Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/118471
Title: Toksisitas Protein Produk Ekstraseluler Streptococcus agalactiae Isolat NK1 pada Ikan Nila Oreochromis niloticus
Authors: Sukenda
Nuryati, Sri
Suryadi, Ibnu Bangkit Bioshina
Issue Date: 2015
Publisher: Bogor Argicultural University (IPB)
Abstract: Streptococcus agalactiae merupakan patogen utama yang sering menjangkit pada ikan nila. Menurut Sheehan et al. (2009), dari hasil pemeriksaan 1.000 isolat bakteri yang berasal dari 74 lokasi di 14 negara termasuk Indonesia, spesies Streptococcus yang paling umum teridentifikasi adalah S. agalactiae. Di Indonesia sendiri, hasil identifikasi dari 15 isolat yang diambil dari daerah yang terjadi wabah streptococcosis adalah sebanyak 80% merupakan S. agalactiae dan 20% merupakan Streptococcus iniae (Taukhid dan Purwaningsih 2011). Seperti bakteri Gram positif lainnya, bakteri S. agalactiae memiliki beberapa faktor virulensi yang dapat menyebabkan penyakit. Salah satu faktor virulensinya adalah kandungan eksotoksin yang terlarut pada extracellular product (ECP). Toksin protein bakteri Streptococcus merupakan zat antigenik yang kuat dan bekerja secara luas serta menyebabkan kematian dengan gejala yang tidak spesifik seperti nekrosis pada jaringan (Woolf 2000). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan, Laboratorium Mikrobiologik Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan dan Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bakteri S. agalactiae yang digunakan merupakan koleksi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Bogor yaitu isolat NK1. Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila dengan rataan bobot tubuh 20 g/ekor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi fraksi toksik dari ECP S. agalactiae isolat NK1 dan menguji dampak patogenisitas masing-masing fraksi tersebut terhadap ikan nila. Penelitian ini terdiri dari dua tahapan. Tahap pertama menghasilkan 70 fraksi protein dari ECP kasar yang difraksinasi menggunakan kolom kromatografi. Kemudian masing-masing fraksi disuntikkan pada ikan nila dan dihasilkan delapan fraksi yang bersifat toksik (fraksi protein no. 6, 15, 18, 23, 28, 34, 54 dan 70) berdasarkan gejala klinis dan tingkat kematiannya. Selanjutnya dilakukan identifikasi protein berdasarkan berat molekul (SDS-PAGE). Pada tahap kedua, dipilih dua fraksi protein yaitu P23 dan P70 sebagai perlakuan, ECP kasar sebagai kontrol positif dan phosphate buffer saline (PBS) sebagai kontrol negatif. Perlakuan disuntikkan secara intraperitonial pada 10 ekor ikan nila dengan bobot 20 ± 1 gram dan diulang sebanyak tiga kali. Selanjutnya ikan dipelihara selama 14 hari dan dilakukan pengamatan terhadap gejala klinis, gambaran darah dan tingkat kematian. Pengamatan gejala klinis seperti kelainan pada tubuh, mata dan pola renang pada perlakuan P70 muncul lebih cepat yaitu pada jam ke-24. Pengamatan gambaran darah dapat menunjukkan kondisi fisiologis, karena mengungkapkan kondisi yang terjadi dalam tubuh ikan uji. Hasil dari gambaran darah adalah sebagai berikut : 1) Sel darah merah cenderung berfluktuasi pada semua perlakuan, namun pada akhir penelitian jumlah sel darah merah kembali mendekati jumlah normal. 2) Hemoglobin pada semua perlakuan tidak berbeda nyata pada setiap pengambilan sampel, hal ini dikarenakan S. agalactiae isolat NK1 merupakan bakteri non-hemolitik. 3) Hematokrit cenderung berfluktuasi pada semua perlakuan, namun nilai penurunannya tidak lebih rendah dari nilai hematokrit normal, yaitu sebesar 26,75%. 4) Sel darah putih pada hari ketiga pasca uji tantang, jumlah sel darah putih P23 dan P70 meningkat dengan perlakuan P70 memiliki nilai paling tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (menurut hasil analisis statistik dengan p<0,05) yaitu 1,063 x 105 sel mm3 -1. 5) Nilai respiratory burst paling tinggi terdapat pada perlakuan ECP kasar (K+) di hari ketiga pasca uji tantang dengan nilai optical density (OD) sebesar 0,131 dan kembali normal pada hari ketujuh pasca uji tantang. 6) Nilai lisozim normal adalah 392,59 IU/ml menit. Perlakuan ECP kasar (K+) di hari pertama memiliki nilai paling tinggi yaitu sebesar 977,78 IU/ml menit (p<0,05), hal ini berarti kehadiran ECP kasar dalam tubuh ikan uji langsung merangsang lisozim untuk bekerja. 7) Nilai aktifitas fagositik pada kontrol berada di bawah semua perlakuan uji tantang (K+, P23 dan P70) dari hari pertama pasca penyuntikan sampai hari terakhir penelitian, hal ini dikarenakan tidak ada antigen yang merangsang sel-sel fagosit untuk bekerja. Aktifitas fagositik paling tinggi adalah pada perlakuan P70 dengan nilai di atas 60% pada tiap pengambilan sampel. Tingkat kematian ikan uji secara berurutan adalah ECP kasar (46,6%), P70 (40%) dan P23 (26,6%). Hasil histopatologi perlakuan P23, P70 dan ECP kasar pada organ hati, ginjal dan otak menunjukkan adanya kerusakan jaringan berupa hiperemi, pendarahan, hiperplasia dan degenerasi jaringan. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat delapan fraksi protein toksik dari 70 fraksi protein pada ECP S. agalactiae isolat NK1 dengan kisaran berat molekul 36,38-51,88 KDa. Gejala klinis pada ikan nila yang ditimbulkan oleh fraksi protein ECP S. agalactiae sama dengan ECP kasar S. agalactiae. Perlakuan ECP kasar memiliki tingkat toksisitas tertinggi diikuti oleh P70 dan P23.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/118471
Appears in Collections:MT - Fisheries

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2015ibb.pdf
  Restricted Access
Fulltext26.37 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.