Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/117561
Title: Dampak komposisi belanja pemerintahan terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan tingkat kemiskinan
Authors: Oktaviani, Rina
Rachbini, Didik J
Firdaus, Muhammad
Hartati, Enny Sri
Issue Date: 2012
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Komposisi belanja pemerintah Indonesia setelah krisis ekonomi 1997 semakin didominasi oleh belanja rutin. Jika sebelum krisis rata-rata proporsi belanja rutin sebesar 60 persen dan belanja pembangunan 40 persen, namun pada tahun 2010 belanja rutin hampir mencapai 80 persen. Peningkatan porsi belanja rutin tersebut, awalnya merupakan konsekuensi dampak dari krisis. Sebagaimana diketahui, krisis telah mengakibatkan tingginya inflasi, tingkat suku bunga dan depresiasi nilai tukar. Pada tahun 1998 inflasi mencapai 77 persen, suku bunga SBI 3 bulan mencapai 50 persen dan Rupiah terdepresiasi hingga berada pada level Rp9 875 per dollar (235 persen). Instabilitas sektor moneter tersebut tentunya berpengaruh pada belanja rutin Pemerintah, utamanya untuk belanja gaji pegawai, subsidi, dan pembayaran bunga utang. Selama enam (6) tahun terakhir kondisi makro ekonomi Indonesia relatif berada dalam kondisi yang stabil. Selama 2006-2010 rata-rata tingkat inflasi sudah kembali berada pada kisaran 6.8 persen, suku bunga SBI 3 bulan sekitar 8.7 persen dan nilai tukar relatif stabil berada pada kisaran Rp9 499 per dolar. Namun demikian porsi belanja rutin Pemerintah tetap terus mengalami peningkatan. Peningkatan terbesar pada belanja subsidi, belanja pegawai, dan pembayaran bunga utang. Selama 2006-2010, belanja subsidi rata-rata meningkat sebesar 19.7%, terutama untuk subsidi BBM. Kenaikkan subsidi BBM disebabkan oleh peningkatan konsumsi BBM rata-rata 5 persen per tahun. Pada tahun 2010 konsumsi BBM Indonesia sekitar 1.3 juta barel per hari. Sementara produksi kilang minyak Indonesia rata-rata hanya mencapai sekitar 700 ribu barel per hari. Indonesia merupakan negara importer neto BBM, sementara harga BBM ditentukan oleh Pemerintah (administered Price). Akibatnya ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia kebutuhan subsidi menjadi membengkak. Demikian juga belanja pegawai rata-rata meningkat sebesar 22.48 persen. Peningkatan ini disamping dipicu oleh inflasi juga didorong adanya kebijakan pemekaran wilayah sehingga jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengalami peningkatan drastis. Disisi lain defisit anggaran yang dibiayai dengan utang, telah berdampak pada meningkatnya akumulasi utang pemerintah, sehingga porsi beban pembayaran bunga utang mencapai 14.7 persen dari total belanja pusat. Tingginya beban belanja rutin tersebut berakibat belanja modal hanya mendapatkan porsi sekitar 12.5 persen, sehingga sangat terbatas untuk dapat membiayai pembangunan infrastruktur. Proporsi belanja modal tersebut jelas tidak ideal, apalagi jika dibandingkan dengan proporsi belanja modal negara-negara lain. Malaysia mempunyai porsi belanja modal mencapai 31 persen, Thailand 20.2 persen, dan Vietnam 28.4 persen. Kondisi ini menyebabkan ruang fiskal hanya berkisar 4-5 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Rendahnya ruang..dst
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/117561
Appears in Collections:DT - Agriculture

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2012esh.pdf
  Restricted Access
Full text3.39 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.