Analisis Dinamika Daya Saing Teh Indonesia di Pasar Dunia

Abstract

Luas areal perkebunan teh yang dimiliki Indonesia mampu menghasilkan produksi yang sebagian bisa diekspor. Namun demikian ekspor teh di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir mengalami pasang surut. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah produksi t e h domestik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika kinerja daya saing teh Indonesia. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk mengetahui dayasaing dan dilanjutkan dengan Dynamic Revealed Comparative Advantage (DRCA) untuk mengetahui perkembangan “daya saing” dalam praktis satu dekade teh Indonesia,yaitu tahun 2012 hingga 2022. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa daya saing teh Indonesia cukup rendah di pasar dunia, hal ini ditunjukan dengan nilai RCA yang memiliki tren turun. Turunnya daya saing secara signifikan sejalan dengan penurunan produksi teh Indonesia. Analisis DRCA mengindikasikan bahwa Indonesia berada dalam kategori negara dengan lost opportunity, menunjukkan perlunya perubahan strategis.

The area of tea plantations owned by Indonesia is able to produce production, some of which can be exported. However, tea exports in Indonesia over the past ten years have experienced ups and downs. This is influenced by many factors, one of which is domestic tea production. This study aims to analyze the dynamics of Indonesia's tea competitiveness performance. The method used in this study is Revealed Comparative Advantage (RCA) to determine competitiveness and continued with Dynamic Revealed Comparative Advantage (DRCA) to determine the development of competitiveness in practically a decade of Indonesian tea, namely 2012 to 2022. The results of this study show that the competitiveness of Indonesian tea is quite low in the world market, this is indicated by the RCA value which has a downward trend. The decline in competitiveness is significantly in line with the decline in Indonesia's tea production. DRCA analysis indicates that Indonesia is in the category of countries with lost opportunities, indicating the need for strategic change.