Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/130164
Title: Analisis Bioekonomi Sumberdaya Ikan Layur (Trichiurus sp.) di Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
Authors: Kusumastanto, Tridoyo
Nababan, Benny O.
Erlinda
Issue Date: 2012
Publisher: IPB University
Abstract: Ikan layur merupakan salah satu ikan demersal bernilai ekonomi yang banyak ditangkap oleh nelayan di Teluk Palabuhanratu. Tingkat eksploitasi ikan layur terus meningkat dan mulai tahun 1998 ikan tersebut mulai diekspor ke luar negeri. Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi penurunan jumlah hasil tangkapan ikan layur di Teluk Palabuhanratu yang diduga akibat ekploitasi yang berlebihan (over exploited). Penurunan hasil tangkapan tersebut dikhawatirkan akan mempengaruhi supply ikan layur untuk konsumsi dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis bioekonomi dan laju degradasi serta depresiasi sumberdaya ikan layur untuk mengetahui laju pemanfaatan ikan layur saat ini dan kondisi pemanfaatan ikan layur yang optimal. Persamaan Walter-Hilborn yang diperoleh dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) adalah Yt = 1,902 - 1,989X1t - 0,002X2t. Analisis bioekonomi untuk setiap rezim pengelolaan sumberdaya ikan layur menggunakan model Walter-Hilborn menghasilkan parameter biologi, yaitu laju pertumbuhan alami sebesar 1,902% per tahun, koefisien kemampuan tangkap (q) sebesar 0,002 per unit alat tangkap, dan daya dukung lingkungan (K) sebesar 525,583 ton. Parameter ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini ada harga riil ikan layur tahunan dan biaya operasional per trip. Menurut hasil perhitungan, nilai koefisien rata-rata laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan layur masing-masing sebesar 0,17 dan 0,22. Nilai koefisien degradasi dan depresiasi yang kurang dari 0,50 menunjukkan bahwa ikan layur di Teluk Palabuhanratu belum mengalami degradasi dan depresiasi. Effort yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tangkap ikan layur, yaitu pancing ulur. Berdasarkan hasil perhitungan Catch Per Unit Effort, sumberdaya terindikasi belum mengalami overfishing. Rata-rata produksi aktual ikan layur, 151,69 ton per tahun, masih lebih rendah dari tingkat pengelolaan optimal secara ekonomi (MEY) yaitu sebesar 249,34 ton per tahun. Sama seperti produksi aktual, jumlah effort aktual (348 unit pancing ulur) pun masih lebih rendah dibanding jumlah effort MEY (498 unit pancing ulur). Hasil tangkapan dan jumlah effort yang lebih rendah dari kondisi MEY menyebabkan rente ekonomi aktual pun lebih rendah daripada rente ekonomi pada kondisi MEY. Oleh karena itu, nelayan dianjurkan dapat meningkatkan effort dan hasil tangkapan hingga berada pada kondisi MEY agar memperoleh keuntungan maksimal sebesar Rp 955.122.910 per tahun. Pengelolaan ikan layur yang optimal secara biologi dilakukan pada kondisi MSY (Maximum Sustainable Yield) dengan tingkat produksi sebesar 249,90 ton per tahun dan effort sebanyak 523 unit pancing ulur per tahun, sehingga menghasilkan rente ekonomi sebesar Rp 952.791.574 per tahun. Pada kondisi MEY, harga ikan layur dan biaya operasional penangkapan berpengaruh terhadap jumlah effort, stok, hasil tangkapan serta rente ekonomi yang diterima. Jika terjadi peningkatan maupun penurunan kedua parameter ekonomi tersebut, maka terjadi perubahan pada jumlah effort, stok, hasil tangkapan serta rente ekonomi yang diterima. Pada kondisi MSY, perubahan pada harga ikan layur dan biaya operasional hanya mempengaruhi rente ekonomi saja, sedangkan pada kondisi OA perubahan harga ikan layur dan biaya operasional berpengaruh terhadap jumlah effort, stok, dan hasil tangkapan ikan layur. Dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan layur ke depan secara lestari, beberapa pilihan kebijakan disampaikan kepada stakeholder, seperti pengaturan alat tangkap, pengaturan daerah penangkapan, pengaturan musim penangkapan, penetapan kuota hasil tangkapan, pemberlakuan pajak input dan/atau output, dan penetapan daerah perlindungan ikan, ditawarkan kepada stakeholder. Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 37 nelayan (93%) tidak menyetujui adanya kebijakan yang diterapkan sebab belum timbul permasalahan penangkapan ikan layur di Teluk Palabuhanratu. Hal tersebut diduga disebabkan rendahnya pendidikan responden sehingga kesadaran dan pemahaman responden mengenai kelestarian sumberdaya ikan layur sangat kurang, sedangkan menurut pihak PPN Palabuhanratu dan DKP Sukabumi, pengaturan alat tangkap adalah jenis kebijakan yang cukup sesuai untuk diterapkan di daerah tersebut. Pengaturan alat tangkap tersebut dapat berupa pengaturan jumlah armada kapal, jumlah mata pancing yang digunakan, maupun jumlah trip.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/130164
Appears in Collections:UT - Resources and Environmental Economic

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
H12erl.pdf
  Restricted Access
Fulltext1.81 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.