Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/123176
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorHarianto, Harianto-
dc.contributor.advisorPurwono, Joko-
dc.contributor.authorSimarmata, Yuni Kartika-
dc.date.accessioned2023-08-07T08:16:23Z-
dc.date.available2023-08-07T08:16:23Z-
dc.date.issued2023-
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/123176-
dc.description.abstractJahe merupakan salah satu tanaman hortikultura semusim yang memiliki potensi apabila diusahakan secara intensif sebagai rempah dan obat-obatan. Indonesia merupakan salah satu produsen jahe dan menempati posisi ke lima sebagai produsen terbesar di dunia. Tantangan yang dihadapi petani dalam mengembangkan budidaya jahe adalah rendahnya produktivitas jahe yang menyebabkan penurunan hasil dan mempengaruhi pendapatan yang diterima petani. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan risiko produksi, serta menganalisis pendapatan usahatani jahe di Indonesia. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sensus pertanian survei rumah tangga usaha tanaman hortikultura tahun 2013 untuk komoditas jahe dengan menggunakan sampel sebanyak 3751 dari lima provinsi dengan produksi jahe tertinggi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan. Metode analisis yang dipakai pada penelitian ini untuk menjawab tujuan pertama dan tujuan kedua yaitu menggunakan analisis kuantitatif menggunakan metode just and pope dengan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menentukan faktor produksi dan faktor risiko, sedangkan untuk menjawab tujuan ketiga menggunakan analisis pendapatan dan R/C rasio. Hasil penelitian ini meliputi bahwa variabel bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan dummy berpengaruh nyata terhadap produktivitas jahe. Hasil estimasi fungsi risiko yaitu variabel bibit dan tenaga kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan risiko, sebaliknya pupuk dan musim berpengaruh signifikan terhadap peningkatan risiko. Disimpulkan juga bahwa usahatani yang dilakukan pada musim kemarau lebih menguntungkan dibanding usahatani jahe pada musim hujan. Hal tersebut dapat dilihat dari pendapatan musim kemarau yang lebih tinggi. Namun usahatani di kedua musim masih layak dilakukan, karena masing-masing R/C adalah 1,86 atas biaya tunai dan 1,69 atas biaya total untuk musim kemarau dan 1,78 atas biaya tunai dan 1,63 atas biaya total untuk musim hujan. Implikasi kebijakan dari hasil penelitian ini yaitu perlunya perhatian lebih terhadap variabel bibit dan tenaga kerja antara lain dengan cara pemberian subsidi atau insentif kepada petani untuk membeli bibit jahe. Pemerintah juga diharapkan dapat menetapkan standar kualitas bibit jahe yang akan di sertifikasi. Selain itu perlu adanya pusat penelitian dan pelatihan diharapkan membantu petani untuk memperoleh bibit jahe yang berkualitas. Sebagai salah satu tanaman rempah yang tidak bisa digantikan dengan tanaman lain, pemerintah dapat mengadakan kampanye promosi atau sosialisasi untuk mendorong petani menanam jahe dan atau mengembangkan usaha pertanian jahe. Hal itu bisa didukung dengan melakukan program-program pendidikan, pameran yang membahas manfaat dan potensi bisnis dari budidaya jahe. Untuk meningkatkan partisipasi tenaga kerja, pemerintah dapat menyediakan pelatihan dan pendidikan khusus untuk tenaga kerja yang terlibat dalam budidaya jahe. Program pelatihan ini dapat mencakup teknik budidaya jahe, manajemen hama dan penyakit, proses pasca-panen, dan manajemen usaha pertanian. Dengan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tenaga kerja, mereka dapat menjadi lebih efisien dan produktif dalam pekerjaan mereka. Apabila petani ingin mengurangi risiko pada jahe terkait dengan penggunaan pupuk, penting untuk menerapkan praktik pertanian yang berkelanjutan dan bijaksana dalam penggunaan pupuk. Petani dapat mengadopsi praktik-praktik seperti pemilihan pupuk yang tepat untuk jenis tanaman dan tanah, penerapan dosis pupuk yang sesuai, rotasi tanaman, pengelolaan air yang baik, serta penerapan teknologi pertanian yang ramah lingkungan. Sedangkan untuk mengurangi risiko pada jahe terkait dengan adanya musim, maka penting bagi petani jahe untuk memantau dan memahami pola cuaca dan musim yang mempengaruhi daerah pertanian mereka. Dengan memahami risiko yang terkait dengan musim, petani dapat mengambil tindakan pencegahan yang tepat dan mengadaptasi praktik pertanian mereka agar lebih sesuai dengan kondisi musiman.id
dc.description.abstractGinger is one of the annual horticultural crops that has potential when cultivated intensively as a spice and medicine. Indonesia is one of the ginger producers and occupies the fifth position as the largest producer in the world. The challenge faced by farmers in developing ginger cultivation is the low productivity of ginger which causes a decrease in yield and affects the income received by farmers. The purpose of this study is to analyze the factors that influence production and production risk, and to analyze the income of ginger farming in Indonesia. The data used in this research is agricultural census data from the 2013 household survey of horticultural crops for the ginger commodity using a sample of 3751 from five provinces with the highest ginger production, namely East Java, Central Java, West Java, North Sumatra and South Kalimantan. The analytical method used in this study answers the first objective and the second objective, namely using quantitative analysis using the just and pope method with the Cobb-Douglas production function to determine production factors and risk factors, while to answering the third objective using income analysis and R/C ratio. The results of this study include that the variables of seeds, fertilizers, pesticides, labor, and dummies have a significant effect on ginger productivity. The results of the estimation of the risk function, namely the variables of seed and labor have a significant effect on reducing risk, whereas fertilizer and season have a significant effect on inducing risk. It was also concluded that farming carried out during the dry season was more profitable than ginger farming during the rainy season. This can be seen from the higher dry season income. However, farming in both seasons is still feasible, however, farming in the second season is still feasible, because each R/C is 1.86 above the cash cost and 1.69 above the total cost for the dry season and 1.78 above the cash cost and 1.63 above the total costs for the rainy season. The policy implication of the results of this study is the need for more attention to the variables of seeds and labor, among others, by providing subsidies or incentives to farmers to buy ginger seeds. The government is also expected to set quality standards for ginger seeds to be certified that guarantee the quality of seeds. Additionally, it is important to possess a research and training center that is expected to help farmers to obtain quality ginger seeds. As one of the spice plants that cannot be replaced with other plants, the government can hold promotional or outreach campaigns to encourage farmers to plant ginger and/or develop ginger farming businesses. This can be supported by conducting educational programs, agricultural exhibitions that discuss the benefits and business potential of ginger cultivation. To increase labor participation: The government can provide special training and education for workers involved in ginger cultivation. This training program may cover ginger cultivation techniques, pest and disease management, post-harvest processing, and farm business management. By increasing the skills and knowledge of the workforce, they can become more efficient and productive in their jobs. If farmers want to reduce the risk of using fertilizers on ginger, it is important to adopt sustainable farming practices and use fertilizers wisely. Farmers can apply practices such as choosing the right fertilizer for the type of plant and soil, applying the right dose of fertilizer, crop rotation, good water management, and applying environmentally friendly agricultural technologies. Meanwhile, to reduce the risks to ginger associated with the seasons, it is important for ginger farmers to monitor and understand the weather and seasonal patterns that affect their farms. By understanding the risks associated with seasons, farmers can take appropriate precautions and adapt their farming practices to better suit seasonal conditions.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleRisiko Produksi dan Pendapatan Usahatani Jahe di Indonesiaid
dc.title.alternativeProduction Risk and Income of Ginger Farming in Indonesiaid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordjaheid
dc.subject.keywordjust and popeid
dc.subject.keywordpendapatanid
dc.subject.keywordrisiko produksiid
Appears in Collections:MT - Economic and Management

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Cover_Yuni Kartika Simarmata (H351190261).pdf
  Restricted Access
Cover1.3 MBAdobe PDFView/Open
Fulltext_Yuni Kartika Simarmata (H351190261).pdf
  Restricted Access
Full text1.77 MBAdobe PDFView/Open
Lampiran_Yuni Kartika Simarmata (H351190261).pdf
  Restricted Access
Lampiran233.89 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.