Isolat Fungi Anaerob Unggulan Asal Rumen Kerbau sebagai Kandidat Probiotik Peningkat Kecernaan Ternak Ruminansia

Abstract

Fungi anaerob merupakan mikroba yang berperan penting di dalam rumen terutama pada proses degradasi serat pakan karena fungi anaerob memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim selulase dan hemiselulase serta menghasilkan rhizoid yang dapat menembus partikel pakan sehingga terjadi proses degradasi pakan secara mekanis. Fungi anaerob dapat dijadikan sebagai kandidat probiotik bagi ternak ruminansia yang diberi pakan dengan kualitas rendah. Namun di Indonesia belum banyak penelitian yang dilakukan untuk mengevaluasi potensi fungi anaerob. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan kandidat probiotik fungi anaerob unggulan asal rumen kerbau untuk meningkatkan fermentasi dan kecernaan ternak ruminansia. Penelitian ini terdiri dari 3 tahap penelitian dimana penelitian tahap pertama adalah menganalisis susunan basa nitrogen 5 isolat fungi yang diisolasi dari rumen kerbau untuk menentukan jenis dari fungi tersebut. Fungi anaerob asal rumen kerbau memiliki kekerabatan terdekat dengan fungi anaerob jenis Piromyces sp. untuk isolat fungi 1 dan fungi 3, Caecomyces sp. untuk isolat fungi 2 dan fungi 5 serta Neocallimastix frontalis untuk isolat fungi 4. Pada tahapan ini juga dilakukan analisis laju pertumbuhan, aktivitas enzim selulase dan konsentrasi produk fermentasi dari masing – masing isolat fungi. Fungi anaerob memiliki laju pertumbuhan yang berbeda – beda pada setiap jenisnya dimana fungi anaerob jenis N. frontalis memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan fungi jenis Caecomyces sp., dan Piromyces sp.. Hal ini terlihat dari tingginya biomassa yang dibentuk oleh N. frontalis. Hasil juga menunjukkan bahwa seluruh fungi anaerob memiliki aktivitas enzim selulase karena mampu mendegradasi Carboxymethyl Cellulose (CMC), Avicel dan Filter Paper sebagai substratnya. Seluruh fungi anaerob menghasilkan asam asetat, asam format, asam laktat, etanol, hidrogen (H2), dan karbon dioksida (CO2) sebagai produk akhir fermentasinya dengan konsentrasi yang berbeda – beda dimana asam format merupakan produk fermentasi tertinggi yang diproduksi oleh fungi anaerob. Penelitian tahap kedua dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian lima isolat fungi anaerob asal rumen terhadap karakteristik fermentasi dan populasi mikroba rumen domba secara in vitro. Pada tahapan ini jerami padi dan rumput gajah dijadikan sebagai sumber hijauan selama proses fermentasi secara in vitro. Hasil menunjukkan bahwa karakteristik fermentasi dan populasi mikroba rumen domba dipengaruhi oleh jenis hijauan yang dijadikan sebagai sumber pakan serta jenis suplementasi fungi. Rumput gajah memiliki karakteristik fermentasi dan populasi mikroba lebih baik dibandingkan dengan jerami padi. Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan serat pada jerami padi yang dapat menurunkan kecernaan hijauan tersebut. Hasil juga menunjukkan bahwa hijauan yang ditambahkan fungi anaerob menghasilkan amonia (NH3), kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), volatile fatty acid (VFA) total, populasi bakteri, populasi protozoa dan populasi fungi lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dimana penambahan fungi anaerob jenis N. frontalis menghasilkan karakteristik fermentasi dan populasi mikroba terbaik. N. frontalis juga dapat memperbaiki karakteristik fermentasi jerami padi karena jerami padi yang ditambahkan N. frontalis menghasilkan NH3, KCBO, dan VFA total lebih tinggi dibandingkan dengan rumput gajah kontrol. Penelitian tahap ketiga dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan fungi anaerob terhadap kecernaan serat pada rumen domba secara in vitro. Kecernaan serat dipengaruhi oleh jenis hijauan dan jenis suplementasi dimana rumput gajah memiliki kecernaan serat lebih tinggi dibandingkan jerami padi. Penambahan fungi anaerob jenis Caecomyces sp., Piromyces sp., dan N. frontalis meningkatkan kecernaan neutral detergent fiber (NDF), acid detergent fiber (ADF), hemiselulosa dan selulosa namun tidak meningkatkan kecernaan lignin. Penambahan fungi anaerob jenis N. frontalis memiliki kecernaan serat tertinggi yaitu 49,02% kecernaan NDF, 42,11% kecernaan ADF, 44,28% kecernaan hemiselulosa dan 38,60% kecernaan selulosa. Berdasarkan hasil analisis pada tahap satu, dua dan tiga dapat disimpulkan bahwa penambahan fungi anaerob jenis N. frontalis dapat dijadikan sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan karakteristik fermentasi dan kecernaan serat pada ternak terutama ternak yang diberikan pakan berkualitas rendah. Dapat disimpulkan juga bahwa isolat fungi anaerob jenis N. frontalis memiliki potensi untuk dijadikan sebagai kandidat probiotik bagi ternak ruminansia karena memiliki aktivitas enzim selulase dan kecernaan serat yang tinggi sehingga dapat memperbaiki karakteristik fermentasi ternak ruminansia.

Anaerobic fungi are microbes that play an important role in the rumen, especially in the process of degradation of feed fiber. Anaerobic fungi have the ability to produce cellulase and hemicellulase enzymes and produce rhizoids that can penetrate feed particles so the mechanical degradation process occurs. Anaerobic fungi can be used as probiotic candidates for ruminants fed with low-quality forage. In Indonesia, not much research has been conducted to evaluate the potential of anaerobic fungi. The main objective of this research was to obtain superior anaerobic fungi probiotic candidates from buffalo rumen to increase fermentation and digestibility in ruminants. This study consisted 3 phases of research. The first phase analyzed the nitrogenous base composition of 5 isolates of fungi isolated from buffalo rumen to determine the type of these fungi. The anaerobic fungi from buffalo rumen were closely related to anaerobic fungi type Piromyces sp. (Fungi 1 and Fungi 3), Caecomyces sp. (Fungi 2 and Fungi 5), and Neocallimastix frontalis (Fungi 4). At this stage, analysis of the growth rate, cellulase enzyme activity, and the concentration of fermentation products was also carried out on each fungal isolate. Each type of anaerobic fungi had a different growth rate and anaerobic fungi type N. frontalis had a higher growth rate than Caecomyces sp., and Piromyces sp.. This can be seen from the high biomass formed by N. frontalis. The results also showed that all anaerobic fungi had cellulase anzyme activity because they were able to degrade Carboxymethyl Cellulose (CMC), Avicel, and Filter Paper as substrates. All anaerobic fungi produce acetic acid, formic acid, lactic acid, ethanol, hydrogen (H2), and carbon dioxide (CO2) as fermentation end products with different concentrations which formic acid was the highest fermentation product produced by anaerobic fungi. The second phase of this study was conducted to evaluate the effect of five isolates anaerobic fungi adding on fermentation characteristics and microbial population of the in vitro sheep rumen. At this stage, rice straw and elephant grass were used as forage sources during in vitro fermentation process. The results showed that the fermentation characteristics and microbial population of sheep rumen were influenced by the type of forage used as a feed source and the type of fungal supplementation. Elephant grass has better fermentation characteristics and microbial population than rice straw. This is due to the high fiber content in rice straw which can reduce the digestibility of the forage. The results also showed that forage added by anaerobic fungi produces ammonium (NH3), in vitro dry matter digestibility (IVDMD), in vitro organic matter digestibility (IVOMD), total volatile fatty acid (VFA), bacterial population, protozoa population, and fungal population higher than control. The data showed that the addition of anaerobic fungi type N. frontalis resulted the best fermentation characteristics and microbial population. N. frontalis improved the fermentation characteristics of rice straw because rice straw added with N. frontalis produced NH3, IVOMD, and total VFA higher than control elephant grass. The third stage of this study was conducted to evaluate the effect of adding anaerobic fungi to fiber digestibility in the rumen of sheep in vitro. The fiber digestibility was influenced by the type of forage and the type of supplementation which elephant grass had a higher fiber digestibility than rice straw. The addition of anaerobic fungi type Caecomyces sp., Piromyces sp., and N. frontalis increased the digestibility of neutral detergent fiber (NDF), acid detergent fiber (ADF), hemicellulose and cellulose but did not increase the digestibility of lignin. The addition of anaerobic fungi type N. frontalis had the fiber digestibilty which is 49,02% digestibility of NDF, 42,11% digestibility of ADF, 44,28% digestibility of hemicellulose and 38,60% digestibility of cellulose. Based on the results in stages one, two and three, it can be concluded that the addition of anaerobic fungi type N. frontalis can be used as an effort to improve the fermentation characteristics and fiber digestibility in ruminants especially ruminants fed with low-quality forage. It can also be concluded that the isolate anaerobic fungi type N. frontalis has the potential to be used as probiotic candidates for ruminants because it has high cellulase enzyme activity and fiber digestibility so it can improve the fermentation characteristics of ruminants.