Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/116471
Title: Dinamika dan Emisi Mikroplastik di Teluk Jakarta
Authors: Prartono, Tri
Riani, Etty
Koropitan, Alan Frendy
Naulita, Yuli
Purwiyanto, Anna Ida Sunaryo
Issue Date: 30-Jan-2023
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Mikroplastik merupakan partikel dengan kisaran 1-5000 µm yang tersusun atas bahan polimer sintetis. Berbagai aktifitas (sanitasi, emisi lalu lintas, industri, pertanian, perikanan) merupakan sumber mikroplastik di alam. Mikroplastik tersebut kemudian mengalami transport ke perairan, melalui run off, aliran sungai, bahkan melayang di udara (mikroplastik atmosferik). Mikroplastik tersebut merupakan partikel padat dengan berbagai macam komposisi. Komponen utama mikroplastik adalah polimer yang kemudian diberi zat aditif sesuai peruntukan penggunaan plastik ketika berada dalam bentuk makro. Salah satu perairan yang mengalami tekanan mikroplastik dari sumber dan transportasi tersebut adalah Teluk Jakarta. Informasi keberadaan mikroplastik di Teluk Jakarta telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya. Namun penelitian-penelitian tersebu masih bersifat dasar dan belum terintegrasi dengan baik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis bagaimana dinamika dan neraca mikroplastik, serta mendeteksi kandungan zat aditif (phthalate) pada mikroplastik di Teluk Jakarta. Sampling mikroplastik dilakukan terhadap mikroplastik atmosferik, mikroplastik di permukaan perairan dan sedimen. Sampling mikroplastik atmosferik dilakukan selama 12 bulan (Maret 2018 – Februari 2019) di atap gedung Pusat Penelitian Oseanografi - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ancol. Sampling menggunakan manual raingauge yang dipasang selama 96 jam setiap bulannya, dengan 3 kali pengulangan. Sampling mikroplastik di perairan dan sedimen pada bulan Agustus 2020 pada sembilan muara sungai di sekitar Teluk Jakarta (Sungai Dadap, Sungai Angke, Sungai Pluit, Sungai Ciliwung, Sungai Kali Item, Sungai Koja, Sungai Cilincing, Sungai Marunda, dan Sungai Bekasi). Sembilan muara sungai tersebut berada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbeda-beda, dengan kepadatan penduduk yang berbeda pula. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan round net dan vanven grab, dengan 3 kali pengulangan pada setiap stasiun. Neraca mikroplastik di Teluk Jakarta dianalisis dengan mempertimbangkan factor lingkungan seperti curah hujan, kecepatan angin, debit air sungai, jumlah partikel pada masin-masing stasiun, dan laju sedimentasi. Hasil perhitungan emisi dan perbandingan dominasi karakteristik mikroplastik digunakan dalam memprediksi fluks mikroplastik. Zat phthalate yang terkandung pada mikroplastik dideteksi menggunakan Micro-Raman Spectroscopic pada 25 sampel di perairan dan sedimen yang telah teridentifikasi sebagai mikroplastik. Mikroplastik atmosferik tertangkap pada raingauge setiap bulan, dengan kelimpahan rata-rata 1,83 partikel/bulan. Kelimpahan mikroplastik yang diperoleh pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan musim kemarau. Hal ini diduga karena adanya pengaruh intensitas cahaya matahari, angin dan curah hujan yang berbeda antara kedua musim tersebut. Meski demikian, secara statistik tidak ditemukan adanya perbedaan nyata pada kelimpahan mikroplastik setiap bulannya (p>0,05). Karakteristik yang mendominasi mikroplastik atmosferik di Ancol adalah bentuk fiber, rentang ukuran 300-500 µm, dan jenis polimer polyester (PET). Dominasi karakteristik tersebut mengindikasikan bahwa mikroplastik atmosferik yang ditemukan berasal dari emisi lokal penduduk sekitarnya. Perairan dan sedimen muara sungai juga berkontribusi terhadap pencemaran mikroplastik untuk Teluk Jakarta. Kelimpahan mikroplastik di permukaan air pada 9 muara sungai berkisar 9,729 – 89,164 partikel/m3, dengan rata-rata 48,179 ± 21,960 partikel/m3. Kelimpahan mikroplastik tertinggi diperoleh di Sungai Dadap (Stasiun 1), dan terendah pada Muara Sungai Angke (Stasiun 2). Secara statistik, setiap muara sungai tidak memberikan kelimpahan yang berbeda nyata (p>0,05). Berdasarkan lokasi secara administratif, mikroplastik yang masuk dari wilayah Tangerang (Stasiun 1) memiliki kelimpahan lebih besar (67,777 ± 5,656 partikel/m3) dibandingkan Jakarta Utara (Stasiun 2-8) (47,715 ± 4,207 partikel/m3) dan Bekasi (Stasiun 9) (31,834 ± 2,503 partikel/m3). Kelimpahan mikroplastik pada sembilan muara sungai ini sejalan dengan jumlah makrodebris pada masing-masing lokasi. Namun tidak dipengaruhi oleh kepadatan penduduk pada masing-masing DAS. Mikroplastik pada perairan memiliki dominasi karakteristik yang menunjukkan sumber domestik, yaitu bentuk fragmen, rentang ukuran 300-500 µm, dan jenis polimer polyetilene (PE). Kelimpahan mikroplastik di perairan akan berkorelasi dengan kelimpahannya di sedimen. Secara statistik, hal ini dibuktikan dengan nilai korelasi yang tinggi (r = 0,82). Kelimpahan mikroplastik di sedimen pada 9 muara sungai berkisar 604-3108,97 partikel/kg berat kering sedimen, dengan rata-rata 1977,56 partikel/kg berat kering sedimen. Kelimpahan tertinggi diperoleh di Sungai Dadap (Stasiun 1), dan terendah di Sungai Angke (Stasiun 2). Hal ini dipengaruhi oleh kecepatan arus masing-masing sungai dan aktifitas pengerukan. Uji statistik menunjukkan bahwa kelimpahan setiap stasiun tidak berbeda secara nyata (p>0,05). Secara berurutan, kelimpahan mikroplastik pada 3 wilayah administrasi muara sungai di Teluk Jakarta adalah Jakarta Utara (14037,20 partikel/kg berat kering sedimen) > Tangerang (3108,97 partikel/kg berat kering sedimen) > Bekasi (652 partikel/kg berat kering sedimen). Bentuk mikroplastik didominasi oleh fragmen, ukuran terbanyak 300-500 µm, dan jenis polimer PE. Dominasi bentuk dan ukuran pada sedimen ini sejalan dengan karakteristik mikroplastik pada perairan. Hal ini mengindikasikan bahwa mikroplastik di sedimen merupakan mikroplastik yang terendapkan dari perairan. Keberadaan mikroplastik di atmosfer, perairan, dan sungai, menunjukkan bahwa mikroplastik di Teluk Jakarta memang berasal dari ketiga kompartmen tersebut. Deposisi mikroplastik atmosferik tertinggi pada bulan Februari 2019 (3,68 x 109 partikel/hari), dan terendah pada Juli 2018 (2,45 x 108 partikel/hari). Deposisi tersebut dipengaruhi oleh kondisi meteorologi, yaitu curah hujan dan kecepatan angin. Uji statistik memperoleh bahwa kedua faktor meteorologi tersebut memiliki korelasi positif terhadap laju deposisi mikroplastik atmosferik. Muara sungai di sekitar Teluk Jakarta juga berkontribusi terhadap mikroplastik di Teluk Jakarta. Emisi mikroplastik dari sembilan muara sungai di sekitar Teluk Jakarta tertinggi dari Sungai Ciliwung (1,26 x 107 partikel/hari), dan terendah dari Sungai Angke (16,71 x 107 partikel/hari), dengan rata-rata 6,71 x 107 ± 5,83 x 107 partikel/hari. Berdasarkan daerah adminitrasinya, neraca dari Jakarta Utara > Tangerang > Bekasi. Emisi mikroplastik dari perairan dipengaruhi oleh debit air dan jumlah partikel mikroplastik pada masing-masing sungai. Mikroplastik pada sedimen masing-masing muara sungai memberikan emisi rata-rata 5,42 x 106 ± 2,84 x 106 partikel/hari. Berdasarkan emisi, fluks dan dominasi karakteristik mikroplastik dari atmosfer, perairan, dan sedimen, dinamika mikroplastik di Teluk Jakarta dapat diprediksi. Mikroplastik dari permukaan air sembilan muara sungai memberikan emisi yang paling tinggi, namun memiliki karakteristik yang berbeda dengan mikroplastik atmosferik. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat mekanisme alami lain yang belum diketahui untuk mikroplastik atmosfer. Tingginya emisi mikroplastik di Teluk Jakarta mengakibatkan pada puncak musim timur, Teluk Jakarta mengakumulasi mikroplasstik di perairan. Bahkan tanpa adanya flushing dari massa air sekitarnya, mikroplastik memiliki waktu tinggal yang cukup lama (21 hari) di perairan Teluk Jakarta. Kesamaan karakteristik mikroplastik dari sedimen mengindikasikan bahwa sedimen diduga memberikan kontribusi terhadap mikroplastik di Teluk Jakarta melalui kemungkinan resuspensi mikroplastik dari sedimen menuju kolom air. Meski demikian hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut. Mikroplastik yang diperoleh dari sembilan muara sungai tidak lagi mengandung zat phthalate pada partikelnya. Hal ini tampak dari tidak adanya puncak gelombang pada spektrum 3074, 1726, 1600, 1580, 1040, dan 652 cm-1. Hal tersebut mengarahkan hipotesa bahwa tidak ditemukannya kandungan phthalate pada sampel mikroplastik di muara sungai sekitar Teluk Jakarta disebabkan karena zat tersebut telah sepenuhnya terlepas dari partikel mikroplastik. Kandungan phthalate kemungkinan berada pada perairan ataupun sedimen di muara sungai sekitar Teluk Jakarta. Namun hipotesa tersebut masih memerlukan penelitian lebih jauh mengingat kandungan phthalate di Teluk Jakarta belum pernah dikaji secara mendalam.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/116471
Appears in Collections:DT - Fisheries

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Cover.pdfCover534.89 kBAdobe PDFView/Open
ANNA IDA SUNARYO PURWIYANTO.pdf
  Restricted Access
Fulltext10.42 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.