Analisis keseimbangan karbon dari pemanenan hutan di Indonesia

Abstract

Penelitian ini ditujukan untuk (1) menduga laju tumbuh (riap) biomassa tahunan rata-rata beberapa spesies kayu pada dua perlakuan silvikultur yang berbeda. (2) mengevaluasi kelemahan metode IPCC Change in Forest and Woody Biomass Stock untuk penanenan hutan, (3) mensimulasi keseimbangan karbon dari pemanenan hutan, dan (4) menduga kontribusi emisi karbon dari penebangan ilegal. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Oktober 1999 sampai dengan Maret 2000, yang dilaksanakan di Pusat Penelitian Hasil Hutan, Bogor dan Laboratorium Klimatologi Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB. Besarnya karbon yang diserap (uptake) dari kegiatan pemanenan hutan dihitung dengan metode IPCC 1996 menggunakan sub modul Change in Forest and Woody Biomass Stock. Sebelumnya dilakukan penentuan skenario uptake yang didasarkan hanya pada perlakuan penjarangan saja. Skenario uptake 1 didasarkan pada perlakuan Litbang Dephutbun dimana penjarangan selalu dilakukan teratur selama umur rotasi tanamannya (untuk spesies tumbuh lamba//Dipterocarp dilakukan 5 tahun sekali sedangkan untuk spesies tumbuh cepat dilakukan setiap tahun). Skenario uptake 2 didasarkan pada perlakuan penjarangan yang dilakukan oleh selain Litbang Dephutbun (selama umur rotasinya HTI, Reforestasi, dan Kayu Rakyat tidak pernah dijarangan, pada hutan tanaman untuk spesies tumbuh lambat/Dipterocarp dijarangkan maksimal 2 kali sedangkan spesies tumbuh cepat dijarangkan maksimal 4 kali). Besamya karbon yang dilepaskan (emisi) dihitung menggunakan tiga skenario pendugaan emisi yaitu Atmospheric-flow, Stock-change, dan Production. Keseimbangan karbon ditentukan sebagai selisih antara karbon yang diserap dengan karbon yang dilepaskan. Untuk mendapatkan data sebaran uptake, emisi dan keseimbangan karbon digunakan salah satu program Stochastic Spreadsheet yaitu Crystall Ball. Terdapat variasi nilai riap antar spesies. Hal yang sama terjadi pula dalam spesies yang sama. Spesies tumbuh cepat mempunyai kisaran nilai riap antara 19.0 26.4 ton ha' th' pada skenario uptake 1 dan 12.0-20.7 ton ha th pada skenario uptake 2. Untuk spesies tumbuh lambat nilai riap berkisar antara 6.4-14.1 ton ha' th' pada skenario uptake 1 dan 4.1-12.5 ton ha' th' pada skenario uptake 2. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa uptake karbon pada skenario uptake 1 selalu lebih besar daripada skenario uptake 2. Hasil evaluasi terhadap metode perhitungan emisi karbon dari pemanenan hutan dengan menggunakan tiga skenario pendekatan menunjukkan bahwa Production, Stock-change, dan Atmospheric-flow berturut-turut memberikan kontribusi emisi karbon dari terbesar ke terkecil. Pada skenario Production, selama kurun waktu 1990-1994, kayu bakar memberikan kontribusi emisi rata- rata 51,5%, limbah tebangan 28.7%, limbah tak terpakai 2.7%, dan inherited emission 17.1%. Apabila terjadi penebangan ilegal sebanyak produksi kayu nasional maka nilai emisi karbon akan meningkat sebesar 1.5 kali lipat. Berdasarkan analisis keseimbangan karbon (tanpa penebangan ilegal) bahwa apabila dilakukan pengelolaan skenario uptake I maka status hutan Indonesia sebagai rosot karbon. Sebaliknya apabila dilakukan pengelolaan skenario uptake 2, hutan Indonesia sebagai pengemisi untuk tahun 1990 1991. Selanjutnya mulai tahun 1992 hutan Indonesia kembali berperan sebagai rosot karbon.