Strategi Peningkatan Daya Saing Pada Bisnis Industri Pengolahan Garam di Indonesia

Abstract

Globalisasi yang bercirikan liberalisasi perdagangan telah menciptakan lingkungan baru dalam bisnis dan perdagangan. Liberalisasi perdagangan menjadi tantangan sekaligus peluangbagi UMKM. Peran penting Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam menunjang perekonomian suatu negara, membuat negara-negara di dunia memberikan perhatian khusus dengan menerapkan berbagai strategi pengembangan dan pertumbuhan UMKM. Salah satu peran penting UMKM adalah sebagai penyedia lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi. Peran UMKM pada industri garam nasional, yaitu industri kecil menengah pengolahan garam, sebagai offtaker (penyerap) garam yang diproduksi petambak garam. Namun demikian, kondisi sumber daya garam, kebijakan pemerintah dan tingkat persaingan antar industri kecil dan menengah (IKM) dengan industri besar pengolahan garam menciptakan peluang dan tantangan bagi keberlangsungan IKM pengolahan garam. Sejauh ini, penelitian tentang daya saing on farm telah banyak dilakukan, sedangkan penelitian daya saing IKM pengolah garam pada sentra industri garam belum dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pada IKM pengolahan garam, menganalisis status daya saing IKM pengolahan garam, mengkaji kebijakan pada industri pergaraman di Indonesia dan merumuskan strategi peningkatan daya saing bisnis industri pengolahan garam nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis deksripftif dengan mengkombinasikan antara metode kualitatif dan kuantitatif (mixed method). Analisis kebijakan pada industri pergaraman dilakukan dengan pendekatan Regulatory Impact Assessment dan Cost Benefit Analysis. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing IKM pengolahan garam dilakukan pendekatan konsepsi Porter’s Diamond Model dan faktor endogen dengan analisis SEM PLS. Analisis daya saing IKM pengolahan garam dengan pendekatan Diamond axis length dan analisis kualitatif N-Vivo. Strategi peningkatan daya saing industri pengolahan garam nasional dilakukan dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan industrialisasi yang dicanangkan sejak Repelita I dan berakhirnya monopoli produksi garam oleh perusahaan negara, berdampak terhadap tumbuhnya usaha produksi garam termasuk industri pengolahan garam. Hasil analisis terhadap kebijakan pemerintah; Pertama, Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk garam olahan konsumsi beryodium bersifat wajib (mandatory), kebijakan ini dapat melindungi keberlangsungan pasar bagi produk garam yang dihasilkan oleh petambak garam nasional dan produk garam konsumsi beryodium yang dihasilkan oleh industri pengolahan garam nasional yang harus berkompetisi di era perdagangan bebas pada emerging market. Kedua, Evaluasi terhadap kebijakan pergaraman nasional, terdapat 6 isu yang perlu mendapat perhatian yaitu: masyarakat boleh memproduksi garam, peran dan posisi Keppres 69/1994, garam konsumsi wajib memiliki standar nasional Indonesia (SNI), klasifikasi garam yang berubah-ubah, serta SNI selain v garam konsumsi beryodium bersifat voluntary serta SNI untuk garam aneka pangan dan CAP (caustic soda) di bawah standar pasar internasional dengan spesifikasi garam yang diimpor hanya ditekankan pada kandungan NaCl. Kondisi-kondisi ini yang menyebabkan industri pengolahan garam nasional menghadapi unfair competition di tengah liberalisasi dan internasionalisasi pada emerging market. Pemerintah berperan penting dalam mewujudkan industri garam nasional yang berdaya saing dan berkelanjutan. Peran pemerintah dapat dilihat dari analisis terhadap daya saing IKM pengolahan garam dengan pendekatan analisis Porter’s Diamond Model dimana Government mempengaruhi Competitive Advantage sebesar 0,722 secara langsung dan tidak langsung melalui Factor Conditions, Demand Conditions, Related and Supporting Industry, Firm Strategy, Structure and Rivalry dan pengaruh ini bersifat positif. Faktor endogen yaitu technology dan human resources mempengaruhi Competitive Advantage baik secara langsung dan tidak langsung melalui Factor Conditions, Demand Conditions, Related and Supporting Industry, Firm Strategy, Structure and Rivalry dan bersifat positif. Berdasarkan skala usaha, status daya saing IKM pengolahan garam nasional pada level moderat. IKM pengolahan garam skala menengah memiliki nilai daya saing sebesar 85,39, sedikit lebih tinggi dibanding IKM pengolahan garam skala kecil yang memiliki nilai sebesar 84,66. Sedangkan lamanya operasional, perusahaan baru memiliki daya saing kurang, sementara perusahaan dengan operasional lebih dari 5 tahun memiliki tingkat daya saing moderat. Analisis terhadap determinan daya saing, mengkonfirmasi bahwa determinan firm strategy, structure and rivalry (competition in home product market, quality of supplier dan distribution channel) sebagai determinan yang paling lemah. Strategi dalam rangka mendorong peningkatan daya saing industri pengolahan garam nasional dapat diwujudkan dengan Reformulasi Kebijakan, khususnya pada tiga aspek, yaitu: 1) garam impor hanya dibagi dalam dua klasifikasi yaitu garam food grade dan chlor alkali plant (CAP) dengan pemberlakuan SNI wajib sebagaimana garam konsumsi beryodium 2). SNI garam food grade dan CAP perlu ditinjau kembali dengan mengacu standar internasional 3) Penegakan kepatuhan terhadap Keppres 69/1994 atau revisi. Pemerintah memiliki peranan yang signifikan dalam rangka membangun bisnis industri pengolahan garam nasional yang berdaya saing dan berkelanjutan. Intervensi pemerintah dalam rangka peningkatan daya saing industri pengolahan garam diharapkan tidak hanya bersifat jangka pendek yang berfungsi sebagai solusi antara, namun lebih pada kebijakan yang bersifat jangka panjang dan berkelanjutan. Dengan upaya dan campur tangan pemerintah, industri pengolahan garam dapat meningkatkan daya saingnya.