Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/112456
Title: Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut di Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan
Other Titles: Forest and Peatland Fire Danger Rating System in Ogan Komering Ilir District, South Sumatra Province
Authors: Saharjo, Bambang Hero
Sundawati, Leti
Syartinilia
Nurhayati, Ati Dwi
Issue Date: 22-Jun-2022
Publisher: IPB University
Abstract: Kebakaran hutan dan lahan terjadi secara berulang setiap tahun di Indonesia. Berdasarkan areal yang terbakar menunjukkan bahwa kejadian kebakaran tidak saja terjadi pada tanah mineral saja tetapi juga terjadi pada lahan gambut. Kejadian kebakaran hutan dan lahan gambut sebagian besar disebabkan oleh manusia (anthropogenic). Pengaruh faktor antropogenik menyebabkan luas kebakaran hutan dan lahan meningkat. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di gambut menimbulkan kerugian dan kerusakan terhadap lingkungan yang lebih besar dibandingkan dengan tanah mineral. Salah satu kabupaten yang seringkali mengalami kebakaran setiap tahunnya adalah Ogan Komering Ilir (OKI) di Provinsi Sumatera Selatan. Dalam mengurangi dampak yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan lahan maka pemerintah Indonesia lebih menekankan upaya pencegahan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan dapat dilakukan melalui sistem bahaya kebakaran. Salah satu aplikasi sistem bahaya kebakaran yang telah diterapkan di Indonesia adalah Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran (SPBK atau Fire Danger Rating System). SPBK yang diterapkan di Indonesia mengadopsi pada sistem Kanada (Canadian Forest Fire Danger Rating System /CFFDRS) yang dibangun berdasarkan parameter cuaca yaitu curah hujan, suhu, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin. Indonesia mempunyai masalah kebakaran tahunan yang serupa dengan Kanada tetapi mempunyai kondisi yang berbeda dan sebagian besar disebabkan oleh aktifitas manusia dan cukup besar terjadi di lahan gambut. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan adanya pengembangan SPBK yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Faktor antropogenik dan bahan bakar gambut merupakan faktor yang penting dalam menentukan resiko bahaya kebakaran hutan dan lahan gambut, selain faktor cuaca. Dengan demikian perlu mengintegrasikan faktor tersebut dalam pengembangan SPBK saat ini, sehingga diharapkan dapat meningkatkan ketelitian dan keakuratan dalam penilaian tingkat bahaya kebakaran di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu kabupaten yang seringkali mengalami kebakaran setiap tahunnya adalah Ogan Komering Ilir (OKI) di Provinsi Sumatra Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem peringkat bahaya kebakaran hutan dan lahan gambut di Kabupaten OKI, dengan cara (1) menganalisa perkembangan penggunaan SPBK, (2) menganalisa dinamika kebakaran hutan dan lahan gambut di Kabupaten OKI, (3) mengembangkan sistem peringkat bahaya kebakaran hutan dan lahan gambut di Kabupaten OKI dan (4) merumuskan strategi pengendalian kebakaran hutan dan lahan gambut yang sesuai di Kabupaten OKI. Kebaruan dalam penelitian ini diantaranya adalah 1) pendekatan metode: konsep pengembangan SPBK pada penelitian ini adalah mengintegrasikan model FWI (cuaca), model antropogenik dan model gambut. Metode pemodelan antropogenik dan gambut dibangun menggunakan regresi logistik. 2) pendekatan output: pengembangan SPBK ini menghasilkan peta komposit SPBK hutan dan lahan gambut yang memprediksi peringkat bahaya kebakaran pada tingkat tapak yaitu Kabupaten OKI. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2019 hingga Desember 2020 dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode analisis yang diterapkan untuk menjawab tujuan (1) adalah studi literatur dari jurnal nasional dan internasional terkait pengembangan SPBK di Indonesia dan di beberapa negara. Tujuan (2) dijawab dengan metode NBR untuk identifikasi area bekas terbakar dan metode wawancara untuk menemukan penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut di Kabupaten OKI. Tujuan (3) dijawab dengan metode spasial regresi logistik untuk model antropogenik dan gambut, menggunakan model FWI dari SPARTAN (BMKG) dan metode tumpang susun (overlay) untuk menghasilkan peta komposit SPBK hutan dan lahan gambut. Tujuan (4) untuk merumuskan strategi pengendalian kebakaran hutan dan lahan gambut dengan metode Interpretative System Modelling (ISM). Hasil penelitian tujuan (1) mengungkapkan pengembangan penggunaan SPBK mulai dari tahun 2005-2018 di Indonesia yang masih hanya menggunakan parameter cuaca. Demikian juga penggunaan SPBK pada berbagai negara yang sebagian besar masih mengadopsi pada sistem Kanada. Dalam perkembangan SPBK kedepannya sangat penting untuk memperhatikan dan melibatkan faktor manusia sebagai penyebab kebakaran hutan dan lahan. Hasil tujuan (2) menunjukkan bahwa selama periode tahun 2015-2019, jumlah hotspot tertinggi terjadi pada tahun 2015 dengan sekitar 72 % ditemukan di lahan gambut. Pola hubungan antara curah hujan dan hotspot cenderung berbanding terbalik, namun berdasarkan hasil regresi tidak menunjukkan korelasi yang signifikan. Hasil identifikasi area terbakar menunjukkan bahwa lebih dari setengah luas gambut atau sekitar 53,4 % dari luas gambut di Kabupaten OKI terbakar pada tahun 2015. Penelitian ini juga mengungkap aktivitas manusia utama yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten OKI adalah sonor, penyiapan lahan dengan pembakaran dan kegiatan mencari ikan pada musim kemarau. Pengembangan SPBK hutan dan lahan gambut di Kabupaten OKI pada tujuan (3) menghasilkan peta komposit SPBK yang merupakan hasil dari model FWI, model antropogenik dan model gambut. Pada peta komposit SPBK tanggal 28 Desember 2020, meskipun tidak ada ada hotspot namun peringkat bahaya kebakarannya sekitar 60 % didominasi dengan peringkat tinggi. Berdasarkan peringkat bahaya kebakaran yang dihasilkan maka dirumuskan strategi pengendalian kebakaran hutan dan lahan gambut dengan pada tujuan (4) yang berdasarkan pada elemen aktivitas pencegahan yang dibutuhkan, kendala dan lembaga. Strategi pengendalian kebakaran hutan dan lahan gambut pada penelitian ini cenderung memiliki perbedaan pada setiap peringkat bahaya kebakaran.
Forest and land fires occur repeatedly every year in Indonesia. Based on the burned area, it shows that fires occur not only on mineral soils but also on peatlands. Most forest and peatland fires are caused by humans (anthropogenic). The anthropogenic factors cause the area of forest and land fires to increase; in addition, forest and land fires that occur on peat cause greater losses and damage to the environment than mineral soils. One district that often experiences fires every year is Ogan Komering Ilir (OKI) in South Sumatra Province. In reducing the impact caused by forest and land fires, the Indonesian government places more emphasis on prevention efforts in controlling forest and land fires. Efforts to prevent forest and land fires can be carried out through early warning system. One application of the early warning system that has been implemented in Indonesia is the Fire Danger Rating System (FDRS). FDRS applied in Indonesia adopts the Canadian system (Canadian Forest Fire Danger Rating System/CFFDRS) built based on weather parameters including rainfall, temperature, humidity, wind direction and speed. Indonesia has a similar annual fire problem to Canada; however, the conditions are different and most of them are caused by human activities and occur in reasonably large areas of peatlands. Based on this, it is necessary to develop FDRS that is adapted to conditions in Indonesia. Anthropogenic factors and peat fuel are important factors in determining the risk of forest and peatland fires, in addition to weather factors. Thus, it is necessary to integrate these factors in the current FDRS development so that it is expected to increase the accuracy and precision in assessing the level of fire danger in various regions in Indonesia. As mentioned previously, one district that often experiences fires every year is Ogan Komering Ilir (OKI) in South Sumatra Province. This study aimed to develop a forest and peatland fire danger rating system in OKI District achieved by (1) analyzing the development of FDRS use, (2) analyzing the dynamics of forest and peatland fires in OKI District, (3) developing a fire danger rating system forests and peatlands in OKI District and (4) formulating an appropriate forest and peatland fire control strategy in OKI District. The novelty in this study includes 1) Method approach in which the concept of developing FDRS in this study is to integrate the FWI (weather) model, anthropogenic model and peat model. Anthropogenic and peat modeling methods were constructed using logistic regression; and 2) Output Approach in which the development of this FDRS produces a composite map of forest and peatland FDRS which predicts the fire danger rating at the site level (OKI District). The research was conducted from July 2019 to December 2020 with quantitative and qualitative methods. The analytical method was applied to answer objective (1) that is the study of literature from national and international journals related to the development of FDRS in Indonesia and in several countries. Objective (2) was answered by the NBR method to identify burned areas and the interview methods to find the causes of forest and peatland fires in OKI District. Objective (3) was answered by the spatial logistic regression method for anthropogenic and peat models, using the FWI model from SPARTAN (BMKG) and the overlay method to produce a FDRS composite map of forests and peatlands. Objective (4) was to formulate a forest and peatland fire control strategy using the Interpretative System Modeling (ISM) method. Based on the results of the research, objective (1) revealed the development of the use of FDRS starting from 2005-2018 in Indonesia in which only weather parameters were applied. Likewise, the FDRS is used in various countries, most of which are still adopting the Canadian system. In the future development of FDRS, it is very important to involve human factor as the cause of forest and land fires. The result of objective (2) showed that during the 2015-2019 period, the highest number of hotspots occurred in 2015 in which approximately 72 % of them occurred on peatlands. The pattern of the relationship between rainfall and hotspots tends to be inversely proportional, but based on the regression results it did not show a significant correlation. The results of the identification of burned areas showed that more than half of the peat area or about 53,4 % of the peat area in OKI District was burned in 2015. This study also revealed that the main human activities that caused forest and land fires in OKI District were sonor, land preparation by burning and fishing activities in the dry season. The development FDRS on the forests and peatlands of OKI District in objective (3) produces a composite FDRS map which is the result of the FWI model, anthropogenic model and peat model. On the FDRS composite map dated December 28, 2020, although there were no hotspots, the fire danger rating was approximately 60 %, dominated by high rating. Based on the result of the fire danger rating, a forest and peatland fire control strategy is formulated with the objective of (4) which is based on the required elements of prevention activities, constraints and institutions. Forest and peatland fire prevention in this study tend to have different levels of fire danger rating.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/112456
Appears in Collections:DT - Multidiciplinary Program

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
P062180011_Ati Dwi Nurhayati.pdf
  Restricted Access
Full Text5.66 MBAdobe PDFView/Open
COVER_P062180011_Ati Dwi Nurhayati.pdf
  Restricted Access
Cover426.22 kBAdobe PDFView/Open
LAMPIRAN_P062180011_Ati Dwi Nurhayati.pdf
  Restricted Access
Lampiran5.98 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.