Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/114900
Title: Pembentukan Pengusaha Lokal Genuine: Analisis Ekonomi Politik Pengrajin Rotan di Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat
Authors: Sumarti, Titik
Damanhuri, Didin S.
Sjaf, Sofyan
Haryono
Issue Date: 21-Jul-2022
Publisher: IPB University
Abstract: Pembentukan pengusaha lokal genuine/local genuine entrepreneurship (LGE) pada masyarakat asli Cirebon, khususnya pada pengrajin rotan, proses keberadaannya dapat dirunut sebagai berikut: Pertama, berdasarkan sejarah, wilayah Cirebon sudah dikenal sebagai salah satu wilayah perdagangan di nusantara atau dikenal dengan salah satu “jalur sutra” di nusantara. Sehingga Cirebon menjadi daerah perdagangan terbesar di Jawa Barat dengan banyak disinggahi pedagang-pedagang dari luar negeri. Kedua, berdirinya kesultanan Cirebon sekitar abad ke 15 yang dipimpin Sunan Gunung Jati sebagai sultan dan ulama (wali), meninggalkan ajaran-ajaran Islami dalam “petatah-petitih” yang tertanam dan menjadi pedoman hidup masyarakat Cirebon. Ketiga, pada struktur masyarakat Cirebon, pengrajin rotan menempati kedudukan ke tiga setelah ulama (kiyai) dan priyayi (bangsawan). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis tentang: (1) bentuk sumber kekuatan sosial budaya yang memungkinkan golongan masyarakat tampil menjadi local genuine entrepreneurship (LGE), (2) fenomena ekonomi politik local genuine entrepreneurship (LGE) dalam mengembangkan industri kerajinan rotan, (3) keterlekatan tindakan ekonomi local genuine entrepreneurship (LGE) dalam jaringan sosial, dan (4) kebermanfaatan local genuine entrepreneurship (LGE) pada masyarakat Cirebon. Pendekatan teoritis yang digunakan untuk memahami realitas di lapangan adalah teori keterlekatan (embeddeness) dan teori jaringan dari Granovetter (1985; 1973; 1992). Sedangkan peralatan metodologis untuk mengungkap dan menganalisis data digunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan paradigma konstruktivis (Guba dan Lincoln, 2000). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Analisis data dilakukan melalui proses reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1994). Penelitian ini menunjukan bahwa sistem sosial budaya, sebagai identitas masyarakat Cirebon, adalah dalam bentuk kearifan lokal (local wisdom) dan etika moral. Nilai-nilai lokal dalam kasus pengrajin rotan Cirebon tergambar dalam setiap tindakannya dalam menjalankan usaha. Yaitu, kejujuran dalam menjalankan usaha, nista madya utama, rame ing gawe suci ing pamri, selalu bekerja keras dalam menjalankan usaha rotan, wewaler, peringatan pengendalian diri agar tidak terjerumus dalam kehinaan (wirang), ikhlas, dan menerima apa yang sudah diterima. Etika Islami masyarakat Cirebon meliputi: tanggung jawab, kejujuran, toleransi, kesantunan, kerja keras, kasih sayang, religius dan tolong menolong. Sedangkan basis etika Islami ekonomi pengrajin rotan meliputi: sikap berserah diri kepada Tuhan, konsisten antara sikap dan kehendak, mawas diri, sadar akan kedudukannya di alam, upaya perkuat sumber daya pribadi, pamali sebagai bentuk pantangan dan pengendalian diri. Dinamika perkembangan industri rotan tidak bisa lepas dari campur tangan pemerintah dalam pengaturan tata niaga rotan. Pelaku usaha kerajinan rotan, terdiri dari pedagang bahan baku rotan, pengesub, eksportir dan pedagang lokal. Pelaku-pelaku usaha dalam rantai kerajinan rotan membentuk jaringan secara vertikal dan horizontal. Adanya industri kerajinan rotan ini membentuk tipologi sosial ekonomi politik relasi aktor dalam industri kerajinan rotan, yaitu antara lain: eksportir dengan pengesub, pedagang kerajinan rotan lokal dengan pengesub, dan pedagang bahan baku rotan dengan pengesub dan pengrajin lokalan. Gejala rent-seeking yang terjadi pada industri kerajinan rotan dapat dikategorikan berdasar level aktor pada rent-seeking lokal, rent-seeking nasional dan rent- seeking global/internasional. Tindakan ekonomi, keterlekatan dan jaringan sosial pada pengrajin rotan (pengrajin lokalan, pengesub dan eksportir) memperlihatkan bahwa tindakan mereka berorientasi pada tindakan berbasis rasionalitas moral dan rasionalitas formal. Sedangkan keterlekatan tindakan ke tiga tipologi pengrajin rotan menunjukkan nilai-nilai etika Islami yang mendominasi dalam setiap tindakan. Hal ini terlihat pada jaringan sosial dalam kepadatan jaringan, untuk menentukan keberlangsungan usaha kerajinan rotan. Selanjutnya, kebermanfaatan pengusaha lokal bagi masyarakat sekitar adalah pada bagaimana upaya pengusaha lokal dalam mempertahankan keberlanjutan usaha dan kontribusi pengusaha lokal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberlanjutan usaha atau kebertahanannya didukung oleh permodalan, bahan baku, pemasaran teknologi dan tenaga kerja. Kontribusi pengusaha lokal bisa dilihat dari terciptanya lapangan pekerjaan baru dan memberikan pendapatan dan kesejahteraan dengan meningkatnya pendapatan, pemukiman dan perumahan, kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat. Penelitian ini mengajukan suatu rumusan teoritis tentang keterlekatan etika Islami. Keterlekatan etika Islami (Islamic-etic embeddedness) yang dimaksud dalam penelitian ini merujuk pada keterlekatan tindakan sosial ekonomi yang dilakukan pengrajin rotan di Cirebon. Orang Cirebon disebut dengan Wong Cerbon, sebutan tersebut sebagai pembeda tidak hanya dalam ras, tetapi yang paling mendasar adalah dalam hal agama, yaitu Islam. Pelaksanaan ajaran agama di Cirebon masih sangat taat dan berada di bawah pengaruh kuat kiyai atau ulama. Nilai-nilai Islami yang diajarkan dan diwariskan oleh Sunan Gunung Jati masih dijalankan dan dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupannya. Berbagai bukti konkrit yang diajukan untuk mendukung argumen teoritis ini, yaitu: bagi seorang pengrajin eksportir, bahwa bekerja merupakan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, dan kerja juga dipandang sebagai ibadah. Tindakan tersebut mengingatkan bahwa setiap manusia yang hidup di dunia apabila meninggal pada dasarnya tidak membawa apa-apa, kecuali amal perbuatannya. Hal lainnya sebagai bukti empiris ditunjukkan oleh seorang pengrajin lokalan, bahwa menjadi pengrajin rotan merupakan pekerjaan dan sebagai mata pencaharian utama, cukup tidak cukup harus nrima dengan penghasilan sebagai pengrajin rotan. Makna “nrima” adalah bersyukur kepada Tuhan, karena masih banyak orang yang hidupnya lebih susah. Selanjutnya bukti empiris lainya ditunjukkan oleh seorang pengesub yaitu bahwa dalam bekerja diperlukan kejujuran, dimana kejujuran merupakan kunci sukses.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/114900
Appears in Collections:DT - Human Ecology

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Cover, Lembar Pengesahan, Prakata, Daftar Isi.PDF
  Restricted Access
Cover1.23 MBAdobe PDFView/Open
I363160071_Haryono.pdf
  Restricted Access
Fullteks4.08 MBAdobe PDFView/Open
Lampiran.PDF
  Restricted Access
Lampiran2.04 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.