Penguatan Pangsa Pasar dan Strategi Pengembangan Keunggulan Kompetitif BULOG untuk Stabilisasi Harga Beras di Indonesia

Abstract

Harga beras domestik di Indonesia, sampai dengan saat ini masih berfluktuasi dari tahun ke tahun dan cenderung lebih tinggi dari harga beras luar negeri. Volatilitas harga beras dapat mengganggu stabilitas ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan serta menghambat pertumbuhan ekonomi dan program pengentasan kemiskinan. Ketidakstabilan dan tingginya harga beras, mengindikasikan upaya pemerintah dalam menjaga harga beras melalui berbagai program saat ini belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menidentifikasi model stabilisasi harga beras yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia, mengetahui pengaruh pangsa pasar BULOG pada harga beras, mengkuantifikasi pangsa pasar yang perlu dimiliki oleh BULOG untuk menjaga stabilitas harga beras, serta membuat strategi mengembangkan keunggulan kompetitif BULOG untuk mewujudkan stabilitas pasar beras di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan studi literatur, analisis Autoregressive Distributed Lag (ARDL) untuk menguji pengaruh pangsa pasar BULOG pada harga beras tingkat konsumen, analisis regresi logistik dan pendekatan Stock to Utilization Ratio (SUR) untuk mengkuantifikasi pangsa pasar yang dibutuhkan BULOG untuk stabilitas harga beras, analisis SWOT dan Strategy Map Balance Scorecard untuk strategi pengembangan keunggulan kompetitif BULOG, serta analisis Fuzzy AHP untuk menganalisa faktor, aktor dan prioritas strategi pengembangan keunggulan kompetitif BULOG. Stabilisasi harga beras di Indonesia, saat ini dilakukan dengan manajemen stok melalui pendekatan kebijakan publik dengan program utama berupa kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET), kebijakan pengadaan beras dari dalam dan luar negeri, kebijakan operasi pasar dalam bentuk Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), kebijakan pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), serta kebijakan distribusi untuk revolving stok dalam bentuk program Bantuan Pangan. Model kebijakan manajemen stok tersebut, mengalami banyak modifikasi sepanjang sejarah Indonesia. Pangsa pasar BULOG berpengaruh terhadap harga beras tingkat konsumen di Indonesia, dengan tanda koefisien negatif, dimana semakin besar pangsa pasar BULOG maka harga beras semakin turun. Pengaruh pangsa pasar juga terjadi pada jangka panjang. Variable lain yang berpengaruh pada harga beras tingkat konsumen adalah harga beras itu sendiri pada lag waktu sebelumnya, harga gabah tingkat produsen, produksi beras, konsumsi beras serta stok BULOG. Sedangkan harga beras luar negeri tidak berpengaruh terhadap Harga Beras tingkat Konsumen, adanya kebijakan HET tidak berpengaruh pada pembentukan harga beras tingkat konsumen (dibandingkan saat tidak ada kebijakan HET), begitu juga kebijakan KPSH tidak berpengaruh pada pembentukan harga beras tingkat konsumen (dibandingkan saat kebijakan Non KPSH). Berdasarkan analisis regresi logistik, dengan kriteria stabilitas menggunkan koefisien variasi, disimpulkan bahwa BULOG perlu memiliki pangsa pasar beras sebanyak 11,29 persen agar harga beras tingkat konsumen stabil dengan peluang 95 persen. Sedangakan estimasi menggunakan asumsi Stock to Utilization Ratio (SUR) sebesar 20 persen dari konsumsi beras masyarakat sesuai dengan perhitungan Badan Ketahanan Pangan (BKP) untuk Food Emergency Monitoring and Information ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserves (FEMI APTERR), dengan menggunakan data tahun 2021, didapatkan hasil bahwa BULOG membutuhkan pangsa pasar sebesar 16,35 persen agar dapat mengelola cadangan beras dengan jumlah yang cukup untuk menciptakan stablitas harga beras di pasar. Berdasarkan analisis Fuzzy AHP, urutan prioritas strategi pengembangan keunggulan kompetitif BULOG pada perspektif keuangan adalah perbaikan struktur biaya melalui produktivitas operasional, efisiensi biaya SDM dan umum serta penagihan hutang pemerintah (0,425); mencari dan meningkatkan pendapatan dengan pengembangan bisnis beras dan optimalisasi pengelolaan aset (0,371); penyesuaian sistem keuangan dan akuntansi pelayanan publik untuk aktivitas korporasi (0,112); serta optimasi sumber-sumber pembiayaan baru untuk modal kerja (0,065). Strategi pada perspektif pelanggan secara berturut-turut adalah dengan optimasi komunikasi dan hubungan pelanggan untuk mengembalikan kepercayaan pasar pemerintah dan meningkatkan retensi konsumen pasar komersial (0,476); optimasi pengembangan produk, merk, saluran penjualan dan layanan sesuai dengan profil dan ekspektasi konsumen (0,415); serta perbaikan citra perusahaan dan produk melalui optimasi kegiatan pemasaran (0,108). Strategi pengembangan keunggulan kompetitif BULOG pada perspektif proses internal secara berturut-turut adalah pengembangan infrastruktur dan teknologi informasi untuk optimasi proses bisnis serta pengembangan model bisnis baru (0,458); pengembangan efektifitas dan efisiensi operasi sepanjang rantai pasok melalui kemitraan strategis (0,437); serta optimasi proses perencanaan strategis dan operasional untuk merespon dinamika dan perubahan pasar (0,105). Sedangkan strategi pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan secara berturut-turut adalah dengan pengembangan budaya perusahaan berbasis ‘sosiopreneurship’ (0,511); optimasi manajemen inovasi berbasis pengetahuan baru sepanjang rantai pasok (0,228); peningkatan kompetensi SDM dalam pengetahuan dan ketrampilan sepanjang rantai pasok (0,198) serta optimasi implementasi sistem manajemen kinerja berbasis teknologi (0,063). Faktor utama yang dapat mendukung untuk mencapai tujuan tersebut secara berturut-turut adalah Budaya Kerja (0,271), Infrastruktur dan Teknologi (0,238), Regulasi (0,217), Manajemen Perubahan dan Inovasi (0,120), Kepemimpinan (0,067), Organisasi (0,044) dan faktor terakhir yaitu Manajemen Kemitraan (0,042). Sedangkan aktor yang berperan secara berturut-turut yaitu Sumber Daya Manusia (0,368), Konsultan/Akademisi (0,160), Badan Pangan Nasional (0,139), Kementerian dan Lembaga (0,129), Konsumen (0,117), dan aktor keenam yaitu Mitra Kerja Operasional (0,088).

The price of domestic rice in Indonesia is currently still fluctuating and tends to be higher than the price of foreign rice. The volatility of rice prices can disrupt the stability of food availability and affordability, as well as hinder economic growth and poverty alleviation programs. The instability and high rice prices indicate that the government's efforts to maintain rice prices through various programs are not yet optimal. This research aims to identify the rice price stabilization model implemented by the Indonesian government, understand the influence of BULOG's market share on rice prices, quantify the market share needed by BULOG to maintain rice price stability, and develop a strategy to enhance BULOG's competitive advantage for achieving rice market stability in Indonesia. The research was conducted through literature review, Autoregressive Distributed Lag (ARDL) analysis to test the influence of BULOG's market share on consumer rice prices, logistic regression analysis and Stock to Utilization Ratio (SUR) approach to quantify the market share needed by BULOG for rice price stability, SWOT analysis and Strategy Map Balance Scorecard for BULOG's competitive advantage development strategy, and Fuzzy AHP analysis to assess factors, actors, and priority of BULOG's competitive advantage development strategy. The stabilization of rice prices in Indonesia is currently carried out through stock management using a public policy approach, with the main programs being the Government Purchase Price (HPP) policy, the Maximum Retail Price (HET) policy, policies for rice procurement from domestic and international sources, market operations policy in the form of the Supply and Food Price Stabilization Program (SPHP), the Government Rice Reserve (CBP) management policy, and distribution policies for revolving stock in the form of Food Aid programs. The stock management policy model has undergone many modifications throughout Indonesia's history. BULOG's market share has an effect on consumer-level rice prices in Indonesia, with a negative coefficient sign, which means that the larger BULOG's market share, the lower the price of rice. The effect of market share on consumer-level rice prices also occurs in the long term. Other variables that affect consumer-level rice prices are the price of rice itself at the previous time lag, the price of grain at the producer level, rice production, rice consumption, and BULOG stock. Meanwhile, foreign rice prices have no effect on consumer-level rice prices. The Highest Retail Price policy has no effect on the formation of consumer-level rice prices (compared to when there was no Highest Retail Price policy), as well as the Continuous Market Operation policy has no effect on the formation of consumer-level rice prices (compared to the non-Highest Retail Price policy). Based on logistic regression analysis, with stability criteria using the coefficient of variation, it is concluded that BULOG needs to have a rice market share of 11.29 percent so that consumer rice prices are stable with a 95 percent chance. Meanwhile, the estimate uses the Stock to Utilization Ratio (SUR) assumption of 20 percent of the people's rice consumption in accordance with the Food Security Agency (BKP) calculations for the Food Emergency Monitoring and Information ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserves (FEMI APTERR), using 2021 data, the results obtained were that BULOG needed a market share of 16.35 percent in order to be able to manage rice reserves in sufficient quantities to create rice price stability in the market. Based on the Fuzzy AHP analysis, the priority order of BULOG's competitive advantage development strategy from a financial perspective is improving the cost structure through operational productivity, efficiency of human resource and general costs and collection of government debt (0.425); seeking and increasing income by developing rice business and optimizing asset management (0.371); adjustment of the financial system and public service accounting for corporate activities (0.112); as well as optimization of new financing sources for working capital (0.065). The strategy from the customer perspective is to optimize communication and customer relations to restore trust in the government market and increase consumer retention in the commercial market (0.476); optimizing the development of products, brands, sales channels and services according to consumer profiles and expectations (0.415); as well as improving corporate and product image through optimizing marketing activities (0.108). The strategy for developing BULOG's competitive advantage from an internal process perspective is the development of infrastructure and information technology to optimize business processes and develop new business models (0.458); developing operational effectiveness and efficiency along the supply chain through strategic partnerships (0.437); as well as optimizing strategic and operational planning processes to respond to market dynamics and changes (0.105). While the strategy in the perspective of learning and growth is to develop a corporate culture based on 'sociopreneurship' (0.511); optimization of new knowledge-based innovation management along the supply chain (0.228); increasing HR competencies in knowledge and skills along the supply chain (0.198) and optimizing the implementation of technology-based performance management systems (0.063). The main factors that can support achieving these goals successively are Work Culture (0.271), Infrastructure and Technology (0.238), Regulation (0.217), Change Management and Innovation (0.120), Leadership (0.067), Organization (0.044) and the last is Partnership Management (0.042). While the actors who play a role successively are Human Resources (0.368), Consultants/Academics (0.160), National Food Agency (0.139), Ministries and Institutions (0.129), Consumers (0.117), and Operational Partners (0.088).