Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/124276
Title: Sebaran Hiu Paus (Rhincodon typus) di Area Hot Spot dan Karakteristik Habitat Potensialnya pada Skala Bentang Laut Teluk Cenderawasih.
Other Titles: Whale shark (Rhincodon typus) distribution in neritic hotspot and sub-surface temperature-salinity variation as proxy for its pelagic habitat potentials within the Cenderawasih Bay seascape
Authors: Bengen, Dietriech
Prartono, Tri
Koropitan, Alan
Arlyza, Irma
Adriani, Adriani
Adriani
Issue Date: 11-Aug-2023
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Hiu paus merupakan mega-elasmobrankhii planktivor yang hidup soliter dengan distribusi sirkumglobal di laut pelagis yang suhu permukaannya berisoterm ≥ 20℃, namun perilaku unik ditunjukkan oleh yuwana hiu paus jantan dengan membentuk agregasi di perairan neritik untuk melakukan pemangsaan dan mudah diprediksi secara temporal (coastal aggregation feeding hotspot). Perairan Tanjung Maniburu merupakan salah satu area hotspot hiu paus yang berlangsung sepanjang tahun, namun luasnya tidak mencapai 10% dari total wilayah perairan Teluk Cenderawasih. Penetapan hiu paus sebagai salah satu spesies terancam punah dalam daftar merah IUCN sekaligus dilindungi penuh di seluruh perairan Indonesia, membuka kebutuhan informasi populasi dan pemahaman lebih mendalam terkait relung ekologinya, kondisi habitat pelagis yang mendukung variasi kelimpahannya di area hotspot yang berdekatan, maupun faktor abiotik yang menjadi prasyarat kondisi habitat di bawah permukaan laut untuk keperluan pendugaan sebarannya di area baru atau kesehatan populasinya. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menduga ukuran populasi (kelimpahan) hiu paus di area hotspot (300 km2) serta mengkaji hubungan timbal-balik faktor abiotik suhu-salinitas pada skala basin Teluk Cenderawasih dengan variasi kelimpahan di area hotspot secara musiman. Penelitian ini menerapkan pendekatan statistika deskriptif dan inferensia terhadap data sekunder pemantauan hiu paus dari 13 bagan perahu di area hotspot selama tahun 2020 serta data suhu-salinitas dari World Ocean Database 2018 yang tersebar di 134 titik kisi pada 72 level kedalaman. Data pemantauan hiu paus dikumpulkan dan dipublikasikan oleh Maruanaya (2022) dievaluasi kembali untuk memilah sebaran individu hiu paus yang sudah terverifikasi ID-fotonya dari jumlah kemunculan yang termasuk individu yang tidak berhasil teridentifikasi. Verifikasi individu terhadap 180 data foto-ID dilakukan oleh Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Cakupan temporal penelitian ini adalah periode bulanan, sedangkan cakupan spasial pemantauan hiu paus lebih sempit (10-100 km2) dibandingkan monitoring kondisi lingkungan laut pelagis (100-1000 km2). Produk data kelautan dari World Ocean Database 2018 (Boyer et al. 2019) digunakan untuk mengumpulkan data suhu-salinitas berdurasi waktu panjang (1955-2018) di Teluk Cenderawasih, yang minim pengukuran dan survei hidrografi. Periode data tersebut penting dalam kajian megafauna laut yang umumnya berstrategi hidup K dengan usia matang reproduktif membutuhkan waktu lama (≥20 tahun untuk jantan). Dihasilkan 15 parameter abiotik lingkungan yang mendefinisikan kondisi habitat di beberapa mintakat pelagis pada skala basin, ditambah 1 parameter biotik (kelimpahan ikan puri) di area hotspot, yang selanjutnya dikaitkan dengan frekuensi kemunculan dan kelimpahan hiu paus menggunakan uji korelasi dan analisis regresi stepwise pada taraf nyata (= 0,05). Rerata tahunan ukuran populasi hiu paus di area hotspot adalah 35,587,06 individu dengan rerata kepadatan sebesar 0,120,02 ind./km2, serta kemelimpahan tertinggi pada Peralihan Monsun-2 (PM2). Nilai tersebut hanya berlaku untuk populasi yuwana hiu paus jantan, karena tidak ada individu betina yang teramati selama 12 bulan pemantauan di area hotspot. Kelimpahan tertinggi teramati pada bulan September 2020 dengan 47 ind. teridentifikasi positif dan 13 unidentified. Secara total, ada 54 individu yang teridentifikasi positif sepanjang pemantauan tahun 2020, dengan rentang identitas foto (ID-foto) hiu paus ID0011-ID0183. Kelimpahan yang rendah teramati selama Peralihan Monsun-1 (PM1-April) dan Monsun Tenggara (MTG-Juli/Agustus), yang dibuktikan oleh berkurangnya residensi hiu paus di area hotspot. Mayoritas hiu paus bersifat residen (32 individu menetap lebih dari 5 bulan di dalam perairan teluk dan berulang kali terpantau), sedangkan sisanya transien (41%) dengan dugaan melakukan ruaya ke luar teluk selama PM1 dan masuk selama MTG, yang jika ditambah dengan rekrutmen baru membuat kelimpahan di area hotspot sepanjang PM2 lebih tinggi. Pola residensi bulanan yang ditunjukkan oleh sebaran hiu paus di area hotspot juga bermanfaat menjelaskan indikasi perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh frekuensi kemunculan (perjumpaan) yang tinggi dari beberapa individu. Frekuensi kemunculan merupakan indikator awal yang banyak digunakan untuk mengkaji sebaran biota bermigrasi di laut sekaligus mendeteksi lokasi tertentu yang menjadi habitat preferensi, namun tidak cukup untuk menduga besaran populasi. Kemunculan hiu paus ditandai oleh perilaku surfacing (naik mendekat atau muncul ke permukaan laut di sekitar bagan perahu). Hiu paus yang bersifat residen menunjukkan perubahan tingkah laku berburu mangsa di area hotspot, yaitu mendekati bagan dan muncul ke permukaan selama beberapa kali dan mendekati bagan perahu yang berbeda, sehingga dalam periode satu bulan pemantauan ada beberapa yang tercatat/muncul beberapa kali di area hotspot (ID0069, ID0156). Hasil pengolahan data suhu-salinitas (TS) mendapati rerata tahunan suhu untuk skala basin teluk (RTTTC) bernilai 19,181,28 ℃, dengan variasi terendah pada MBL (RBTJAN= 18,129,44 ℃) dan tertinggi pada PM1 (RBTAPR= 21,268,02 ℃). Rerata tahunan suhu di mintakat permukaan area hotspot adalah 28,560,77 ℃, sedikit lebih rendah dibandingkan perairan teluk (29,230,44 ℃). Nilai salinitas maksimum (Smax= 35,33-35,54 PSU) terdapat di lapisan termoklin pada mintakat epipelagik-bawah (101-200 m). Distribusi TS secara melintang dari perairan Tanjung Maniburu ke luar Teluk Cenderawasih menunjukkan adanya lapisan haloklin yang lebih tebal (rerata tahunan δZHC= 270 meter) dibandingkan termoklin (δZTC= 205 m). Distribusi isohalin di mintakat mesopelagik-atas dan gradien yang tajam dengan kedalaman di atas/bawahnya mengindikasikan adanya struktur habitat koridor yang mendukung perpindahan hiu paus ke luar teluk dan sebaliknya. Dari 15 parameter lingkungan yang dikaji, kelimpahan hiu paus di area hotspot dipengaruhi oleh batas atas haloklin (ZHC-top) dan termoklin (ZTC-top) serta ketebalan termoklin (δZTC) dengan bentuk persamaan: Y = 12,241 + 0,0074*ZHC-top2 + 0,0011*ZTC-top2 + 0,0002*δZTC2 (adj. R2= 0,805; AIC cor.= 36,131). Relung ekologi hiu paus sebagai mega-elasmobrankhii planktivor berkorelasi dengan distribusi dan gradien vertikal suhu-salinitas di ekosistem laut pelagis.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/124276
Appears in Collections:DT - Fisheries

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Disertasi-ADS-IKL_C561170051.pdf
  Restricted Access
Fulltext1.51 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.