Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/113511
Title: Rekayasa Bambu Laminasi dari Bilah Bambu Berpenampang Lengkung Terpadatkan
Authors: Nugroho, Naresworo
Dwianto, Wahyu
Darmawan, Teguh
Issue Date: 10-Aug-2022
Publisher: IPB University
Abstract: Bambu laminasi pada umumnya dibuat dengan menggunakan bilah berpenampang persegi panjang. Namun, kelemahan dalam pembuatan bilah ini dapat diminimalkan dengan penggunaan bilah bambu yang masih mempertahankan bentuk kelengkungannya. Balok bambu dengan penampang lengkung lebih efisien dan memiliki sifat mekanik yang lebih baik dibanding dengan balok laminasi dari bilah persegi. Distribusi kerapatan bambu yang tidak merata menjadikan karakteristik produk balok laminasi tidak seragam. Untuk menyeragamkan kerapatan bambu dapat dilakukan dengan teknik densifikasi. Bambu bagian pangkal memiliki kerapatan rendah dapat dipadatkan sehingga menyamai kerapatan pada bagian ujungnya. Teknik pemadatan kayu melalui perlakuan uap panas lanjut (post treatment) merupakan salah satu metode yang efektif untuk mendapatkan terjadinya fiksasi. Terdapat 3 tahapan dalam penelitian ini, yaitu optimasi proses pemadatan bilah bambu dengan perlakuan uap, penentuan jumlah perekat epoksi pada bambu laminasi dengan penampang lengkung tanpa pemadatan, dan pembuatan laminasi bambu dari bilah bambu yang dipadatkan. Pembuatan bilah bambu dikelompokan berdasarkan posisi bagian pangkal, tengah dan ujung. Tingkat pemadatan bilah bambu di bagian pangkal, tengah dan ujung adalah 50%, 30%, dan 0% dari ketebalan awal, dan perlakuan uap menggunakan temperatur 120oC, 140oC, dan 160oC selama 30 dan 60 menit. Bahan utama pada penelitian ini adalah bambu Sembilang (Dendrocalamus giganteus Wallich ex Munro) yang berasal dari kebun koleksi bambu di Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Cibinong. Persiapan bahan meliputi pengukuran panjang ruas, diameter luar, dan ketebalan batang, sedangkan pengukuran kadar air dan kerapatan dilakukan pada setiap ruas bambu. Tahapan selanjutnya adalah pembuatan bilah dengan membagi batang bambu menjadi tiga kelompok. Batang bambu dipotong berdasarkan pada diameter dalam bambu minimal 60 mm, selanjutnya dikelompokkan berdasarkan ketebalan menjadi 3 bagian, yaitu pangkal, tengah dan ujung. Bagian ruas yang digunakan dipotong membentuk silinder dengan panjang 50 mm, selanjutnya dibelah dengan ukuran lebar 50 mm dan dibersihkan bagian luar dan dalamnya dengan mesin amplas kayu. Bilah bambu berpenampang lengkung dalam kondisi jenuh serat disusun pada cetakan khusus yang dilengkapi klem pengunci, dan dikempa secara perlahan dengan target pemadatan 50% bagian bawah, 30% bagian tengah, dan tanpa pemadatan untuk bagian ujung. Selanjutnya dalam kondisi diklem, sampel tersebut dimasukkan ke dalam chamber dan dilakukan perlakuan uap panas pada suhu 120oC, 140oC, dan 160oC selama 30 dan 60 menit. Setelah itu dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 100oC selama 24 jam. Selanjutnya bilah disusun dan direkatkan dengan jumlah berat labur sesuai hasil terbaik pada tahap pembuatan bambu laminasi tanpa pemadatan. Untuk mengetahui sifat fisis dan tingkat fiksasi dari bilah bambu yang dipadatkan, dilakukan pengukuran pemulihan 3 tebal bilah atau recovery of set. Pengujian sifat fisis contoh uji bilah bambu terpadatkan meliputi pengukuran kadar air, kerapatan, pemulihan tebal, dan kehilangan berat. Bilah bambu sebelum dan sesudah pemadatan dengan perlakuan uap dianalisis perubahan kristalinitasnya menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan perubahan pita serapannya pada berbagai bilangan gelombang menggunakan Fourier-Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy. Bambu laminasi dibuat dalam dua tahap, tahap pertama adalah bambu laminasi tanpa pemadatan. Pada tahap ini bilah bambu yang digunakan dalam kondisi kering udara. Bilah dikelompokkan berdasarkan posisi pangkal, tengah dan ujung, selanjutnya disusun dengan target ketebalan laminasi 50 mm. Perekat yang digunakan adalah epoksi dengan berat labur 100 g/m2 , 120 g/m2 , dan 150 g/m2 . Proses laminasi menggunakan cetakan dan diklem selama 24 jam pada suhu ruang. Tahap yang kedua adalah pembuatan bambu laminasi dengan menggunakan bilah berpenampang lengkung yang dipadatkan. Perlakuan uap dan jumlah perekat yang digunakan berdasarkan hasil terbaik dari proses sebelumnya. Contoh uji bambu laminasi diukur kadar air, kerapatan, delaminasi, dan uji keteguhan gesernya. Pengamatan penampang melintang bilah bambu sebelum dan sesudah perlakuan serta garis rekat pada sampel bambu laminasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diameter batang bambu Sembilang menurun dari rata-rata 16 cm di bagian pangkal menjadi sekitar 7 cm di bagian ujung. Batang bagian pangkal hingga ujung sekitar ruas ke 40 dapat digunakan sebagai bahan bilah bambu laminasi berpenampang lengkung dengan lebar 5 cm. Perbedaan ketebalan batang bambu di setiap ruas dari bagian pangkal hingga ke ujung berpengaruh terhadap nilai kerapatan. Kerapatan bambu menurun dengan semakin tebalnya batang bambu. Kerapatan bambu Sembilang 0,4 g/cm3 di bagian pangkal dan hampir mencapai 1,0 g/cm3 di bagian ujung batang. Bilah bambu berpenampang lengkung yang dipadatkan dengan perlakuan uap dapat mencapai fiksasi pada perlakuan 160oC dalam waktu 60 menit. Perlakuan uap pada proses pemadatan bambu mengakibatkan kehilangan berat dan perubahan kristalinitas, serta timbulnya ikatan silang antara komponen kimia bambu diduga menjadi faktor yang berpengaruh pada terjadinya fiksasi. Berdasarkan analisa pada hasil uji perendaman, perebusan, keteguhan geser, dan modulus elastisitas geser, penggunaan perekat epoksi dengan berat labur 120 g/m2 dapat dipilih sebagai berat labur optimal. Bambu laminasi dengan pemadatan memiliki kadar air sebesar 5,6-6,39%, kerapatan rata-rata 0,96-0,99 g/cm3 , tidak terjadi delaminasi setelah pengujian perendaman maupun perebusan, memiliki keteguhan geser rata-rata 6,2-7,35 MPa dan modulus elastisitas geser 94,96-116,81 MPa. Nilai delaminasi dan keteguhan geser yang memenuhi standar menunjukkan bahwa bambu laminasi dari bilah berpenampang lengkung yang telah dipadatkan dan direkatkan dengan epoksi 120 g/m2 memiliki kualitas perekatan yang baik. Faktor posisi tidak berpengaruh siknifikan terhadap nilai kerapatan, keteguhan geser, modulus elastisitas geser bambu laminasi terpadatkan, sehingga pemadatan bilah bambu berpenampang lengkung pada bagian pangkal dan tengah sebesar 50% dan 30% berhasil membuat seragam karakteristik bambu laminasinya.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/113511
Appears in Collections:MT - Forestry

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Tesis_Teguh Darmawan_E251184102_Final.pdf
  Restricted Access
1.54 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.