Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/135628
Title: Determinan, Dampak dan Kaitannya dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga.
Other Titles: FOOD WASTE: DETERMINANTS, IMPACTS, AND ITS ASSOCIATION WITH HOUSEHOLD FOOD SECURITY
Authors: Marianto, Drajat
Baliwati, Yayuk Farida
Sukandar, Dadang
Hendriadi, Agung
Diana, Rian
Issue Date: 12-Jan-2024
Publisher: IPB University
Abstract: Food waste (FW) saat ini menjadi isu yang penting dan telah menjadi perhatian secara global. Tren FW semakin meningkat baik ditingkat global maupun nasional dan kontributor terbesarnya adalah rumah tangga. FW berdampak terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Tingginya FW yang dihasilkan secara global maupun nasional kontradiksi dengan banyaknya penduduk dunia yang mengalami kelaparan atau kerawanan pangan. Sampai saat ini belum ada studi FW yang membandingkan jumlah, penyebab, dampak FW rumah tangga dan hubungannya dengan ketahanan pangan rumah tangga di perkotaan dan perdesaan di Indonesia. Selain itu, belum ada yang mengukur dampak sosial akibat FW di tingkat rumah tangga di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kuantitas, dampak, determinan, dan kaitan FW dengan ketahanan pangan serta menyusun rekomendasi kebijakan penurunan FW di tingkat rumah tangga. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method. Pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional pada 215 rumah tangga dengan pemilihan sampel secara acak bertingkat. Data yang dikumpulkan meliputi kuantitas, dampak ekonomi, gizi, determinan, dan kaitan FW dengan ketahanan pangan. Sementara itu, pendekatan kualitatif dilakukan dengan focus group discussion dan wawancara mendalam untuk identifikasi dan pengembangan instrumen dampak sosial FW, serta penyusunan rekomendasi kebijakan FW. Penelitian ini dilakukan dalam 6 tahap yang meliputi: (1) pengukuran FW dan komposisinya, (2) estimasi dampak ekonomi dan gizi akibat FW, (3) pengembangan pengukuran dampak sosial FW, (4) analisis determinan FW, (5) analisis hubungan FW dengan ketahanan pangan, dan (6) perumusan rekomendasi kebijakan penurunan FW. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor selama 12 bulan (September 2022 - Agustus 2023). Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata jumlah FW di Kabupaten Bogor adalah 77 kg/kap/tahun (37,7% edible FW dan 62,3% inedible FW). FW di perkotaan lebih tinggi (79,4 kg/kap/tahun; 38,2% edible FW dan 61,8% inedible FW) dibandingkan perdesaan (45,8 kg/kap/tahun; 23,4% edible FW dan 76,6% inedible FW). Tiga kontributor FW terbanyak adalah serealia, umbi, dan produk turunannya (terutama nasi), sayuran, dan buah-buahan dan olahannya (terutama kulit pisang). Secara keseluruhan, terdapat 4 alasan utama membuang makanan yaitu karakteristik pangan (mudah rusak), perubahan sensori pangan (perubahan warna, rasa, aroma, tekstur), kebiasaan memasak dengan porsi berlebih dan tidak menghabiskan makanan. Alasan membuang makanan yang dikemukakan rumah tangga hampir sama di perkotaan dan perdesaan, namun alasan tersebut berbeda tergantung dari jenis pangan yang dibuangnya. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pengurangan dan penanganan FW dapat dilakukan dengan strategi yang sama dikedua wilayah. Dampak FW dilihat dari dampak ekonomi dan sosial. Estimasi kerugian ekonomi akibat FW di Kabupaten Bogor tahun 2022 sebanyak Rp2,2 trilyun atau setara 0,8% PDRB). Kerugian ekonomi di perkotaan (Rp2,1 trilyun) lebih tinggi dibandingkan perdesaaan (Rp80,7 milyar). Sementara itu, Dampak sosial dilihat dari dua aspek yaitu, kehilangan zat gizi dan dampak sosial berdasarkan persepsi. Edible FW sebanyak 29 kg/kap/tahun di Kabupaten Bogor dapat memenuhi kecukupan energi dan 21 zat gizi seseorang selama 7 hari (WDD=7). Dampak kehilangan zat gizi lebih tinggi dirasakan di perkotaan (WDD=7) dibandingkan di perdesaan (WDD=2). Dampak sosial FW rumah tangga yang dilihat berdasarkan persepsi terdiri dari 3 kategori yaitu moral, sosial dan budaya, lingkungan, ketahanan pangan dan gizi. Dampak tersebut dapat berupa dampak langsung maupun tidak langsung yang dirasakan oleh rumah tangga. Dampak negatif FW (terutama moral, sosial budaya, kesehatan, dan lingkungan) lebih banyak dirasakan dibandingkan dampak positifnya (terutama ketahanan pangan dan gizi). Dampak positif FW yang langsung dirasakan adalah dapat dimanfaatkan untuk hewan (pakan), tanaman (kompos), dan eco enzim. Sementara itu, dampak sosial positif merupakan dampak tidak langsung FW yang berkaitan dengan adanya upaya pencegahan FW melalui food sharing. Dampak positif tersebut adalah meningkatkan konsumsi, meningkatkan kebersamaan/keakraban, dan mengurangi pengeluaran pangan. Sebaliknya, dampak negatif FW meliputi rasa sayang, sedih, mubazir, pamali, menimbulkan bau tidak sedap, menurunkan kualitas air dan tanah, meningkatkan pemanasan global, mengundang binatang, dan membuang uang. Studi ini mengembangkan instrumen untuk menilai dampak sosial FW di tingkat rumah tangga. Kuesioner yang dikembangkan terdiri dari 15 pernyataan dan merupakan instrumen yang valid (validitas isi: I-CVI 0,86-1 dan kappa statistic 0,85-1; validasi muka: I-FVI ≥ 0,90 dan S-FVI ≥ 0,95) dan reliabel (Cronbach’s alpha >0,7) untuk mengukur dampak sosial FW di tingkat rumah tangga. Terdapat hubungan positif antara jumlah FW dengan ketahanan pangan rumah tangga berdasarkan dimensi akses pangan (pendapatan, proporsi pengeluaran pangan, dan status kerawanan pangan). Jumlah FW rumah tangga meningkat seiring dengan adanya peningkatan akses pangan. Jumlah FW meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan (p<0,001, r=0,406), penurunan proporsi pengeluaran pangan (p=0,013, r=-0,170), dan semakin berat tingkat kerawanan pangan rumah tangga (p=0,037, r=-0,142). Faktor-faktor yang memengaruhi jumlah FW secara keseluruhan adalah jumlah anggota rumah tangga, proporsi pengeluaran pangan, kebiasaan belanja di toko modern, kebiasaan membeli barang promo atau diskon, kepemilikan kulkas, dan kebiasaan memasak dengan porsi yang berlebih. Faktor-faktor yang memengaruhi jumlah FW di perkotaan adalah jumlah anggota keluarga dan kebiasaan belanja di toko modern. Sementara itu, faktor-faktor yang memengaruhi jumlah FW di perdesaan adalah jumlah anggota keluarga dan pengetahuan FW. Penelitian ini merekomendasikan pembuatan regulasi terkait FW sebagai prioritas pertama dan kampanye kesadaran dan perubahan perilaku sebagai prioritas kedua untuk kebijakan penurunan FW rumah tangga di Kabupaten Bogor. Upaya penurunan dan pencegahan FW perlu dilakukan di Kabupaten Bogor, terutama di wilayah perkotaan dan pada keluarga dengan pendapatan tinggi. Sementara itu, di perdesaan, strategi pencegahan FW perlu diiringi dengan peningkatan akses pangan. Upaya penurunan FW rumah tangga perlu melibatkan stakeholder seperti retail, pemerintah, dan masyarakat.
Food waste (FW) has become a global concern with significant economic, environmental, and social consequences. Globally and nationally, the trend of food waste is increasing, with households being the largest contributors. The paradox of high levels of food waste amid a large number of people experiencing hunger or food insecurity worldwide highlights the need for urgent action. Despite the importance of the issue, no studies have been conducted on the quantity, determinants, and impacts of household food waste in Indonesia, nor its relationship with food security in both urban and rural areas. Furthermore, no study has measured the social impact of FW at the household level in Indonesia. This study aims to address this research gap by analyzing the quantity, impact, determinants, and association with household food security of food waste in Indonesia, and providing policy recommendations for reducing food waste at the household level. This study used a mixed-method approach and was conducted in Bogor Regency over 12 months (September 2022–August 2023). A quantitative approach was conducted using a cross-sectional design involving 215 households with multistage random sampling. The data collected included quantity, economic impact, nutrition impact, determinants of FW, and its association with household food security. A qualitative approach was conducted with focus group discussions and in-depth interviews for the identification and development of FW social impact instruments, as well as the formulation of FW policy recommendations. This research was conducted in six stages: (1) measurement of FW and its composition, (2) estimation of the economic and nutritional impact of FW, (3) development of social impact measurement of FW, (4) analysis of determinants of FW, (5) analysis of the relationship between FW and food security, and (6) formulation of policy recommendations to reduce FW. The average amount of FW in Bogor Regency was 77 kg/cap/year (34.5% edible FW and 65.5% inedible FW). FW in urban areas was higher (79.4 kg/cap/year; 38.2% edible FW and 61.8% inedible FW) than in rural areas (45.8 kg/cap/year; 23.4% edible FW and 76.6% inedible FW). The top three FW contributors were cereals, tubers, and their derivatives (mainly rice); vegetables; and fruits and their derivatives (mainly banana peels). Overall, there are four main reasons for discarding food: food properties (perishable food), alteration in food sensory attributes (color, taste, aroma, and texture), cooking too much food, not finishing food. The reasons given by households for discarding food were similar in urban and rural areas but differed depending on the type of food discarded. This suggests that FW reduction strategies can be achieved using the same strategies in both regions. The impact of FW is evident from both economic and social perspectives. The estimated economic loss due to FW in Bogor Regency in 2022 was Rp2.2 trillion, which was equivalent to 0.8% of its GDP. Urban areas experienced higher economic losses (IDR 2.1 trillion) than rural areas (IDR 80.7 billion). The social impact of FW was assessed through nutrient loss and social impacts based on perceptions. In Bogor Regency, an edible FW of 29 kg/cap/year was sufficient to provide a healthy diet (energy and 20 nutrients) for a person for seven days (WDD=7). Nutrient loss was higher in the urban areas (WDD=7) than in the rural areas (WDD=2). The social impacts of household FW based on perceptions consist of three categories: moral, social and cultural, environmental, food security and nutrition. The negative impacts of FW (moral, socio-cultural, health, and environmental) were perceived more than the positive impacts (food security and nutrition). The direct positive impact of FW involves its use as an animal feed, compost, and eco-enzymes. Meanwhile, an indirect positive impact was observed through food-sharing practices, resulting in various positive outcomes, including increased consumption, strengthened social engagement, and reduced food expenditure. Meanwhile, negative impacts include wasteful behavior, sadness or guilt, pamali, unpleasant odors, attracting animals, soil and water pollution, increasing global warming, and wasting money. This study developed an instrument for assessing the social impact of FW at the household level. The developed questionnaire consists of 15 statements and is a valid (content validity: I-CVI 0.86-1 and kappa statistic 0.85-1; face validation: I-FVI ≥ 0.90 and S-FVI ≥ 0.95) and reliable (Cronbach's alpha >0.7) instrument for measuring the social impact of FW at the household level. There was a positive correlation between FW quantity and household food security (food access dimensions: income, proportion of food expenditure, and food insecurity status). An increase in household FW was associated with improved food access as the quantity of FW increased with increasing income (p<0.001, r=0.406), a decrease in the proportion of food expenditure (p=0.013, r=-0.170), and an increase in household food security (p=0.037, r=-0.142). The following factors were found to be determinants of food waste in households: household size, proportion of food expenditure, shopping habits in modern stores, habit of buying promotional or discounted foods, refrigerator ownership, and excessive portion sizes in cooking habits. Determinants of FW on urban areas were household size and shopping habits in modern stores, while in rural areas were household size and food waste knowledge. This research suggests that regulation of food waste should be the highest priority in the FW reduction policies in the Bogor Regency, followed by implementing the awareness campaign and behavioral change. These strategies should be particularly targeted at urban areas and high-income families. Meanwhile, in rural areas, food waste prevention efforts should be accompanied by increasing access to food. To effectively reduce household food waste, stakeholders such as retailers, government agencies, and communities should be involved in the development and implementation of strategies.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/135628
Appears in Collections:DT - Human Ecology

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Cover.pdf
  Restricted Access
Cover917.52 kBAdobe PDFView/Open
Disertasi_ Food Waste determinan, dampak dan kaitannya dengan ketahanan pangan.pdf
  Restricted Access
Fulltext3.82 MBAdobe PDFView/Open
Lampiran.pdf
  Restricted Access
Lampiran943.21 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.