Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/115657
Title: Faktor Penghambat Pengelolaan Program Dana Desa: Tinjauan Perspektif Kelembagaan
Authors: Priyarsono, Dominicus Savio
Rindayati, Wiwiek
Seminar, Annisa Utami
Ghassani, Shabrina Agustin
Issue Date: 23-Dec-2022
Publisher: IPB University
Abstract: Sejak hadirnya Nawacita poin ketiga, pembangunan di Indonesia mulai memberikan fokus pada pembangunan wilayah pedesaan. Hal ini ditunjukkan dengan hadirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Hadirnya UU No.6/2014 menegaskan pengakuan status dan kepastian hukum akan desa dalam sistem kenegaraan Republik Indonesia. Melalui UU No.6/2014, desa sebagai lokus pemerintahan terkecil di Indonesia juga diberikan tambahan pendapatan berupa Dana Desa yang dianggarkan setiap tahunnya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hadirnya Dana Desa bertujuan untuk (1) Meningkatkan pelayanan publik di Desa; (2) Mengentaskan kemiskinan; (3) Memajukan perekonomian Desa; (4) Mengatasi kesenjangan antar desa; dan (5) Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan. Kabupaten Bogor merupakan kabupaten penerima Dana Desa terbesar di Jawa Barat. Dalam hal ini, pengelolaan Dana Desa yang tepat diharapkan dapat mengatasi permasalahan kemiskinan pedesaan di Kabupaten Bogor. Namun, hingga saat masih ditemukan pelanggaran pengelolaan Dana Desa seperti pembuatan laporan fiktif, keterlambatan pelaporan, hingga penggunaan yang di luar bidang prioritasnya. Hal ini dikarenakan lemahnya kapasitas kelembagaan desa yang berdampak pada buruknya pengelolaan program Dana Desa sehingga mengakibatkan pembangunan desa yang tidak optimal. Di sisi lain, kelembagaan merupakan dimensi yang memiliki peran penting dalam pembangunan karena berperan untuk mengatur pengelolaan, efisiensi, dan keberlanjutan sumber daya. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi peran kelembagaan desa dalam pengelolaan program Dana Desa; (2) Menganalisis elemen kelembagaan yang menjadi faktor penghambat dalam program Dana Desa; dan (3) Merumuskan strategi untuk menguatkan kelembagaan desa dalam menjalankan program Dana Desa. Penelitian ini dilakukan pada studi kasus tiga desa yang berada di Kabupaten Bogor. Komposisi tiga desa studi kasus terdiri dari satu desa maju, satu desa berkembang, dan satu desa tertinggal. Nama desa disamarkan menjadi Desa X, Desa Y, dan Desa Z atas permintaan dan kesepakatan bersama informan. Pendekatan campuran (mix method) menggunakan strategi metode campuran bertahap atau sequential mixed method diterapkan dengan prosedur bertahap yang dimulai dari pengumpulan data dan analisis data secara kualitatif dan dilanjutkan dengan pengumpulan data dan analisis data secara kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi peran kelembagaan dan menganalisis faktor penghambat program Dana Desa berdasarkan perspektif kelembagaan. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk merumuskan strategi penguatan kelembagaan desa dalam menjalankan program Dana Desa. Pada pendekatan kualitatif, analisis isi dan analisis tematik digunakan sebagai metode untuk menjawab tujuan satu dan dua penelitian. Hasil analisis menunjukkan peran kelembagaan desa dalam pengelolaan program Dana Desa berdasarkan elemen kelembagaan kultural-kognitif, normatif, dan regulatif di Desa X sebagai desa dengan tipologi desa berkembang tergolong lebih baik dibandingkan Desa Y dengan tipologi desa maju dan Desa Z dengan tipologi desa tertinggal. Hal ini dikarenakan partisipasi dan kohesi sosial masyarakat Desa X didasari atas kesadaran akan hak untuk pengambilan keputusan dan pencapaian tujuan bersama. Selain itu, Kepala Desa X dinilai lebih transparan, inovatif, dan responsif dalam menjalankan program Dana Desa sehingga mampu menjalin sinergitas dan mendapatkan kepercayaan masyarakat. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa ditemukannya faktor penghambat program Dana Desa dalam setiap elemen kelembagaan. Pada elemen kultural kognitif dan normatif, rendahnya pengetahuan masyarakat di ketiga desa menghasilkan alokasi pemanfaatan Dana Desa yang tidak berorientasi pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Selain itu, pada Desa Y dan Desa Z, rendahnya pengetahuan masyarakat yang didukung oleh lemahnya transparansi dan inovasi kepala desa berakibat pada terhambatnya pengelolaan BUMDes yang optimal. Tidak hanya itu, lemahnya partisipasi dan kohesi sosial masyarakat Desa Y dan Desa Z menyebabkan masyarakat hanya berperan sebagai objek pembangunan semata. Pada elemen regulatif, lemahnya regulasi pengawasan dan evaluasi program Dana Desa di Desa Y dan Desa Z menghantarkan pada rendahnya komitmen pemerintah desa untuk mengelola Dana Desa secara tepat. Pada pendekatan kuantitatif, metode Analytical Hierarchy Process atau AHP digunakan untuk menyajikan prioritas strategi penguatan kelembagaan desa yang paling tepat berdasarkan permasalahan yang telah ditemukan. Dari lima alternatif strategi yang dihasilkan, analisis AHP menunjukkan bahwa strategi yang memiliki bobot prioritas paling besar untuk menguatkan kelembagaan desa adalah membangun regulasi yang menghadirkan skema social control untuk kegiatan evaluasi dan monitoring Dana Desa. Hal ini konsisten dengan hasil pembobotan elemen yang menjadi prioritas dalam penguatan kelembagaan desa. Elemen yang mendapatkan bobot tertinggi adalah elemen regulatif, diikuti oleh elemen normatif dan elemen kultural-kognitif.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/115657
Appears in Collections:MT - Economic and Management

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Cover.pdfCover553.04 kBAdobe PDFView/Open
Full Text_Shabrina Agustin G_H051190031.pdf
  Restricted Access
Full Text1.14 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.