Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/127348
Title: Peran Lembaga Keuangan Mikro Posdaya terhadap Tingkat Kesejahteraan (Studi Kasus Lembaga Keuangan Mikro Posdaya Eka Mandiri, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
Authors: Sadono, Dwi
Rahmawati, Alfi
Issue Date: 2012
Publisher: IPB University
Abstract: Modal dan akses keuangan merupakan hal yang penting untuk mendukung perputaran sebuah usaha. Namun, persyaratan seperti agunan dan mekanisme prosedural umumnya menyulitkan masyarakat miskin untuk mengakses sumber keuangan dari bank konvensional, sehingga mereka memperolehnya dari rentenir atau pelepas uang. Lembaga Keuangan Mikro Posdaya merupakan salah satu upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan cara mendekatkan akses keuangan terhadap masyarakat miskin. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara peran Lembaga Keuangan Mikro dengan pengembangan usaha mikro, menganalisis hubungan pengembangan usaha mikro dengan tingkat kesejahteraan, dan menganalisis peran Lembaga Keuangan Mikro dengan tingkat kesejahteraan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sensus terhadap empat puluh dua orang anggota LKM Posdaya Eka Mandiri. Berdasarkan hasil penelitian, peran LKM Posdaya Eka Mandiri sebagian besar (97,62 persen) sudah tergolong baik. Hal ini terlihat dalam tiga indikator peran LKM yaitu, pelayanan keuangan, ketepatan sasaran, dan fleksibilitas prosedur. Sebesar 95,24 persen anggota LKM menyatakan bahwa mereka merasa pelayanan keuangan yang diberikan oleh LKM Posdaya sudah baik. Ketepatan sasaran dilihat berdasarkan jumlah pendapatan per bulan, penerima raskin dan Jamkesmas, juga kemampuan mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut, diperoleh data bahwa sebesar 97,62 persen anggota sudah berada pada ketegori “tepat” sebagai sasaran penerima akses keuangan di LKM Posdaya, yaitu masyarakat miskin. Prosedur keuangan dalam LKM Posdaya tergolong fleksibel, masyarakat dapat meminjam tanpa persyaratan yang sulit dan mekanisme prosedural. Akses keuangan yang diberikan LKM Posdaya digunakan anggota untuk pengembangan usaha mikro. Pengembangan usaha mikro yang dilakukan anggota sebagian besar masih tergolong rendah. Hal ini dapat terlihat melalui tiga indikator yang digunakan, yaitu omset usaha, kepemilikan aset, dan jumlah jaringan pemasaran. Sebesar 52,4 persen anggota LKM memperoleh omset usaha kurang dari sama dengan Rp 1 500 000/bulan, sedangkan 47,6 persen anggota LKM memperoleh lebih dari 1 500 000/bulan. Sebagian besar (57,1 persen) anggota LKM Posdaya memasarkan produk usaha mereka di rumah, tengkulak, atau berjualan di suatu tempat (mangkal). Sisanya sebanyak 42,9 persen anggota memasarkan hasil produknya di pasar, berjualan keliling desa, atau di sekolah. Berdasarkan kepemilikan aset usaha, 66,7 persen anggota LKM Posdaya tergolong memiliki aset yang rendah. Peran LKM yang sudah tergolong baik belum berhubungan signifikan dengan pengembangan usaha mikro anggotanya. Rendahnya persentase pengembangan usaha mikro anggota LKM Posdaya dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, anggota LKM belum dapat mengoptimalkan dana pinjaman untuk pengembangan usaha mikro sepenuhnya, seperti pembelian aset, bahan baku, atau memperluas jaringan pemasaran. Omset usaha yang diperoleh sebagian besar digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Kedua, anggota LKM merasa dana pinjaman yang digulirkan untuk setiap anggota (rata-rata Rp500.000- 700.000/anggota) tidaklah mencukupi untuk modal pengembangan usaha yang lebih luas. Ketiga, cukup tingginya persaingan usaha mikro anggota karena menjual produk sejenis. Keempat, kuatnya sistem berhutang atau mengambil barang terlebih dahulu kemudian membayar jika sudah ada uang sehingga omset usaha lebih kecil dari seharusnya. Pendekatan pengeluaran konsumsi digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumahtangga anggota LKM Posdaya. Sebagian besar rumahtangga anggota LKM mengalokasikan pengeluarannya untuk kebutuhan pangan (64,54 persen) sedangkan pengeluaran konsumsi non-pangan hanya sebesar 35,46 persen. Perbandingan persentase konsumsi ini dapat menggambarkan bahwa kesejahteraan rumahtangga anggota masih tergolong rendah karena memprioritaskan pengeluarannya untuk kebutuhan pangan terutama makanan pokok. BPS (2012) menggunakan pendekatan kesbutuhan dasar (basic needs approach) untuk mengukur tingkat kesejahteraan atau kemiskinan. Indikator yang digunakan adalah Garis Kemiskinan (GK) yang merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Berdasarkan Garis Kemiskinan pedesaan Jawa Barat tahun 2011 diperoleh analisis bahwa terdapat 83,33 persen anggota LKM Posdaya Eka Mandiri yang tergolong “miskin”. Nilai ini menggambarkan tingkat kemiskinan anggota LKM yang tinggi meskipun LKM Posdaya sudah berperan baik. Hal ini diperkuat dengan analisis uji korelasi Rank Spearman yang menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan antara pengembangan usaha mikro dengan tingkat kesejahteraan, dan peran LKM Posdaya terhadap tingkat kesejahteraan.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/127348
Appears in Collections:UT - Communication and Community Development

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
I12ara1.pdf
  Restricted Access
Fulltext21.09 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.