, and red snapper age at length zero (t0) of -0.789. The natural mortality (M) value is 1.04 per year, and fishing mortality (F) is 1.39 per year, resulting in a total mortality (Z) of 2.43 per year. Red snapper's exploitation rate (E) (Lutjanus malabaricus) is 0.57, indicating overfishing and reaching an optimum level. The LB-SPR-based stock status is overfished with a value of 17%, indicating a risk of red snapper recruitment decline. Relative CPUE analysis over 12 years (2010-2022) shows fluctuations and a tendency to decrease, ranging from 1.6 tons/trip to 4.3 tons/trip. The average CPUE is 2.8 tons/trip, with CPUE in 2021 being 3.3 tons/trip. Gordon Schaefer's bio-economic analysis yields an estimated sustainable catch with effort (EMSY) of 948 trips and a catch (hMSY) of 2,093 tons. The current management conditions allow additional effort up to the Maximum Economic Yield (MEY) level. Still, it should be controlled by considering the allowed catch quotas and ensuring the catch size does not exceed the length at first gonad maturity (Lm). Considering the growth pattern, CPUE, and other biological parameters, a red snapper management strategy formulation is needed in FMA 718. The strategy formulation based on SWOT analysis falls in quadrant IV, meaning a defensive strategy to anticipate the decline in red snapper fishery resources. Alternative strategy options are determined to minimize weaknesses and threats, including establishing a harvest strategy by 1) reducing the proportion of juvenile red snapper catch, 2) increasing the abundance of red snapper biomass, and 3) controlling fishing capacity optimally. Other priority policies include improving licensing systems, developing surveillance systems, integrated fisheries industry development, and empowering human resources through training and fisheries resource management. Surveillance strategy implementation involves an Integrated Surveillance System (ISS) supported by satellite technology, spatial data, and the Internet of Things (IoT). Surveillance occurs at various stages of business. Before fishing, it involves inspection before fishing vessels depart from the port, including technical and administrative feasibility (permit documents) of the fishing vessel, fishing gear, crew, and VMS activation to issue the fishing vessel's Fishing Operation Permit (SLO). Fishing involves monitoring the compliance of fishing vessels during fishing activities to ensure compliance with regulations. Lastly, post landing surveillance involves monitoring after unloading for distribution, processing of fishery products, and traceability of catches.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/137473
Appears in Collections:MT - Fisheries

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
COVER_OKKY ARISTA_C2501211013.pdf
  Restricted Access
Cover3.99 MBAdobe PDFView/Open
C2501211013_OKKY ARISTA.pdf
  Restricted Access
Fullteks6.14 MBAdobe PDFView/Open
LAMPIRAN_OKKY ARISTA_C2501211013.pdf
  Restricted Access
Lampiran4.35 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.