Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/114416
Title: Optimasi Metode Produksi Tanaman Dihaploid Terong (Solanum melongena L.) melalui Kultur Antera
Authors: Purwoko, Bambang Sapta
Dewi, Iswari Saraswati
Maharijaya, Awang
Mulyana, Ade
Issue Date: 15-Jul-2022
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Terong (Solanum melongena L., 2n = 2x = 24), termasuk famili Solanaceae yang merupakan tanaman sayuran populer dan bernilai ekonomis tinggi. Pengembangan varietas tanaman terong terfokus pada pengembangan varietas hibrida yang memerlukan galur murni sebagai tetua persilangan. Galur murni dapat diproduksi secara konvensional melalui selfing dan seleksi berulang, namun waktu dan biaya yang diperlukan lebih lama dan besar. Metode alternatif untuk mendapatkan galur murni yaitu dengan pendekatan teknologi dihaploid (doubled haploid/ DH) melalui kultur antera. Pembentukan tanaman galur murni melalui kultur antera yaitu melalui proses androgenesis atau regenerasi sel gamet jantan (mikrospora) menjadi tanaman DH secara in vitro. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur antera pada tanaman terong diantaranya ialah genotipe, fase perkembangan mikrospora, perlakuan suhu tinggi (±35°C), formulasi media dan kondisi kultur, kondisi musim kultur dan ketersediaan metode duplikasi kromosom. Faktor-faktor tersebut perlu dioptimasi untuk mendapatkan metode baru kultur antera tanaman terong yang lebih efisien. Tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan metode baru kultur antera tanaman terong yang lebih efisien. Penelitian ini terdiri atas empat percobaan. Percobaan pertama bertujuan untuk mempelajari pengaruh genotipe dan berbagai metode kultur antera terhadap embriogenesis pada kultur antera tanaman terong. Penelitian dilakukan dengan membandingkan enam metode kultur antera, yaitu metode Dumas de Vaulx dan Chambonnet, Taşkin, Ari, Vural dan Ari, Modifikasi 1 dan Modifikasi 2. Genotipe tanaman donor yang digunakan diantaranya adalah varietas Mustang F1, Hitavi F1 and Provita F1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa androgenesis melalui proses embriogenesis langsung pada tanaman terong tergantung genotipe. Genotipe Provita F1 menujukkan respon embriogenesis dan regenerasi tertinggi, sedangkan metode kultur antera Modifikasi 1 menunjukkan respon androgenesis dan regenerasi tertinggi meskipun tidak berbeda secara nyata dengan metode Ari. Superioritas metode Modifikasi 1 ditunjukkan oleh jumlah dan persentase pencoklatan antera dan antera menghasilkan kalus terendah, waktu inisiasi embrio tercepat, jumlah dan persentase antera menghasilkan embrio tertinggi, persentase embriogenesis tertinggi, dan jumlah dan persentase regenerasi dan efisiensi kultur antera tertinggi. Analisis level ploidi dengan flow cytometry dapat mengungkapkan status level ploidi regeneran. Tingkat pembentukan tanaman DH spontan sebesar 25,9% dan divalidasi dengan pengamatan secara langsung terhadap anatomi dan morfologi tanaman haploid dan DH. Percobaan ke dua bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan AgNO3 atau Putresin terhadap androgenesis beberapa genotipe terong melalui kultur antera. Penelitian dilakukan dengan membandingkan berbagai konsentrasi AgNO3 atau Putresin pada media induksi embrio. Tanaman donor yang digunakan diantaranya adalah varietas Mustang F1, Hitavi F1 dan Provita F1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan AgNO3 10 mg/l pada media induksi embrio menghasilkan tingkat androgenesis dan regenerasi tertinggi. Genotipe Hitavi F1 memberikan respon androgenesis dan regenerasi tertinggi. Superioritas penggunaan AgNO3 dan genotipe Hitavi F1 ditunjukkan pada persentase pencoklatan antera terendah, waktu inisiasi embrio tercepat, persentase antera menghasilkan embrio, persentase regenerasi dan efisiensi kultur antera tertinggi. Tanaman DH spontan yang dihasilkan sebesar 25,9% dari seluruh tanaman yang dianalisis ploidi menggunakan flow cytometry dan lebih dari 80% berhasil diaklimatisasi. Percobaan ke tiga bertujuan untuk mempelajari respon dan kapasitas androgenesis beberapa genotipe terong terhadap metode kultur antera. Penelitian dilakukan dengan membandingkan respon kultur antera beberapa genotipe terong diantarnta Provita F1, Ratih Hijau F1, Ratih Putih F1, Edlyn F1, Pontia F1, Bondan (bersari bebas), Pertiwi F1, Yuvita F1. Respon androgenesis dan regenerasi embrio hasil kultur antera tanaman terong tergantung pada genotipe walaupun semua genotipe yang diuji mampu menunjukkan respon yang relatif baik terhadap kultur antera. Genotipe Edlyn F1 memberikan respon androgenesis tertinggi, sedangkan normalitas embrio dan persentase regenerasi tertinggi ditunjukkan oleh genotipe Yuvita F1. Perolehan tanaman DH spontan tertinggi ditunjukkan oleh genotipe Edlyn F1. Tanaman DH spontan yang diperoleh sebesar 29,8% dari seluruh tanaman yang dianalisis dengan flow cytometry dan berhasil diaklimatisasi dengan tingkat keberhasilan lebih dari 90%. Percobaan ke empat bertujuan untuk mempelajari aktifitas antimitotik pendimetalin terhadap diploidisasi tanaman haploid terong hasil kultur antera. Penelitian dilakukan dengan membandingkan tiga konsentrasi antimitotik Pendimetalin yaitu 100 µM, 300 µM, and 1000 µM dan tiga durasi inkubasi yaitu 2 hari, 4 hari dan 6 hari. Hasil menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi Pendimetalin dan durasi inkubasi menghambat proses fisiologi dan pertumbuhan plantlet serta mempengaruhi perubahan level ploidi plantlet haploid terong. Tingkat diploidisasi plantlet tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan konsentrasi Pendimetalin 300 µM dan durasi inkubasi selama 2 hari yang secara berturut-turut 55,0% and 58,3%.
Terong (Solanum melongena L., 2n = 2x = 24), termasuk famili Solanaceae yang merupakan tanaman sayuran populer dan bernilai ekonomis tinggi. Pengembangan varietas tanaman terong terfokus pada pengembangan varietas hibrida yang memerlukan galur murni sebagai tetua persilangan. Galur murni dapat diproduksi secara konvensional melalui selfing dan seleksi berulang, namun waktu dan biaya yang diperlukan lebih lama dan besar. Metode alternatif untuk mendapatkan galur murni yaitu dengan pendekatan teknologi dihaploid (doubled haploid/ DH) melalui kultur antera. Pembentukan tanaman galur murni melalui kultur antera yaitu melalui proses androgenesis atau regenerasi sel gamet jantan (mikrospora) menjadi tanaman DH secara in vitro. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur antera pada tanaman terong diantaranya ialah genotipe, fase perkembangan mikrospora, perlakuan suhu tinggi (±35°C), formulasi media dan kondisi kultur, kondisi musim kultur dan ketersediaan metode duplikasi kromosom. Faktor-faktor tersebut perlu dioptimasi untuk mendapatkan metode baru kultur antera tanaman terong yang lebih efisien. Tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan metode baru kultur antera tanaman terong yang lebih efisien. Penelitian ini terdiri atas empat percobaan. Percobaan pertama bertujuan untuk mempelajari pengaruh genotipe dan berbagai metode kultur antera terhadap embriogenesis pada kultur antera tanaman terong. Penelitian dilakukan dengan membandingkan enam metode kultur antera, yaitu metode Dumas de Vaulx dan Chambonnet, Taşkin, Ari, Vural dan Ari, Modifikasi 1 dan Modifikasi 2. Genotipe tanaman donor yang digunakan diantaranya adalah varietas Mustang F1, Hitavi F1 and Provita F1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa androgenesis melalui proses embriogenesis langsung pada tanaman terong tergantung genotipe. Genotipe Provita F1 menujukkan respon embriogenesis dan regenerasi tertinggi, sedangkan metode kultur antera Modifikasi 1 menunjukkan respon androgenesis dan regenerasi tertinggi meskipun tidak berbeda secara nyata dengan metode Ari. Superioritas metode Modifikasi 1 ditunjukkan oleh jumlah dan persentase pencoklatan antera dan antera menghasilkan kalus terendah, waktu inisiasi embrio tercepat, jumlah dan persentase antera menghasilkan embrio tertinggi, persentase embriogenesis tertinggi, dan jumlah dan persentase regenerasi dan efisiensi kultur antera tertinggi. Analisis level ploidi dengan flow cytometry dapat mengungkapkan status level ploidi regeneran. Tingkat pembentukan tanaman DH spontan sebesar 25,9% dan divalidasi dengan pengamatan secara langsung terhadap anatomi dan morfologi tanaman haploid dan DH. Percobaan ke dua bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan AgNO3 atau Putresin terhadap androgenesis beberapa genotipe terong melalui kultur antera. Penelitian dilakukan dengan membandingkan berbagai konsentrasi AgNO3 atau Putresin pada media induksi embrio. Tanaman donor yang digunakan diantaranya adalah varietas Mustang F1, Hitavi F1 dan Provita F1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan AgNO3 10 mg/l pada media induksi embrio menghasilkan tingkat androgenesis dan regenerasi tertinggi. Genotipe Hitavi F1 memberikan respon androgenesis dan regenerasi tertinggi. Superioritas penggunaan AgNO3 dan genotipe Hitavi F1 ditunjukkan pada persentase pencoklatan antera terendah, waktu inisiasi embrio tercepat, persentase antera menghasilkan embrio, persentase regenerasi dan efisiensi kultur antera tertinggi. Tanaman DH spontan yang dihasilkan sebesar 25,9% dari seluruh tanaman yang dianalisis ploidi menggunakan flow cytometry dan lebih dari 80% berhasil diaklimatisasi. Percobaan ke tiga bertujuan untuk mempelajari respon dan kapasitas androgenesis beberapa genotipe terong terhadap metode kultur antera. Penelitian dilakukan dengan membandingkan respon kultur antera beberapa genotipe terong diantarnta Provita F1, Ratih Hijau F1, Ratih Putih F1, Edlyn F1, Pontia F1, Bondan (bersari bebas), Pertiwi F1, Yuvita F1. Respon androgenesis dan regenerasi embrio hasil kultur antera tanaman terong tergantung pada genotipe walaupun semua genotipe yang diuji mampu menunjukkan respon yang relatif baik terhadap kultur antera. Genotipe Edlyn F1 memberikan respon androgenesis tertinggi, sedangkan normalitas embrio dan persentase regenerasi tertinggi ditunjukkan oleh genotipe Yuvita F1. Perolehan tanaman DH spontan tertinggi ditunjukkan oleh genotipe Edlyn F1. Tanaman DH spontan yang diperoleh sebesar 29,8% dari seluruh tanaman yang dianalisis dengan flow cytometry dan berhasil diaklimatisasi dengan tingkat keberhasilan lebih dari 90%. Percobaan ke empat bertujuan untuk mempelajari aktifitas antimitotik pendimetalin terhadap diploidisasi tanaman haploid terong hasil kultur antera. Penelitian dilakukan dengan membandingkan tiga konsentrasi antimitotik Pendimetalin yaitu 100 µM, 300 µM, and 1000 µM dan tiga durasi inkubasi yaitu 2 hari, 4 hari dan 6 hari. Hasil menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi Pendimetalin dan durasi inkubasi menghambat proses fisiologi dan pertumbuhan plantlet serta mempengaruhi perubahan level ploidi plantlet haploid terong. Tingkat diploidisasi plantlet tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan konsentrasi Pendimetalin 300 µM dan durasi inkubasi selama 2 hari yang secara berturut-turut 55,0% and 58,3%.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/114416
Appears in Collections:MT - Agriculture

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Abstrak.pdf
  Restricted Access
Cover931.48 kBAdobe PDFView/Open
A2503202027_ADE MULYANA.pdf
  Restricted Access
Fullteks2.97 MBAdobe PDFView/Open
Lampiran.pdf
  Restricted Access
Lampiran394.86 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.