Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keberlanjutan Inovasi Sawah Bukaan Baru di Kabupaten Bangka

Abstract

Beras merupakan salah satu komoditas pangan yang menjadi kebutuhan pokok bagi setiap individu dalam suatu komunitas. Oleh karena itu ketersediaan beras harus terjamin dan mencukupi hingga level rumah tangga. Ketahanan pangan di Indonesia khususnya beras, saat ini menghadapi banyak tantangan antara lain alih fungsi lahan, menurunnya kesuburan tanah, harga saprodi yang terus meningkat dan isu perubahan iklim. Salah satu kebijakan pemerintah untuk menjawab tantangan tersebut adalah dengan program pengembangan sawah bukaan baru yang dilaksanakan di Indonesia termasuk di Kabupaten Bangka. Melalui program ini diharapkan ketersediaan pangan khususnya beras menjadi meningkat. Tantangan yang muncul setelah program ini digulirkan adalah masalah keberlanjutan inovasinya. Oleh karena itu, status keberlanjutan inovasi sawah bukaan baru dan faktor-faktor yang memengaruhinya menjadi penting untuk dikaji secara ilmiah berdasarkan riset dari data statistik yang benar. Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis tingkat keberlanjutan inovasi sawah bukaan baru, 2) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi keberlanjutan inovasi sawah bukaan baru. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan metode survei. Data primer dikumpulkan bulan April sampai Juni 2022. Responden dalam penelitian ini merupakan petani sawah bukaan baru di Desa Kemuja dan Desa Balunijuk Kabupaten Bangka yang berjumlah 121orang. Jumlah responden ditentukan secara proporsional melalui metode cluster sampling. Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara terstruktur mengunakan kuesioner, wawancara mendalam, dan observasi langsung ke lapangan. Data penelitian di input ke dalam program excell. Data selanjutnya dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel frekuensi dan analisis Partial Least Square (PLS) dengan aplikasi SmartPLS3. Usia petani sawah bukaan baru di Desa Kemuja dan Desa Balunijuk berada pada rentang 20-76 tahun. Mayoritas petani di kedua desa tersebut masuk kategori usia produktif yang menunjukkan bahwa petani sawah bukaan baru di kedua desa tersebut secara fisik dan pola pikir berada pada kondisi optimal untuk melakukan kegiatan inovasinya. Tingkat pendidikan petani masuk kategori sedang dengan rata-rata petani telah mengenyam pendidikan selama 9,8 tahun sehingga petani sudah mampu membaca dan menulis. Pengalaman inovasi sawah bukaan baru masuk kategori rendah dengan rata-rata pengalaman 3,4 tahun. Luas lahan sawah masuk kategori sempit dengan rata-rata 0,6 hektar. Karakteristik sawah bukaan baru adalah sifat-sifat khas sawah bukaan baru di Desa Kemuja dan Desa Balunijuk yang meliputi keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, triabilitas, dan observabilitas. Keuntungan relatif sawah bukaan baru masuk kategori lebih rendah dibandingkan dengan inovasi sebelumnya, sedangkan kompatibilitas masuk kategori sesuai. Petani menganggap sawah bukaan baru memiliki kompleksitas yang tinggi dan lebih rumit tetapi triabilitas atau ketercobaannya bisa dilakukan dan sama dengan inovasi lainnya. Petani juga menilai observabilitas sawah bukaan baru sama dengan komoditas pertanian yang lainnya. Peran penyuluhan dalam mendukung keberlanjutan sawah bukaan baru masuk kategori sedang. Pendekatan penyuluhan yang diterapkan pada sawah bukaan baru di Desa Kemuja dan Desa Balunijuk antara lain pertemuan kelompok tani, anjangsana perorangan dan demonstrasi plot. Dukungan kelompok dan dukungan kebijakan pemerintah tani sangat diperlukan bagi keberlanjutan inovasi sawah bukaan baru. Berdasarkan hasil analisis kedua indikator tersebut masuk kategori sedang. Motivasi dalam penelitian ini dibatasi pada 3 (tiga) indikator yaitu kebutuhan pokok, kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan sosial. Hasil analisis menunjukkan motivasi petani sawah bukaan baru pada ketiga indikator tersebut masuk kategori sedang. Motivasi petani dalam mengelola sawah bukaan baru cukup baik sehingga keberlanjutan inovasi dapat terjaga. Berdasarkan uji statistik inferensial keberlanjutan inovasi sawah bukaan baru dipengaruhi oleh dukungan eksternal (dukungan penyuluhan, dukungan kelompok tani, dan dukungan kebijakan), karakteristik inovasi (keuntungan relatif, kompatibilitas, dan observabilitas) dan motivasi (kebutuhan pokok, kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan sosial). Hasil analisis jalur (path coefficient) menunjukkan nilai p-value masing-masing sebesar 0,000 untuk dukungan eksternal, 0,006 untuk motivasi, dan 0,017 untuk karakteristik inovasi (< α 0,05). Nilai ini menunjukkan bahwa ketiga variabel berpengaruh secara signifikan terhadap keberlanjutan inovasi sawah bukaan baru. Inovasi sawah bukaan baru di Kabupaten Bangka pada aspek produksi dan pemasaran memiliki potensi cukup berlanjut, sedangkan untuk aspek keuntungan inovasi kurang menguntungkan sehingga kurang berlanjut. Produktivitas sawah bukaan baru masih relatif rendah karena teknik berusahatani sawah belum dikuasai dengan baik. Pada aspek pemasaran petani tidak mengalami kesulitan dalam memasarkan beras hasil pengelolaan sawah bukaan baru. Pada aspek keuntungan usaha, inovasi sawah bukaan baru kurang menguntungkan bagi petani di Kabupaten Bangka kecuali pada petani yang sudah menerapkan kombinasi padi dengan tanaman sayuran.

Rice is a food commodity that is a basic need for every individual in a community. Therefore the availability of rice must be guaranteed and sufficient at the household level. Food security in Indonesia, especially rice, is currently facing many challenges including land conversion, declining soil fertility, rising production input prices, and climate change issues. One of the government policies to answer this challenge is the program to develop new rice fields which is implemented in Indonesia, including in Bangka Regency. Through this program, it is hoped that the availability of food, especially rice, will increase. The challenge that arose after this program was rolled out was the issue of the sustainability of its innovations. Therefore, it is important to study the sustainability status of new rice field innovations and the factors that influence them to be studied scientifically based on research based on correct statistical data. This study aims to 1) analyze the level of sustainability of new rice field innovations, 2) analyze the factors that influence the sustainability of new rice field innovations. This research was carried out using a survey method approach. Primary data was collected from April to June 2022. Respondents in this study were new rice field farmers in Kemuja and Balunijuk Villages, Bangka Regency, totaling 121 people. The number of respondents is determined proportionally through the cluster sampling method. Research data were collected through structured interviews using questionnaires, in-depth interviews, and direct field observations. Research data is inputted into the Excel program. The data were then analyzed descriptively using frequency-tabulation and Partial Least Square (PLS) analysis with the SmartPLS3 application. The age of the new rice field farmers in Kemuja and Balunijuk Villages is in the range of 20-76 years. The majority of farmers in the two villages are in the productive age category which indicates that the new rice field farmers in the two villages are physically and mentally in optimal condition to carry out their farming activities. The level of education of farmers is in the medium category with an average of 9.8 years of education so that farmers can read and write. Experience in farming rice fields with new openings is in the low category with an average experience of 3.4 years. The area of paddy fields is in the narrow category with an average of 0.6 hectares. Characteristics of newly opened paddy fields are the typical characteristics of newly opened paddy fields in Kemuja and Balunijuk Villages which include relative advantage, compatibility, complexity, triability, and observability. The relative advantage of newly opened paddy fields is in the lower category compared to previous farming, while compatibility is in the appropriate category. Farmers consider newly opened rice fields to have high complexity and more complicated but the triability or experimentation can be done and is the same as other farming. Farmers also assess the observability of newly opened rice fields to be the same as other agricultural commodities. The role of counseling in supporting the sustainability of newly opened rice fields is in the medium category. The extension approach applied to the newly opened rice fields in Kemuja and Balunijuk Villages included farmer group meetings, individual visits, and plot demonstrations. Group support and support from farmer government policies are needed for the sustainability of new rice field farming. Based on the results of the analysis of the two indicators, they are in the medium category. Motivation in this study is limited to 3 (three) indicators, namely basic needs, the need for security, and social needs. The results of the analysis show that the motivation of new opening rice farmers in the three indicators is in the medium category. Farmers' motivation in managing newly opened rice fields is quite good so that the sustainability of farming can be maintained. Based on inferential statistical tests, the sustainability of new open-field farming is influenced by external support (extension support, farmer group support, and policy support), innovation characteristics (relative advantage, compatibility, and observability), and motivation (basic needs, security needs, and social needs). The results of the path analysis (path coefficient) show a p-value of 0.000 for external support, 0.006 for motivation, and 0.017 for innovation characteristics (< α 0.05). This value indicates that three variables have a significant effect on the sustainability of new rice field farming. The innovation of a new rice field in Bangka Regency in terms of production and marketing has the potential to be sufficiently sustainable, while for the profit aspect the innovation is less profitable so it is not sustainable. The productivity of newly opened rice fields is still relatively low because rice farming techniques have not been well mastered. In the marketing aspect, farmers have no difficulty in marketing rice from the management of new rice fields. In the aspect of business profit, the innovation of new rice fields is less profitable for farmers in Bangka Regency except for farmers who have implemented a combination of rice and vegetable crops.