Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/113461
Title: Pemanfaatan dan Upaya Konservasi Kemang (Mangifera kemanga) sebagai Flora Identitas Kabupaten Bogor
Other Titles: Utilization and Conservation Efforts of Kemang (Mangifera kemanga) as Flora Identity Bogor Regency
Authors: Hikmat, Agus
Soekmadi, Rinekso
Darsono, Beti Septiana
Issue Date: 2022
Publisher: IPB University
Abstract: Manusia tidak bisa lepas dari tumbuhan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Informasi mengenai pemanfaatan tumbuhan biasanya diperoleh secara turun temurun. Masalah yang muncul saat ini ialah kurangnya perhatian dan pendokumentasian terhadap beberapa spesies penting sebagai penciri wilayah. Salah satu spesies penciri wilayah yaitu kemang (Mangifera kemanga). Kemang ditetapkan sebagi flora identitas Kabupaten Bogor berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor 522/185/Kpts/1996. Kemang masuk dalam kategori near threatened berdasarkan IUCN Redlist. Populasi kemang cenderung mengalami penurunan. Informasi mengenai faktor-faktor bioekologi, penyebaran dan konservasi kemang di Kabupaten Bogor masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan: (1) mengidentifikasi faktor-faktor bioekologi kemang; (2) mengidentifikasi pemanfaatan kemang oleh masyarakat Kabupaten Bogor; (3) menginventarisasi karakteristik permudaan dan penyebaran kemang; (4) merumuskan strategi konservasi kemang. Penelitian dilakukan pada bulan April-Juli 2021 di tiga kecamatan di Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan keterangan pedagang di Pasar Anyar dan UPT kecamatan pada Festival Bunga dan Buah Nusantara, serta berdasarkan namanya (toponimi). Sebanyak tiga desa dipilih dari masing-masing kecamatan, sehingga total ada sembilan desa, yaitu Kecamatan Leuwiliang (Desa Cibeber I, Desa Karehkel, Desa Karacak), Kecamatan Sukaraja (Desa Sukaraja, Desa Nagrak, Desa Cikeas), dan Kecamatan Kemang (Desa Kemang, Desa Pabuaran, Desa Pondok Udik). Wawancara mendalam dilakukan terhadap 30 orang yang merupakan pemilik individu kemang atau petani kebun yang di kebunnya terdapat individu kemang. Hasil wawancara dianalisis secara deskriptif. Pengukuran di lapangan dilakukan untuk memperoleh data habitat kemang, pH tanah, intensitas cahaya, karakteristik pertumbuhan, diameter dan penyebaran kemang. Hasil sintesis wawancara dan pengukuran di lapangan digunakan untuk merumuskan strategi konservasi kemang. Strategi konservasi kemang dirumuskan menggunakan metode SWOT. Masyarakat mengenali kemang berdasarkan ciri-ciri morfologinya, berupa bentuk batang, warna dan ukuran daun, warna bunga, serta bentuk buah dan aroma buah. Ada tiga kultivar kemang yang diketahui masyarakat berdasarkan ukuran dan warna buahnya, yaitu binglu, sabuk dan burik. Kemang biasanya berbuah setahun sekali pada akhir tahun (Agustus-Desember) sampai awal tahun (Januari-April). Kemang paling banyak ditemukan di kebun (74%), dengan tumbuhan buah lain seperti gandaria (Bouea macrophylla), rambutan (Nephelium lappaceum), manggis (Garcinia mangostana), melinjo (Gnetum gnemon), mangga (Mangifera indica), nangka (Arthocarpus heterophyllus) dan cengkeh (Syzygium aromaticum). Tempat tumbuh kemang memiliki intensitas cahaya antara 983-5267 lux, dengan pH tanah antara 6,7-7,1. Responden yang diwawancarai didominasi oleh laki-laki (76,67%). Responden paling banyak memperoleh kemang dengan cara warisan (40%). Kemang didapatkan bersamaan dengan kebun atau tanah yang diwariskan dari orang tua kepada anak-anaknya. Perbanyakan kemang dilakukan dengan biji. Biji tersebut biasanya berasal dari pohon induk di sekitarnya. Kemang sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan bangunan. Bagian kemang yang dimanfaatkan terdiri atas buah (43%), pucuk (39%), batang atau kayu (16%) dan kulit batang (2%). Buah dan pucuk kemang dikonsumsi langsung dalam bentuk segar. Batang atau kayu dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, sedangkan kulit batang digunakan sebagai kayu bakar. Buah dan pucuk dijual menggunakan sistem borong. Satu pohon kemang dihargai Rp100.000,00 – Rp1.000.000,00 tergantung banyaknya buah kemang. Harga borongan pucuk kemang berkisar Rp50.000,00 – Rp100.000,00 per pohon, sedangkan kayu kemang dijual dalam bentuk gelondongan dan dihargai Rp500.000,00 – Rp1.000.000,00 per batang. Sebanyak 178 individu kemang ditemukan pada sembilan desa lokasi penelitian. Semai merupakan tingkat pertumbuhan yang paling banyak ditemukan (51,12%). Kemang menyebar secara sporadis pada lokasi penelitian. Kemang paling banyak ditemukan di sekitar sumber air seperti sungai atau saluran air lainnya. Persepsi masyarakat tentang kemang ditinjau berdasarkan lima aspek, yaitu aspek ekologi kemang, manfaat kemang, harga dan minat masyarakat, cerita masyarakat, serta konservasi kemang. Tingkat persepsi masyarakat terhadap seluruh aspek baik, dengan rataan skor 3,70. Analisis SWOT menunjukkan bahwa konservasi kemang berada pada kuadran I. Strategi konservasi yang diterapkan yaitu strategi agresif yaitu memanfaatkan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk mengambil peluang yang ada. Ada enam alternatif strategi yang diusulkan, yaitu: (1) Pengembangan budidaya kemang unggul; (2) Pengembangan teknologi pasca panen; (3) Peningkatan partisipasi masyarakat dan pendampingan oleh dinas terkait; (4) Pengembangan wisata buah lokal; (5) Agroforestri Khas Indonesia; dan (6) Melaksanakan penyuluhan dan edukasi tentang pentingnya menjaga kelestarian kemang. Kata kunci: kemang, pemanfaatan, strategi konservasi
Humans cannot separate from plants in meeting their daily needs. Information about the use of plants is usually obtained from generation to generation. The problem today is the lack of attention and documentation of several important species as regional markers. One species that characterize the area is the kemang (Mangifera kemanga). Kemang is designated as the identity flora of Bogor Regency based on the Decree of the Bogor Regent Number 522/185/Kpts/1996. Kemang is in the near threatened category based on the IUCN Redlist. The population of kemang tends to decrease. Information on bioecological factors, distribution, and conservation of kemang in Bogor Regency is still minimal. This study aims to: (1) identify the bioecological factors of kemang; (2) identify the utilization of kemang by the people of Bogor Regency; (3) inventory the growth and distribution characteristics of kemang; (4) formulate a kemang conservation strategy. The research was conducted from April-July 2021 in three sub-districts in Bogor Regency. The selection of research locations was based on the information of traders at Pasar Anyar and the sub-district UPT at the Nusantara Flower and Fruit Festival and their name (toponym). A total of three villages were selected from each sub-district, bringing a total of nine villages, namely Leuwiliang District (Cibeber I Village, Karehkel Village, Karacak Village), Sukaraja District (Sukaraja Village, Nagrak Village, Cikeas Village), and Kemang District (Kemang Village, Pabuaran Village, Pondok Udik Village). In-depth interviews were conducted with 30 people who are individual kemang owners or farmers whose gardens contain kemang. The results of the interviews were analyzed descriptively. Measurements in the field were carried out to obtain data on kemang habitat, soil pH, light intensity, growth characteristics, diameter, and distribution of kemang. The results of the synthesis of interviews and measurements in the field are used to formulate a kemang conservation strategy. Kemang conservation strategy is formulated using the SWOT method. The community recognizes kemang based on its morphological characteristics, in the form of stem shape, leaf color and size, flower color, fruit shape, and fruit aroma. Three cultivars of kemang are known to the public based on the size and color of the fruit, namely binglu, sabuk, and burik. Kemang usually bears fruit once a year from the end of the year (August-December) until the beginning of the year (January-April). Kemang was mostly found in gardens (74%), with other fruit plants such as gandaria (Bouea macrophylla), rambutan (Nephelium lappaceum), mangosteen (Garcinia mangostana), melinjo (Gnetum gnemon), mango (Mangifera indica), jackfruit (Arthocarpus heterophyllus) and cloves (Syzygium aromaticum). The location for growing kemang has a light intensity between 983-5267 lux, with a soil pH between 6,7-7,1. Respondents who were interviewed were dominated by men (76,67%). Most respondents obtained kemang by inheritance (40%). Kemang is obtained along with the garden or land that is passed down from parents to their children. Kemang propagation is done by seed. The seeds usually come from the parent tree around. Kemang is mainly utilized as food resources and material building. The part of the kemang used consisted of fruit (43%), shoots (39%), wood (16%), and bark (2%). Kemang fruit and shoots are consumed directly in fresh form. The wood is used as a building material, while the bark is used as firewood. Fruits and shoots are sold using a wholesale system. One kemang tree costs IDR 100.000 – IDR 1.000.000 depending on the number of kemang fruit. The wholesale price of kemang shoots is around IDR 50.000 – IDR 100.000 per tree, while kemang wood is sold in logs, and the price is around IDR 500.000 – IDR 1.000.000 per stem. A total of 178 kemang individuals were found in nine research villages. Seedlings were the most common (51,12%). Kemang spreads sporadically at the study site. Kemang is mainly found around water sources such as rivers or other waterways. Public perception of kemang is reviewed based on five aspects: the ecological aspect of kemang, benefits of kemang, price and public interest, community stories, and kemang conservation. The level of public perception of all aspects is good, with an average score of 3,70. The SWOT analysis shows that kemang conservation is in quadrant I. The conservation strategy applied is an aggressive strategy: to use all the strengths, we have to take the existing opportunities. There are six alternative strategies proposed, namely: (1) Development of superior kemang cultivation; (2) Development of post-harvest technology; (3) Increasing community participation and assistance by related agencies; (4) Development of local fruit tourism; (5) Typical Indonesian Agroforestry; and (6) Conducting outreach and education on the importance of preserving the kemang. Keywords: conservation strategies, kemang, utilization
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/113461
Appears in Collections:MT - Forestry

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Cover.pdf
  Restricted Access
Cover2.41 MBAdobe PDFView/Open
E351180211_Beti Septiana Darsono.pdf
  Restricted Access
Fullteks11.36 MBAdobe PDFView/Open
Lampiran.pdf
  Restricted Access
Lampiran2.43 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.