Strategi peningkatan daya saing dan analisis rantai pasok kentang di Indonesia untuk bersaing dalam masyarakat ekonomi ASEAN (MEA)

Abstract

Negara-negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) saat ini sedang menerapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA merupakan perjanjian kerjasama perdagangan dan ekonomi di negara-negara ASEAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam ASEAN juga ikut serta dalam MEA. Salah satu sektor unggulan yang dimiliki Indonesia adalah sektor pertanian. Laju produksi kentang merupakan laju kedua tertinggi setelah bawang merah sebesar 6,90 persen/tahun dengan rata-rata produksi sebesar 1.148.217 ton/tahun. Berdasakan data dari UN Comtrade (2017) rata-rata ekspor impor kentang Indonesia tahun 2011 hingga 2015, mencatatkan data ekspor kentang Indonesia di wilayah ASEAN adalah 5.044,58 ton, dengan impor dari wilayah ASEAN adalah sebesar 739,57 ton. Volume impor dan ekspor kentang secara meneyeluruh, Indonesia saat ini masih lebih banyak volume impor dibanding dengan ekspor. Aktivitas impor kentang yang sangat tinggi tetapi masih belum dapat mengimbangi dari sisi ekspor Indonesia merupakan negara dengan volume ekspor kentang terbesar untuk wilayah ASEAN, dengan pasar negara tujuan ekspor hanya ke tiga negara saja. Sedangkan, Malaysia dan Singapura berdasarkan volume ekspor kentang yang berada di bawah Indonesia, berhasil mengekspor ke negara yang lebih banyak dibandingkan Indonesia dengan masing-masing enam negara dan delapan negara-negara di ASEAN. Kualitas produk pertanian Indonesia yang masih rendah dan aliran rantai pasok yang panjang sehingga menyebabkan harga menjadi cenderung lebih mahal merupakan beberapa faktor yang membuat produk sayuran dari dalam negeri tidak memiliki keunggulan kompetitif. Produk impor yang memiliki kualitas jauh lebih baik dengan harga yang lebih rendah menyebabkan konsumen lebih menyukai dan membeli produk impor. tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi daya saing komoditas kentang; (2) Menganalisis strategi daya saing komoditas kentang; (3) Merumuskan alternatif strategi terbaik peningkatan daya saing komoditas kentang untuk bersaing di pasar MEA; (4) Menganalisis rantai nilai kentang ekspor di Indonesia. Data analisis deskriptif mengenai daya saing komoditas kentang menggunakan analisis strength, weakness, opportunities, dan threat (SWOT), Revealed Comparative Advantage (RCA), serta Teori Berlian Porter. Data analisis rantai nilai komoditas kentang ekspor didapat dari wawancara secara mendalam dengan ahli pada bidang kentang ekspor yang kemudian akan dianalisis secara deskriptif mulai dari rantai nilai hingga pertambahan nilai yang ada. Data analisis strategi daya saing komoditas kentang didapat dari hasil wawancara mendalam dengan ahli menggunakan alat bantu kuisioner yang kemudian dianalisis menggunakan analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan alat bantu kuisioner. Data perumusan alternatif strategi didapat hasil AHP yang ada yang kemudian menggunakan analisis deskriptif.

The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) is currently implementing the ASEAN Economic Community (AEC). AEC is a trade and economic cooperation agreement in ASEAN countries. Indonesia as one of the countries which is a member of ASEAN, also participates in the AEC. One of the leading sectors owned by Indonesia is the agricultural sector. The rate of potato production is the second highest rate after red onion of 6.90 percent / year with an average production of 1,148,217 tons / year. Based on data from the UN Comtrade (2017) the average Indonesian potato export imports in 2011 to 2015, recorded data on Indonesia's potato exports in the ASEAN region was 5,044.58 tons, with imports from the ASEAN region amounting to 739.57 tons. The volume of imports and exports of potatoes as a whole, Indonesia is currently still more volume of imports compared to exports. Potato import activity is very high, but still unable to keep up with exports Indonesia is the largest potato export volume for the ASEAN region, with only the export destination markets in only three countries. Meanwhile, Malaysia and Singapore based on the export volume of potatoes that are under Indonesia, successfully exported to more countries than Indonesia, whereas Malaysia to six countries and Singapore to eight countries. The quality of Indonesian agricultural products that are still low and long supply chain flow that causes prices to tend to be more expensive and these factors create domestic vegetable products do not have a competitive advantage. Imported products that have much better quality at lower prices cause consumers to prefer and buy imported products. the objectives of this study are: (1) to identify the competitiveness of potato commodities; (2) to analyze the competitiveness strategy of potato commodities; (3) to formulate the best alternative strategies to increase the competitiveness of potato commodities to compete in the AEC market; and (4) to analyze the export value chain of potatoes in Indonesia. Descriptive analysis data about the competitiveness of potato commodities using strength, weakness, opportunities and threat (SWOT) analysis, Revealed Comparative Advantage (RCA), and Diamond Porter’s Theory. The export value data of potato export value chain was obtained from in-depth interviews with experts in the field of potato exports which would then be analyzed descriptively from the value chain to the existing value added. Data analysis of the competitiveness strategy of potato commodities was obtained from the results of in-depth interviews with experts using questionnaire tools which were then analyzed using Analytical Hierarchy Process (AHP) analysis with questionnaire tools. Alternative strategy formulation data obtained from the existing AHP results which then use descriptive analysis.