Toksisitas Beberapa Insektisida Sintetik terhadap Klanceng Tetragonula laeviceps Smith. (Apidae: Meliponini)

Abstract

Aplikasi insektisida secara intensif diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya colony collapse disorder (CCD) atau fenomena penurunan jumlah koloni lebah di dunia. Lebah memiliki peranan yang besar dalam membantu proses penyerbukan tanaman dan sebagian besar spesies lebah merupakan serangga penyerbuk yang efektif dalam meningkatkan hasil produksi komoditi pertanian. Salah satu lebah yang banyak dibudidayakan dan ditemukan di sekitar pertanaman adalah klanceng atau lebah tanpa sengat Tetragonula laeviceps (Apidae: Meliponini). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan insektisida dapat memengaruhi aktivitas mencari makan, aktivitas keluar masuk sarang, dan perilaku sosial lebah sehingga hal ini dapat memengaruhi perkembangan dan kelangsungan hidup koloninya. Namun, penelitian toksisitas insektisida terhadap lebah T. laeviceps menggunakan beberapa metode pemaparan dan uji semilapangan belum banyak dilakukan di Indonesia. Pengujian toksisitas lima insektisida sintetik terhadap T. laeviceps dilakukan dengan paparan secara kontak dan oral pada skala laboratorium dengan waktu pengamatan 24 dan 48 jam setelah perlakuan (JSP), sedangkan pengaruh aplikasi insektisida terhadap aktivitas lebah dilakukan pada skala semilapangan. Insektisida yang digunakan dalam uji toksisitas meliputi imidakloprid 200 g/L, fipronil 50 g/L, lambda-sihalotrin 25 g/L, profenofos 500 g/L, dan klorantraniliprol 50 g/L dilanjutkan dengan uji semilapangan di pertanaman mentimun menggunakan insektisida imidakloprid, fipronil, dan profenofos dengan konsentrasi formulasi aplikasi berturut-turut 1 ml/L, 2 ml/L, dan 2 ml/L air. Hasil uji toksisitas di laboratorium menunjukkan bahwa insektisida imidakloprid, fipronil, lambda-sihalotrin, dan profenofos menyebabkan efek toksik pada lebah T. laeviceps pada paparan kontak (topikal dan residu) dan oral, sedangkan insektisida klorantraniliprol hanya menyebabkan kematian secara topikal dan oral. Hasil analisis probit menunjukkan nilai LC50 insektisida imidakloprid dan fipronil pada paparan topikal dan oral lebih rendah dibandingkan dengan paparan residu. Insektisida lambda-sihalotrin dan profenofos memiliki nilai LC50 paling rendah pada paparan topikal. Hal ini berbanding terbalik dengan insektisida klorantraniliprol, yang memiliki nilai LC50 paling rendah pada paparan oral. Nilai LC95 insektisida imidakloprid, fipronil, dan profenofos lebih rendah dari konsentrasi anjuran pada ketiga metode paparan, sedangkan insektisida lambda-sihalotrin memiliki nilai LC95 yang lebih rendah dari konsentrasi anjuran hanya pada paparan topikal. Berbeda dengan keempat insektisida lainnya, insektisida klorantraniliprol memiliki nilai LC95 yang lebih besar dari konsentrasi anjuran pada kedua metode paparan. Hasil perbandingan nilai dosis letal menunjukkan bahwa nilai LD50 yang didapatkan pada pengujian terhadap lebah T. laeviceps lebih rendah dari nilai LD50 pada spesies lebah yang lain yang telah dilaporkan. Hal ini menunjukkan bahwa lebah T. laeviceps lebih sensitif terhadap insektisida. Klasifikasi berdasarkan nilai LD50 menurut United States Environmental Protection Agency (US EPA) dan European Commission (EC) menunjukkan bahwa insektisida imidakloprid, fipronil, lambda-sihalotrin, dan profenofos bersifat sangat toksik dan memerlukan analisis resiko, sedangkan insektisida klorantraniliprol diklasifikasikan sebagai moderat toksik dengan resiko rendah. Pada hasil uji semilapangan, insektisida imidakloprid dan fipronil menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap aktivitas keluar masuk sarang dan sangat signifikan terhadap aktivas kunjungan lebah pada tanaman mentimun, sedangkan perlakuan insektisida profenofos menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata dengan kontrol. Kematian lebah ditemukan di seluruh petak perlakuan dengan kematian tertinggi pada perlakuan insektisida profenofos. Namun, kematian koloni lebah juga ditemukan di dalam sarang pada perlakuan insektisida fipronil. Hasil perhitungan bobot buah panen juga menunjukkan bahwa perlakuan insektisida imidakloprid dan fipronil memiliki bobot buah mentimun yang lebih ringan dibandingkan dengan perlakuan insektisida profenofos dan kontrol.

The intensive application of insecticides is thought to be one of the causes of Colony Collapse Disorder (CCD) or the phenomenon of a decrease in the number of bee colonies worldwide. Bees have a major role in assisting the process of pollinating plants, and most species of bees are effective pollinators in increasing the production of agricultural commodities. The stingless bee Tetragonula laeviceps (Apidae: Meliponini) is widely cultivated and found around plantations. Several studies have shown that insecticides can affect foraging activities, homing behaviour, and bees' social behaviour, which can affect the development and survival of the colony. However, studies of insecticide toxicity on T. laeviceps bees using several exposure methods and semi-field tests have yet to be widely carried out in Indonesia. Toxicity testing of five synthetic insecticides against T. laeviceps was carried out by contact and oral exposure on the laboratory scale with an observation time of 24 and 48 hours after treatment (HAT), while the effect of insecticide application on bee activity was carried out on the semi-field scale. The insecticides used in the toxicity test were imidacloprid 200 g/L, fipronil 50 g/L, lambda-cyhalothrin 25 g/L, profenofos 500 g/L, and chlorantraniliprole 50 g/L followed by a semi-field test in cucumber plantation using imidacloprid, fipronil, and profenofos with application concentrations of 1 ml/L, 2 ml/L, and 2 ml/L water, respectively. Toxicity test results in the laboratory showed that the imidacloprid, fipronil, lambda-cyhalothrin, and profenofos insecticides caused toxic effects on T. laeviceps bees on contact (topical and residue) and oral exposure. In contrast, chloraniliprole only caused death topically and orally. The results of probit analysis showed that the LC50 values of imidacloprid and fipronil insecticides on topical and oral exposure were lower than residual exposure. The lambda-cyhalothrin and profenofos insecticides had the lowest LC50 values on topical exposure, and chlorantraniliprole had the lowest LC50 value upon oral exposure. The LC95 values of the imidacloprid, fipronil, and profenofos insecticides were lower than the recommended concentrations for the three exposure methods. The lambda-cyhalothrin insecticide had a lower LC95 value than the recommended concentrations for topical exposure. In contrast to the other four insecticides, chlorantraniliprole insecticide had an LC95 value greater than the recommended concentration in the two exposure methods. The results of the comparison of lethal dose values showed that the LD50 values obtained in the tests on T. laeviceps bees were lower than the LD50 values of other bee species that have been reported. This result showed that T. laeviceps bees are more sensitive to insecticides. Classification based on the LD50 value according to the United States Environmental Protection Agency (US EPA) and European Commission (EC) shows that the imidacloprid, fipronil, lambda-cyhalothrin, and profenofos insecticides were highly toxic and required risk assessment, while the insecticide chlorantraniliprole was classified as moderately toxic with low risk. In semi-field test results, imidacloprid and fipronil insecticides caused a significant decrease in the leave-return and bee-visiting activities on cucumber flowers. However, the profenofos insecticide treatment showed no significant difference from the control. Bee mortality was found in all treatment plots, with the highest mortality in the profenofos insecticide treatment. However, the death of bee colonies was also found in the hive with the fipronil insecticide treatment. The calculation of harvested fruit weight also showed that the imidacloprid and fipronil insecticide treatments had lower cucumber fruit weights than the profenofos treatment and control.