Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/118464| Title: | Soil N2O and CO2 fluxes under different crop and fertilizer management in Southern Hokkaido Japan |
| Authors: | Suwardi Sudadi, Untung Hatano, Ryusuke Nugroho, Priyo Adi |
| Issue Date: | 2015 |
| Publisher: | IPB (Bogor Agricultural University) |
| Abstract: | Konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer telah meningkat sejak era revolusi industri karena aktivitas manusia (antropogenik). Sektor pertanian berkontribusi 10-14% dari total gas rumah kaca yang berasal dari aktivitas manusia. Karbondioksida (CO2), dinitrogen oksida (N2O) dan metan (CH4) adalah tiga gas rumah kaca utama. Hasil kajian dari peneliti-peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa manajemen di lahan pertanian (tanaman dan pemupukan) mempengaruhi flux CO2 dan N2O. Hasil dari dua eksperimen lapang dilaporkan dalam tesis ini. Kami menguji pengaruh managemen pemupukan [aplikasi pupuk kimia (F) dan pupuk kandang-pupuk kimia (MF)] terhadap flux N2O and CO2 di padang rumput dan ladang jagung. Penelitian ini dilakukan selama satu tahun sejak awal Mei 2013 hingga akhir April 2014 di Hokkaido bagian Selatan, Jepang. Pengumpulan data tetap dilakukan pada periode pembekuan (freezing) (22 Desember 2013-26 Maret 2014) dan periode pencairan (melting) (27 Maret-2 April 2014). Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui pengaruh manajemen pemupukan, penggunaan lahan dan lingkungan tanah terhadap flux N2O tanah. 2) Untuk mempelajari pengaruh manajemen di lapangan (pemupukan dan tanaman) terhadap flux CO2 dari padang rumput dan ladang jagung di musim dingin. Rumput yang ditanam berjenis timothy (Phleum pretense L.) dan white clover (Trifolium repens L.) yang disemaikan pada 25 Mei dan dipanen pada 19 Juli 2013. Padang rumput mengalami penanaman ulang pada 20-24 September 2013. Pada ladang jagung, penanaman jagung (Zea maize L.) dilakukan pada 10 Mei 2013 (setelah pengolahan tanah) dan dipanen pada 20 September 2013. Untuk pengukuran flux CO2 dan N2O digunakan metode static chamber. Data lingkungan diperoleh dengan pengukuran langsung di lapangan dan bersumber dari data sekunder. Data suhu udara, curah hujan, dan ketebalan salju diperoleh dari AMeDAS (Automated Meteorological Data Acquisition System) di stasiun iklim terdekat dengan lokasi penelitian. Kedalaman pembekuan diukur dengan metode pewarnaan methylene blue. Suhu tanah pada kedalaman 5 cm diukur dengan thermocouple thermometer. Water filled pore space (WFPS) dianalisis pada contoh tanah yang diambil menggunakan core sampler. Pengambilan contoh tanah secara komposit dilakukan pada kedalaman 0-10 cm untuk dianalisis konsentrasi NH4-N, NO3-N dan water extractable organic carbon (WEOC). Konsentrasi CO2 pada musim dingin (winter) dianalisis dari contoh gas yang diambil pada kedalaman 0, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 cm dari tabung silikon yang dipasang dalam pipa PVC. Pengukuran Denitrification activity (DEA) dilakukan di setiap plot pada top soil (0-10 cm) yang diambil pada periode pembekuan dan pencairan. Metode yang digunakan adalah acetylene inhibition, dengan perlakuan: glukosa (+C), nitrat (+N), kombinasi glukosa and nitrat (+C+N) serta kontrol (Ctrl). Data selanjutnya diproses secara statistik dengan perangkat lunak SPSS. Hasil penelitian pada eksperimen 1 menunjukkan flux tahunan N2O di padang rumput lebih besar daripada di ladang jagung dan flux di plot MF lebih besar (14.9 kg N ha-1 periode-1) dibandingkan dengan plot F (11.1 kg N ha-1 periode-1). Di ladang jagung, tidak ada perbedaan flux tahunan N2O pada kedua plot manajemen pemupukan (5.6 kg N ha-1 periode-1). Flux N2O secara nyata meningkat selaras dengan kenaikan suhu udara, suhu tanah serta water filled pore space (WFPS). WFPS selalu lebih tinggi di padang rumput daripada di ladang jagung. Flux N2O secara nyata meningkat dengan peningkatan rasio N2O-N/NO dari 1 sampai dengan 1000, yang berarti bahwa denitrifikasi adalah proses yang bertanggung jawab terhadap flux N2O. Konsentrasi nitrat selalu lebih tinggi pada ladang jagung dibandingkan dengan padang rumput. Hal ini menunjukkan bahwa faktor yang membatasi denitrifikasi di padang rumput adalah NO3-N, sedangkan WEOC adalah faktor pembatas di ladang jagung. Pencampuran residu (tunggul) tanaman jagung yang C/N rasionya tinggi (50) mungkin adalah alasan rendahnya WEOC. Flux N2O yang tinggi ditemukan setelah penanaman ulang (renovation) di padang rumput. Hal ini disebabkan C/N rasio residu rumput yang rendah (19). Flux N2O meningkat di setiap plot kecuali di plot MF padang rumput pada periode pencairan. Ini diduga karena rendahnya konsentrasi nitrat di plot tersebut. DEA juga meningkat pada perlakuan +N di padang rumput sedangkan DEA pada ladang jagung mengalami peningkatan pada perlakuan +C. Denitrifikasi di plot MF padang rumput kemungkinan lebih tinggi dibandingkan dengan plot lain sebagai akibat renovasi padang rumput dan WFPS yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan NO3-N habis dikonsumsi sebelum periode pencairan sehingga fluks N2O menjadi rendah. Hasil eksperimen 2 menunjukkan bahwa perbedaan tanaman dan manajemen hara juga mempengaruhi flux CO2. Flux tahunan CO2 di plot MF padang rumput dan ladang jagung lebih besar (berturut-turut 10.9 dan 8.7 Mg C ha-1th-1) dibandingkan dengan di plot F (berturut-turut 8.5 dan 6.2 Mg C ha-1th-1). Pada ladang jagung flux CO2 cenderung lebih besar selama periode musim dingin (winter) namun tidak terlihat perbedaan secara nyata. Flux CO2 dari plot F dan MF di padang rumput pada periode pembekuan secara signifikan lebih tinggi dibandingkan pada periode pencairan. Suhu udara dan tanah berpengaruh penting terhadap flux CO2 di kedua jenis lokasi. Konsentrasi CO2 selama musim dingin di kedua lokasi menunjukkan pola yang berbeda di mana konsentrasi yang lebih tinggi terlihat pada padang rumput. Faktor lingkungan seperti suhu udara, tanah dan WPFS berpengaruh terhadap konsentrasi CO2 di padang rumput dan ladang jagung. Dalam kajian ini kami belum dapat menjawab pertanyaan mengapa flux CO2 pada periode musim dingin lebih rendah dibandingkan konsentrasinya yang tinggi di dalam tanah. Oleh karena itu studi yang lebih mendalam untuk mengungkap hubungan antara konsentrasi CO2 dalam tanah dengan flux CO2, terutama dalam kaitannya dengan difusi gas ke permukaan tanah masih sangat perlu dilakukan. Dari penelitian ini secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen pemupukan (pupuk kimia dan pupuk kandang-pupuk kimia) mempengaruhi fluks N2O dan CO2 di padang rumput dan ladang jagung. Produksi gas-gas tersebut dikontrol oleh faktor-faktor lingkungan (suhu udara, suhu tanah dan WFPS). Rasio C/N dari residu tanaman juga berpengaruh penting terhadap konsentrasi karbon dalam tanah dan dapat menstimulasi fluks gas N2O and CO2 dari dalam tanah. |
| URI: | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/118464 |
| Appears in Collections: | MT - Agriculture |
Files in This Item:
| File | Description | Size | Format | |
|---|---|---|---|---|
| 2015pan.pdf Restricted Access | Fulltext | 4.29 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.