Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/119813
Title: Potensi schizophyllum commune dan phanerochaete chrysosporium untuk pemutihan pulp kayu acacia mangium dan pinus merkusii
Authors: Hadi, Soetrisno
Said, E. Gumbira
Syafii, Wasrin;
Herliyana, Elis Nina
Issue Date: 1997
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Dugaan lain pada hal di atas adalah terjadinya kondensasi lignin kembali setelah depolimerisasi lignin oleh S. commune. Pemberian S. commune pada pulp meningkatkan derajat putih pulp akasia pada kondisi aerasi setelah inkubasi selama 4 rninggu menjadi 56,4 %. Derajat putih pulp pinus dengan S. commune tertinggi (45,3 %) diperoleh pada kondisi aerasi setelah inkubasi selarna 4 dan 8 rninggu. Secara statistik pemberian S. commune secara tidak nyata meningkatkan derajat putih pulp. S. commune diduga dapat meningkatkan kadar gugus kromofor pada pulp karena terlihat adanya peningkatan wama pulp serta derajat putih pulp hanya sedikit meningkat walaupun kadar lignin nyata menurun. Kadar protein pulp pinus dengan S. commune tertinggi (3, 1 % ) diperoleh setelah inkubasi selama 2 rninggu. Diduga hal tersebut disebabkan adanya peningkatan biomassa fungi tersebut. Secara visual, setelah inkubasi selarna 2 rninggu, pulp akasia yang diberi P.chrysosporium terlihat berwarna kekuningan, narnun belum merata. Setelah inkubasi selarna 4 minggu, wama pulp makin cerah dan kecerahan wamanya makin merata. Narnun setelah inkubasi selarna 6 rninggu, pulp akasia sudah mulai lembek dan rapuh dan bahkan setelah inkubasi selarna 8 rninggu, pulp akasia sudah terlalu lembek dan rapuh sehingga tidak dapat dibuat lembaran pulp untuk pengukuran derajat putih. Proses pemutihan pulp yang diberi P. chrysosporium pada pinus secara visual tidak jauh berbeda dengan proses pemutihan pulp tersebut pada akasia. Namun dernikian, setelah inkubasi selarna 8 rninggu, pulp pinus tidak rusak dan masih baik untuk dibuat lembaran pulp pinus. Hal ini diduga karena pinus terdiri atas serat panjang, sedang akasia terdiri atas serat pendek.. Pemberian P. chrysosporium pada pulp menurunkan pH pulp akasia dari 5,88 menjadi 4,3 setelah inkubasi selama 8 rninggu. Setelah inkubasi selama 8 minggu, pH pulp pinus menurun dari 6,44 menjadi 4,3. Pemberian P. chrysosporium pada pulp menurunkan bilangan kappa pulp akasia pada kondisi tanpa aerasi menjadi 1,57 setelah inkubasi selama 8 minggu. Bilangan kappa pulp pinus dengan P. chrysosporium terendah (0,57) diperoleh pada kondisi aerasi setelah inkubasi selama 8 rninggu. Secara statistik pemberian P. chrysosporium nyata menurunkan bilangan kappa pulp. Pemberian P. chrysosporium pada pulp menurunkan kadar lignin pulp akasia pada kondisi tanpa aerasi menjadi 2,9 % setelah inkubasi selarna 8 rninggu. Kadar lignin pulp pinus dengan P. chrysosporium terendah (1,4 %) diperoleh pada kondisi aerasi setelah inkubasi 8 rninggu. Secara statistik pemberian P. chrysosporium nyata menurunkan kadar lignin pulp. Pemberian P. chrysosporium pada pulp meningkatkan derajat putih pulp akasia pada kondisi tanpa aerasi menjadi 67,5 % setelah inkubasi selama 6 minggu. Derajat putih pulp pinus dengan P. chrysosporium tertinggi (60,3 %) diperoleh pada kondisi aerasi setelah inkubasi selarna 6 rninggu. Secara statistik pemberian P. chrysosporium secara nyata meningkatkan derajat putih pulp. P. chrysosporium diketahui menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi lignin seperti lignin peroksidase dan mangan peroksidase sehingga P. chrysosporium berpotensi sebagai agen pemutihan secara biologis dan ha! tersebut terlihat juga pada hasil penelitian ini. Kadar protein pulp pinus dengan P. chrysosporium tertinggi (1,69 %) diperoleh setelah inkubasi 8 rninggu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa masa inkubasi yang optimal adalah 6 rninggu. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kadar lignin pulp pada inkubasi selama 6 rninggu paling kecil dibanding kadar lignin pulp pada lama inkubasi lainnya. Derajat putih pulp pada inkubasi selarna 6 minggu juga paling tinggi dibanding derajat putih pulp pada lama inkubasi lainnya. Narnun bilangan kappa pulp pada inkubasi selama 6 rninggu tidak berbeda nyata dibanding bilangan kappa pulp pada Jama inkubasi lainnya. Lingkungan sistem aerasi tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan kappa, kadar lignin dan derajat putih dibanding pada kondisi tanpa aerasi. Hal ini diduga karena kurangnya volume dan distribusi udara yang diberikan pada penelitian ini. dst ...
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/119813
Appears in Collections:MT - Agriculture

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
1997ENH.pdf
  Restricted Access
Fulltext6.68 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.