Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/135342
Title: Desain Model Intervensi Peningkatan Adopsi Teknologi untuk Menurunkan Nilai Susut Pascapanen pada Rantai Pasok Buah Manggis
Other Titles: Design of an Intervention Model to Enhance Technology Adoption for Reducing Postharvest Losses in the Mangosteen Supply Chain
Authors: Marimin, Marimin
Kuswanti, Heny
Prasetio, Eko Agus
Fauziana, Diyah Ratna
Issue Date: 12-Jan-2024
Publisher: IPB University
Abstract: Susut dan limbah pangan (food loss dan food waste) merupakan salah satu masalah pada rantai pasok pangan yang berdampak negatif pada aspek ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Pada aspek ekonomi, nilai susut yang menggambarkan volume yang terbuang dapat mengurangi produktivitas rantai pasok dan berakibat pada rendahnya pendapatan para aktor di sepanjang rantai pasok. Hal ini berdampak dalam jangka panjang pada aspek sosial, yaitu berpotensi meningkatkan kemiskinan, baik pada aktor rantai pasok, maupun pada pemangku kepentingan yang berada dalam ekosistemnya. Pada aspek lingkungan, rendahnya produktivitas antara lain akan mendorong masyarakat untuk menambah faktor produksi atau membuka lahan baru, yang merupakan tindakan korektif yang membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar, serta mengancam kelestarian lingkungan. Penurunan nilai susut dengan membenahi pengelolaan rantai pasok merupakan salah satu alternatif peningkatan produktivitas yang paling optimal yang dapat dilakukan oleh seluruh aktor rantai pasok dan para pemangku kepentingan dalam ekosistemnya. Jenis pangan dengan nilai susut yang paling tinggi adalah jenis buah dan sayuran, dan buah manggis adalah jenis buah dengan nilai susut pascapanen yang tinggi (34- 37%/tahun). Nilai susut pascapanen merupakan nilai susut yang paling tinggi di sepanjang rantai pasok, dengan segala permasalahannya di setiap aktor. Praktik pascapanen pada bagian hulu rantai pasok buah manggis yang dilakukan petani dan pedagang perantara di Indonesia masih bersifat tradisional akibat rendahnya tingkat pemahaman mereka atas susut dan kaitannya dengan pendapatan. Berdasarkan studi terdahulu, teknologi yang digunakan pada rantai pasok pangan terbukti dapat menurunkan nilai susut. Praktik pascapanen di bagian hilir rantai pasok buah manggis telah menggunakan beberapa teknologi, tetapi untuk meningkatkan tingkat produktivitas baik di hulu maupun di bagian hilir, para aktor rantai pasok buah manggis membutuhkan akses informasi teknologi preservasi yang tepat atau jenis teknologi lain yang sesuai dengan kondisi keterbatasan yang ada. Berdasarkan kondisi dan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor yang memengaruhi adopsi teknologi pada aktor rantai pasok buah manggis dan membangun model intervensi yang sesuai dalam upaya peningkatan adopsi teknologi untuk menurunkan nilai susut pascapanen pada rantai pasok buah manggis. Studi ini menggunakan pendekatan Soft System Dynamics Methodology (SSDM) yang merupakan kombinasi pendekatan Soft System Methodology (SSM) dan System Dynamics (SD), dan merupakan gabungan soft system dan hard system. Pendekatan ini digunakan untuk mengakomodasi kompleksitas yang ada pada rantai pasok buah manggis dengan menggali fenomena pada dunia nyata dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, serta memodelkannya ke dalam pemodelan matematis dalam sistem dinamik, yang memetakan perilaku sistem dan mampu meramalkan perilaku susut di masa depan. Alat yang digunakan pada tahap analisis situasional untuk mengidentifikasi faktor determinan adopsi teknologi adalah SEM PLS untuk pengolahan data 131 petani dan 33 pedagang perantara dan Content Analysis untuk analisis data hasil wawancara eksportir dan pengolah, dilanjutkan dengan penggunaan Interpretive Structural Modeling (ISM) untuk merumuskan beberapa alternatif strategi dan program intervensi. Elemen kunci yang dihasilkan dari analisis ISM kemudian diturunkan menjadi beberapa skenario untuk disimulasikan. Simulasi model system dynamics dilakukan untuk mendapatkan beberapa perilaku sistem terkait dengan nilai susut setiap aktor pada rantai pasok untuk setiap skenario. Prioritas strategi dan program ditentukan dengan menggunakan alat analisis Analytic Network Process (ANP), dan hasilnya menjadi rekomendasi strategi dan program yang dirangkaikan menjadi model intervensi peningkatan adopsi teknologi untuk menurunkan nilai susut pada rantai pasok buah manggis. Lingkup program intervensi selanjutnya diilustrasikan dengan pendekatan logika intervensi dan Work Breakdown Structure, sebagai bahan acuan pada tahapan eksekusi program. Hasil penelitian, yang berupa model intervensi, menyatakan bahwa bentuk kemitraan berdasarkan kontrak kerja sama (contract farming) antara petani dan eksportir serta petani dan pengolah adalah bentuk yang paling memberikan penurunan nilai susut yang paling tinggi. Terjadinya pertukaran manfaat pada sistem kemitraan, yaitu pemberian dana infrastruktur dan pembinaan kapabilitas petani oleh mitra dan pemberian jaminan pasokan buah manggis yang sesuai spesifikasi dan standar mitra oleh petani, mendorong peningkatan kapabilitas dan penggunaan teknologi pada aktor rantai pasok yang berpengaruh positif pada penurunan nilai susut pascapanen. Intervensi perlu dilakukan di bagian hulu dan hilir rantai pasok oleh para pelaku pada konsep hexahelix, yang melibatkan enam pelaku pada intervensi peningkatan adopsi teknologi untuk menurunkan susut pascapanen. Pelaku-pelaku tersebut adalah petani sebagai aktor yang terkena dampaknya, industri (eksportir dan pengolah) yang berperan besar dalam kemitraan, pemerintah sebagai regulator, inisiator awal dan fasilitator, universitas yang berperan dalam pengembangan dan diseminasi teknologi, lembaga swadaya masyarakat yang berkontribusi dalam pendanaan dan pemberdayaan petani, serta media informasi sebagai alat diseminasi teknologi. Perubahan perilaku yang diharapkan pada bagian hulu (pada petani dan pedagang perantara) adalah peningkatan adopsi teknologi, penurunan nilai susut, peningkatan kualitas buah, dan peningkatan pendapatan. Perubahan perilaku di bagian hilir (pada eksportir dan pengolah) adalah peningkatan diversifikasi produk olahan, peningkatan diversifikasi pasar, peningkatan pendapatan, dan penurunan risiko volume pasokan. Model intervensi hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pemerintah dalam memilih strategi dan program intervensi yang sesuai untuk meningkatkan adopsi teknologi para aktor rantai pasok buah manggis dalam rangka menurunkan nilai susut pascapanen. Implikasi manajerial lainnya adalah hasil identifikasi masalah pada setiap aktor rantai pasok dapat digunakan bagi organisasi lain pada ekosistem rantai pasok untuk berkontribusi dalam bentuk hibah atau penawaran kontrak kerja sama yang saling memberikan manfaat.
Food loss and waste represent a significant problem in the food supply chain, negatively impacting economic, social, and environmental aspects. The value of food loss, indicating the volume of waste, reduces productivity and income for supply chain actors. The income reduction has a long-term-social impacts, potentially exacerbating poverty among these actors and other stakeholders within the ecosystem. Environmentally, reduced productivity may drive efforts to increase production factors or develop new land, which are inefficient, ineffective, and environmentally harmful corrective actions. Reducing food loss by improving supply chain management is an optimal productivity enhancement strategy for all supply chain actors and stakeholders. The highest food loss rates are found in fruits and vegetables, with mangosteen having an exceptionally high postharvest loss rate (34-37%) per year. Previous studies have shown that technology can reduce food loss. However, the use of technology in Indonesia’s mangosteen supply chain needs improvement due to suboptimal management at both the upstream and downstream ends. Upstream postharvest practices done by farmers and intermediaries are still traditional due to a low understanding of loss and its impact on their income. Downstream practices require access to appropriate preservation technology. This research aims to identify factors influencing technology adoption in the supply chain and develop an intervention model to increase technology adoption and reduce postharvest loss in the mangosteen supply chain. This study employs the Soft System Dynamics Methodology (SSDM), combining Soft System Methodology (SSM) and System Dynamics (SD) as a combination of hard and soft system methods, to accommodate the complexity of the mangosteen supply chain. This approach uses qualitative and quantitative methods to explore real-world phenomena and use them as a basis for developing a System Dynamics model. By conducting simulations based on some scenarios, the model predicts future behavior related to mangosteen food loss. The situational analysis stage in this study uses SEM PLS for processing data from 131 farmers and 33 intermediaries and Content Analysis approach for analyzing exporters and processors’ interview data, followed by employing the Interpretive Structural Modeling (ISM) to formulate intervention strategies and programs. Key elements as results of ISM analysis were synthesized to develop scenarios for model simulations. System dynamics model simulations identify behaviors related to supply chain actors’ food loss in each scenario. Strategy and program priorities were determined using the Anaytic Network Process (ANP), leading to strategy and program recommendations structured into an intervention model. The scope of the intervention program was illustrated using the Intervention Logic and Work Breakdown Structure (WBS) for program execution. The research’s intervention model suggests that partnership arrangements, such as contract farming between farmers and exporters or processors significantly reduce food loss. Benefits of such partnerships include infrastructure funding and capability development for farmers and a guaranteed supply of standard-compliant mangosteen for partners, enhancing capability and technology use, which positively impact postharvest loss reduction. Interventions are required at both ends of the supply chain, upstream and downstream, with a recommended hexahelix concept involving six actors: (1) farmers; (2) exporters and processors as business entities; (3) government as regulators, initiators and facilitators; (4) universities for developing and disseminating technology; (5) NGOs for funding and empowerment; and (6) information media as a channel for disseminating technology information. Expected behavioral changes include increased technology adoption, reduced loss, improved fruit quality, income increases for upstream actors (farmers and intermediaries), product diversification, income increases, and reduced supply volume risk for downstream actors (exporters and processors). The intervention model, as a result in this study, references government strategies and programs to enhance technology adoption among mangosteen supply chain actors, reducing postharvest loss. Other managerial implications include making the information of problems faced by each supply chain actors practical for other organizations in the ecosystem to contribute through grants or mutually beneficial partnership contracts.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/135342
Appears in Collections:DT - Business

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
K1601202031 Diyah_Ratna_Fauziana Cover Lembar Pengesahan Daftar ISI.pdf
  Restricted Access
Cover974.06 kBAdobe PDFView/Open
K1601202031 Diyah_Ratna_Fauziana Disertasi Full.pdf
  Restricted Access
Fulltext6.58 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.