Karakterisasi Senyawa Fenolik dari Beberapa By-Product Buah-Buahan sebagai Pakan Aditif Ruminansia

Abstract

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditas pertanian terbesar di dunia. Perkembangan indutri pertanian diikuti dengan peningkatan limbah yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan diantaranya adalah tumbuhan gulma dan kulit buah yang berasal dari tanaman buah buahan. Limbah tersebut belum banyak dimanfaatkan dan apabila tidak dilakukan pengolahan dapat menyebabkan masalah lingkungan. Limbah buah buahan seperti kulit dan biji memiliki kandungan fenolik yang tinggi. Limbah tersebut berpotensi digunakan sebagai sumber senyawa fenolik dan antioksidan. Penelitian ini terdiri dari 5 tahapan penelitian. Tahapan pertama adalah melakukan studi karakteristik by-product buah-buahan dan potensinya digunakan sebagai pakan rumnansia. By-product buah-buahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit delima (Punica granatum L.), kulit jeruk purut (Citrus hystrix DC.), kulit manggis (Garcinia mangostana L.), dan buah Melastoma candidum D.Don. Hasil analisis kecernaan rumen secara in vitro menunjukkan bahwa kulit jeruk purut memiliki kecernaan, produksi gas, dan produksi VFA yang tertinggi. Ekstrasi senyawa fenolik dilakukan dengan menggunakan aseton 70% dengan menggunakan metode ultrasonikasi. Ekstrak aseton buah M. candidum D.Don. (EBMC) memiliki kandungan total fenol dan flavonoid yang tertinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku senyawa fenolik untuk menurunkan gas metana dikarenakan memiliki kandungan total fenol dan flavonoid. Penelitian tahap dua bertujuan untuk memanfaatkan limbah padatan hasil ekstraksi sebagai pakan ruminansia. Limbah padat dari buah M. candidum D.Don. memiliki kandungan protein tertinggi diikuti dengan kulit jeruk purut. Kecernaan bahan kering dan bahan organik limbah padat dari buah M. candidum D.Don. lebih rendah dibandingkan kulit jeruk purut karena memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi. Limbah padat dari kulit jeruk purut dan kulit buah delima memiliki kecernaan, produksi gas, dan TVFA yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit manggis dan buah M. candidum D.Don. Penelitian tahap tiga bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan EBMC (0.5%, 1%, dan 1.5%) terhadap profil kecernaan di rumen dan profil senyawa metabolitnya pada penggunaan pakan tinggi konsentrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak dapat menurunkan produksi gas metana, kecepatan produksi gas metana, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, total VFA, N-NH3, dan meningkatkan persentase propionat. Kandungan senyawa fitokimia EBMC adalah tanin, flavanol, aurone, alkaloid, terpenoid, dan quinones. Ekstrak juga memiliki kemampuan dalam menghambat enzim amilase dan pepsin. Berdasarkan analisis metabolit cairan rumen diketahui bahwa penambahan EBMC menyebabkan terjadinya penurunan sebagian besar senyawa metabolit cairan rumen. Penambahan EBMC juga dapat menurunkan pembentukan senyawa p-cresol dan indole (skatole dan indole) yang merupakan hasil degradasi tirosin dan triptofan. Penambahan ekstrak sebesar 0.5% dapat menurunkan produksi gas metana, senyawa p-cresol, dan indole tanpa terjadi penurunan jumlah total VFA dan kecernaan bahan organik. Penelitian tahap 4 dilakukan dengan membentuk kompleks antara pati dengan EBMC. Hasil penelitian menunjukkan penambahan ekstrak dapat penurunan kecernaan rumen, produksi gas total, produksi gas metana, dan meningkatkan kecernaan di pasca rumen. Penurunan kecernaan pati disebabkan karena terjadinya ikatan kompleks antara pati dengan EBMC. yang menyebabkan peningkatan jumlah pati resisten. Peningkatan pati resisten diikuti dengan terjadinya peningkatan diameter partikel pati, kristalinitas, dan stabilitas termal. Senyawa fenolik yang terlepas dari pati yang diinkubasi pada bufer yang mensimulasikan rumen, abomasum dan usus selama 24 jam adalah berkisar 24-34%. Senyawa fenolik lebih banyak terlepas pada bufer yang disimulasikan rumen dan abomasum daripada bufer yang disimulasikan usus. Senyawa fenolik yang dilepaskan memiliki aktivitas antioksidan. Penelitian tahap 5 dilakukan untuk mengetahui kemampuan EBMC dalam mengikat L-metionin. Kompleks antara L-metionin dengan EBMC dapat meningkatkan kristalinitas, ukuran kristalin, stabilitas terhadap suhu, dan kecernaan pasca rumen. Senyawa fenolik yang terlepas dari L-metionin yang diinkubasi pada bufer yang mensimulasikan rumen, abomasum dan usus selama 24 jam adalah berkisar 14-19%. Senyawa fenolik lebih banyak terlepas pada bufer yang disimulasikan rumen dan abomasum daripada bufer yang disimulasikan usus. Senyawa fenolik yang dilepaskan memiliki aktivitas antioksidan. Penggunaan EBMC sebagai pakan aditif memiliki pengaruh positif dapat menurunkan produksi gas metana, kecepatan produksi gas metana, dan terbentuknya senyawa p-cresol dan indole. Kompleks antara EBMC dengan pati dan L-metionin yang menyebabkan penurunan degradasi di rumen dan peningkatan kecernaan di pasca rumen.

Indonesia is one of the largest agricultural commodities producing countries in the world. The development of the agriculture industry has generated an enormous amount of waste. The agricultural wastes include weed plants and peels generated from fruit crops. These agricultural wastes become a tough environmental issue. In the case of fruits by-product, a high amount of phenolic compound is usually found in peels, kernels, or seeds. These by-products have potential use as a source of valuable antioxidant ingredients. This research consisted of 5 research stages. The first stage was to study fruit by-products' characteristics and its potential use as ruminant feed. The fruit waste consited of pomegranate peel (Punica granatum L.), kaffir lime peel (Citrus hystrix DC.), mangosteen peel (Garcinia mangostana L.) and Melastoma candidum D.Don. fruit. The result of this study showed that kaffir lime peel had the highest digestibility, gas production and vollatile fatty acid (VFA) production. The phenolic compounds were extracted from the fruit waste by acetone 70% by ultrasonication-assisted extraction. The result showed that acetonic extract of M. candidum D.Don. (EBMC) had the highest total phenolic and flavonoid content. The M. candidum D.Don. fruit is potentially used as a source of phenolic compounds to reduce methane production due to its higher phenolic and flavonoid content. The second stage was carried out to utilize solid waste from extraction for ruminant feed. The solid waste from M. candidum D.Don. fruit has the highest protein content followed by kaffir lime peel. The dry matter and organic matter digestibility of M. candidum D.Don. fruit was lower than kaffir lime peel was due to the higher crude fiber content. Solid waste from kaffir lime peel and pomegranate peel had higher digestibility, gas production and TVFA compared to mangosteen peel and M. candidum D.Don. fruit. In the third stage, in vitro rumen fermentation analysis was conducted to assess the effect of EBMC addition (0.5%, 1%, and 1.5%) on the rumen digestibility and the profile of its metabolite compounds on a high concentrate diet. This study showed that extracts addition could reduce methane gas production, dry matter digestibility, organic matter digestibility, total VFA, N-NH3, and also increased the percentage of propionate. EBMC contains tannins, flavanols, aurones, alkaloids, terpenoids and quinones. The extract could inhibit the amylase and pepsin enzymes. Based on the analysis of rumen fluid metabolites, the addition of EBMC causes a decrease in most of the rumen fluid metabolite compounds. Furthermore, the addition of the extract can reduce the formation of p-cresol and indole compounds (skatole and indole) which are the results of the degradation of tyrosine and tryptophan. This study showed that the addition of 0.5% extract can reduce the production of methane gas, p-cresol compounds, and indole without decreasing the total amount of VFA and the digestibility of organic matter. The fourth stage was to study the starch binding ability of EBMC. This study was carried out by forming a complex between starch and EBMC. The results showed that the extract addition decreased the rumen digestibility, total gas production, methane gas production, and increased crystallinity, particle size and post-rumen digestibility. The decreased starch digestibility was due to complex bonds between starch and phenolic compounds, which increased the resistant starch. The increase of resistant starch was followed by increased starch particle diameter, crystallinity, and thermal stability. The released phenolic compounds from starch incubated in the rumen, abomasum, and intestine simulating buffer for 24 hours were around 24-34%. The released phenolic compound was higher in the rumen and abomasum simulated buffer than in the intestinal simulated buffer. The released phenolic compounds have antioxidant activity. The fifth stage was to study the L-methionine binding ability of EBMC. The complex between L-methionine with EBMC increased crystallinity, crystallite size, thermal stability, and post-rumen digestibility. The released phenolic compounds from starch incubated in the rumen, abomasum, and intestine simulating buffer for 24 hours were around 14-19%. The released phenolic compound was higher in the rumen and abomasum simulated buffer than in the intestinal simulated buffer. The released phenolic compounds have antioxidant activity. It is concluded that EBMC as a ruminant feed additive has a positive effect in reducing methane gas production, reducing methane production rate, and inhibiting the formation of p-cresol and indole compounds. The EBMC could form a complex with starch and L-methionine, which causes increased digestibility of starch and L-methionine in the post-rumen