Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/118265
Title: Karakterisasi Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting pada Mentimun (Cucumis sativus L.)
Authors: Hidayat, Sri Hendrastuti
Nurhayati, Endang
Septariani, Dwiwiyati Nurul
Issue Date: 2014
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu sayuran utama yang dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Produktivitas mentimun sangat dipengaruhi oleh budidaya yang kurang intensif dan efisien, serta adanya gangguan hama dan penyakit. Salah satu kendala produksi adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus penyebab penyakit daun keriting. Penyakit daun keriting yang disebabkan oleh Begomovirus pada beberapa jenis pertanaman di Indonesia dilaporkan menyebabkan kehilangan hasil sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar. Pertanaman tembakau di Jawa Timur dilaporkan mengalami kerusakan hingga 30% karena infeksi Tobacco leaf curl begomovirus pada tahun 1984. Sejak awal tahun 2000 pertanaman cabai di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah dilaporkan terinfeksi Begomovirus dan sampai sekarang penyakit kuning yang disebabkan oleh Pepper yellow leaf curl begomovirus belum dapat dikendalikan. Tomato yellow leaf curl begomovirus yang menyebabkan epidemi penyakit daun keriting juga menjadi kendala utama dalam meningkatkan produksi tanaman tomat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Akhir-akhir ini penyakit daun keriting yang disebabkan oleh Begomovirus ditemukan pada tanaman mentimun di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Penyakit yang sama dilaporkan di Thailand sejak tahun 1996, dan virus penyebab penyakit tersebut memiliki kemiripan sikuen nukleotida yang tinggi dengan isolat Tomato leaf curl New Delhi begomovirus (TLCV-New Delhi). Infeksi Begomovirus pada tanaman Cucurbitaceae telah lama menjadi masalah di beberapa negara, diantaranya Squash leaf curl begomovirus menyebabkan penyakit daun keriting pada labu (Cucurbita maxima) dan Watermelon curly mottle begomovirus menyebabkan penyakit daun menguning dan kerdil pada melon (C. melo) di Amerika Serikat. Identifikasi dan karakterisasi Begomovirus penyebab penyakit daun keriting mentimun di Jawa belum dilakukan secara khusus. Begomovirus hanya dapat ditularkan melalui serangga vektor kutukebul (Bemisia tabaci) dan serangga ini dapat mengolonisasi berbagai spesies tanaman. Hal tersebut sangat berbahaya karena akan mendukung terjadinya ledakan penyakit daun keriting. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sifat-sifat Begomovirus agar dapat menyusun rekomendasi strategi pengendalian penyakit yang tepat untuk mencegah kerugian oleh infeksi Begomovirus. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mendeteksi virus-virus yang menginfeksi tanaman mentimun, mengidentifikasi Begomovirus yang menginfeksi mentimun, mempelajari efisiensi penularan Begomovirus melalui serangga vektor B. tabaci dan mengetahui beberapa jenis tanaman inang dari Begomovirus yang menginfeksi mentimun. Penelitian meliputi empat kegiatan pokok yaitu pengumpulan sampel tanaman mentimun dan deteksi beberapa virus pada sampel daun mentimun dari lapangan, identifikasi Begomovirus dengan metode molekular, pengujian efisiensi penularan Begomovirus melalui kutukebul, dan pengujian kisaran inang. Pengamatan gejala dan pengambilan sampel tanaman yang terinfeksi Begomovirus dilakukan di daerah Jawa Barat (Bogor, Subang), Jawa Tengah (Tegal, Sukoharjo), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Sleman). Daun mentimun yang dikumpulkan sebagai sampel adalah daun yang menunjukkan gejala daun keriting, mosaik, melepuh, dan menguning. Gejala yang umum terlihat pada pertanaman mentimun meliputi gejala mosaik kuning cerah, mengeriting, melepuh, penebalan tulang daun, dan reduksi ukuran daun. Infeksi Begomovirus, SqMV, ZyMV, dan CMV berhasil dideteksi pada hampir semua sampel daun, namun infeksi TRSV dan WMV tidak terdeteksi pada semua sampel. Infeksi oleh lebih dari satu jenis virus ditemukan pada beberapa sampel daun dari beberapa lokasi. Sampel asal Bogor dan Sleman (Kalasan dan Ngemplak) yang terinfeksi oleh 4 virus (Begomovirus, SqMV, ZyMV, dan CMV) secara bersamaan menunjukkan gejala yang lebih parah dibandingkan sampel lainnya yaitu berupa daun keriting, mosaik, menguning, dan melepuh. Panjang nukleotida yang diperoleh dari perunutan DNA hasil amplifikasi dengan metode polymerase chain reaction (PCR) untuk isolat TEGAL, KALASAN, NGEMPLAK, SUKOHARJO, dan BOGOR berkisar antara 1474 hingga 1633 pasang basa. Daerah genom Begomovirus yang diamplifikasi menggunakan pasangan primer pAL1v1978/pAR1c715 meliputi bagian dari gen replikasi, protein selubung, dan common region yang merupakan daerah genom yang sering digunakan untuk mengidentifikasi Begomovirus. Tingkat homologi di antara kelima isolat berkisar 96.1% hingga 99.3% mengindikasikan adanya kedekatan hubungan kekerabatan. Isolat BOGOR menunjukkan gejala yang berbeda dan hubungan kekerabatan yang lebih jauh dengan isolat TEGAL, KALASAN, NGEMPLAK, dan SUKOHARJO. Kelima isolat memiliki tingkat homologi yang tinggi yaitu sebesar 95.7% hingga 98.6%, dengan Tomato leaf curl New Delhi virus-[Cucumber:Indonesia] (AB613825) asal Klaten, Jawa Tengah. Analisis filogenetika menunjukkan bahwa isolat-isolat TLCV yang menginfeksi mentimun tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan isolat-isolat TLCV yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae lain (Cucurbita moschata and Luffa acutangula) dan tanaman Solanaceae (Capsicum annuum and Solanum lycopersicum). Satu ekor serangga vektor (B. tabaci) sudah dapat menularkan TLCV pada tanaman mentimun dengan kejadian penyakit sebesar 60%. Semakin banyak jumlah kutukebul yang digunakan dalam penularan TLCV, semakin tinggi kejadian penyakitnya. Kejadian penyakit tertinggi sebesar 86.67% tampak pada penularan 10 dan 20 kutukebul. Gejala pertama kali terlihat pada 8 dan 9 hari setelah inokulasi (HSI), namun gejala muncul lebih cepat seiring dengan meningkatnya jumlah kutukebul yang digunakan. Masa inkubasi paling singkat (8 HSI) tampak pada penularan menggunakan 10 ekor kutukebul. Dengan demikian, 10 ekor kutukebul merupakan jumlah yang paling efisien untuk menularkan TLCV. Kisaran inang TLCV asal mentimun mencakup beberapa spesies tanaman dari famili Cucurbitaceae (lima varietas mentimun, melon, semangka, labu, gambas) dan Solanaceae (tomat, terong, tembakau). Masa inkubasi paling singkat terlihat dari hasil penularan pada tanaman tomat yaitu 9 HSI. Kejadian penyakit paling tinggi (91.67%) terjadi pada tanaman mentimun varietas Sabana, sedangkan paling rendah (16.67%) terjadi pada tanaman tembakau. Masa inkubasi dan kejadian penyakit akibat infeksi TLCV pada tanaman Cucurbitaceae dan Solanaceae tidak berbeda banyak, tetapi jenis gejala yang muncul tampak lebih parah pada tanaman mentimun dibandingkan tanaman Cucurbitaceae lain maupun tanaman Solanaceae. Interaksi antara isolat Begomovirus dan jenis/varietas tanaman mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Pada tanaman mentimun kejadian penyakit paling rendah (40%) terjadi pada varietas Vario dengan masa inkubasi lebih panjang. Pengetahuan mengenai kisaran inang dan sifat penularan TLCV asal mentimun sangat penting dalam upaya pengendalian penyakit. Keberadaan tanaman inang dapat mempertahankan keberadaan TLCV dan menjadi sumber inokulum di lapangan, sehingga menyebabkan intensitas penyakit yang tinggi
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/118265
Appears in Collections:MT - Agriculture

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2014dns.pdf
  Restricted Access
Fulltext19.44 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.