Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/112424
Title: Pengembangan rekayasa fermentasi untuk meningkatkan kualitas biji kakao
Other Titles: Development of Fermentation Technology to Improve The Quality of Cocoa Beans.
Authors: Syamsu, Khaswar
Raharja, Sapta
Samsudin, Samsudin
Rahardjo, Yogi Purna
Issue Date: 12-Jul-2022
Publisher: IPB University
Abstract: Industri pengolahan kakao di Indonesia tumbuh tidak efisien karena kurangnya bahan baku kakao yang difermentasi. Teknologi fermentasi biji kakao harus diterapkan untuk menjamin ketersedian bahan baku industri. Petani kakao di Indonesia masih menolak untuk memfermentasi kakao karena harga jual yang tidak kompetitif, proses fermentasi yang lama, dan penerapan teknologi fermentasi membutuhkan berat minimal 50kg. Produsen kakao biasanya memanen sekitar 10-15 kg kakao di panen antara. Biji kakao tidak difermentasi mempunyai aroma lebih inferior dibandingkan dengan biji kakao fermentasi. Fermentasi biji kakao merupakan fase kritis dalam menghasilkan prekusor aroma yang akan terbentuk pada proses penyangraian melalui reaksi Maillard. Khamir menghasilkan etanol dalam fermentasi anaerobik dengan mengubah gula dalam pulp biji kakao. Dalam kondisi aerobik, bakteri asam asetat mengkonversi alkohol menjadi asam asetat dan menghasilkan panas dari aktivitas metabolisme. Asam asetat kemudian memasuki kotiledon biji kakao, membunuh embrio, mengaktifkan enzim dalam biji kakao dan membentuk prekursor flavor (asam amino dan gula pereduksi). Enzim endoprotease lebih aktif pada suhu (45-50 C) dan pH rendah (4-5,5) yang berasal dari panas dan asam selama fermentasi. Pada umumnya proses fermentasi yang dicapai selama 3-4 hari adalah fermentasi sebagian (parsial). Asam dan panas yang cukup selama proses fermentasi memiliki potensi untuk menghasilkan jumlah precursor flavor maksimum walaupun durasi waktu fermentasi dipersingkat. Pada fermentasi spontan skala kecil (<10 kg), sulit untuk mempertahankan panas yang cukup selama beberapa hari terakhir fermentasi, sehingga perlu untuk diteliti pengaruh pH dan suhu terhadap kualitas kakao yang difermentasi dalam skala kecil. Penambahan Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus lactis, dan Acetobacter aceti pada fermentasi biji kakao kering tidak efektif menghasilkan asam asetat karena sumber pulp/gula dalam biji kakao tidak tersedia. Akibatnya, asam, enzim, dan panas harus ditambahkan ke dalam proses fermentasi biji kakao kering untuk mencapai kinerja fermentasi spontan. Penambahan enzim eksternal dilakukan karena konsentrasi enzim internal biji kakao kering yang menurun setelah proses pengeringan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan akseptabilitas biji kakao fermentasi dengan mengembangkan rekayasa peralatan dan proses fermentasi biji kakao skala kecil. Ada dua bagian penelitian. Bagian pertama adalah merancang peralatan untuk fermentasi biji kakao segar. Bagian kedua adalah mengembangkan rekayasa proses enzimatis menggunakan biji kakao kering. Dalam desain peralatan untuk fermentasi biji kakao segar, percobaan dilakukan dengan menggunakan desain faktorial 2x3 menggunakan sistem konfigurasi fermentor yang berbeda (yaitu sistem jaket, pemanas matahari, dan kotak kayu) dan pengurangan pulp (yaitu pengurangan pulp dan tanpa pengurangan pulp) sebagai variabel. Proses fermentasi memakan waktu sekitar 4-5 hari yang dilakukan dalam kotak fermentasi (3 hari) dan inkubator (1-2 hari). Analisis sampel terdiri dari uji indeks fermentasi, uji belah, analisis deskriptif kuantitatif (QDA), dan profil komposisi aroma volatil menggunakan headspace solid-phase micro-extraction (HS-SPME) dan GC-MS. Lima sampel cokelat dipilih untuk analisis afektif dan deskripsi menentukan atribut kualitas. Pengaruh asam asetat, panas, dan enzim terhadap kualitas biji kakao kering yang difermentasi perlu diteliti dalam rekayasa proses enzimatik untuk biji kakao kering. Tahapan fermentasi biji kakao kering dimulai dengan perendaman biji kakao dalam air selama 8 jam, penambahan asam asetat, penambahan enzim protease atau selulase, dan pemanasan kembali tanpa perendaman. Setiap tahapan fase fermentasi membutuhkan waktu satu hari, sehingga total waktu fermentasi adalah tiga hari. Percobaan fermentasi biji kering dilakukan dengan desain faktorial 3x3 menggunakan berbagai jenis enzim (yaitu enzim selulase, enzim papain, dan tanpa penambahan enzim) dan suhu inkubator udara (40, 45, dan 50 C) sebagai variabel. Untuk mengetahui perubahan selama fermentasi setelah produk dikeringkan, dilakukan analisis fermentasi dan analisis jumlah asam amino. Pengujian senyawa volatil dilakukan setelah biji kakao disangrai. Hasil perancangan alat fermentasi adalah penggunaan sistem jaket selama lima hari fermentasi, yang menghasilkan indeks fermentasi lebih besar dari satu (fermentasi sempurna). Penggunaan sistem jaket yang difermentasi selama empat hari dengan pengurangan pulp menghasilkan warna coklat 60% pada uji belah biji kakao, profil aroma enak dari hasil QDA, dan terbentuknya senyawa pirazin pada senyawa volatil. Pola gula pereduksi, warna, dan komponen volatil menunjukkan hasil fermentasi jaket-reduksi pulp selama empat hari menghasilkan kinerja yang mirip dengan fermentasi spontan selama enam hari. Produk olahan (permen coklat/ dark chocolate) yang dibuat dengan bahan baku kakao fermentasi selama empat hari masih dapat diterima oleh panelis dalam uji organoleptik. Semua sampel dark chocolate memiliki aroma kakao yang kuat dan cepat lumer di mulut. Rekayasa proses enzimatis biji kakao kering menggunakan sistem pemanas jaket dan penambahan asam dapat menghasilkan kakao fermentasi dengan nilai indeks fermentasi diatas 1 (satu) dengan waktu fermentasi dua hari. Pengujian senyawa volatil pada masa fermentasi tiga hari menunjukkan banyak asam karboksilat rantai pendek yang mendominasi, yang merupakan indikator proses fermentasi yang berlebihan. Namun hasil uji belah dan asam amino yang dilakukan pada biji kakao kering fermentasi selama tiga hari telah menunjukkan karakteristik kakao fermentasi. Penerapan baik rekayasa peralatan maupun rekayasa enzimatis harus mempertimbangkan penerapan teknologinya, kelayakan ekonomi, dan nilai tambah. Penggunaan kombinasi kotak fermentasi dan inkubator untuk fermentasi skala kecil biji kakao segar layak secara ekonomi, memiliki nilai tambah, dan dapat diterapkan pada petani. Rekayasa proses enzimatis biji kering masih harus diteliti lebih lanjut terutama pada penggunaan enzim selulase berulang sehingga layak secara ekonomis untuk digunakan.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/112424
Appears in Collections:DT - Agriculture Technology

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
cover lembarpengesahan,prakata, daftar isi.pdf
  Restricted Access
Cover2.69 MBAdobe PDFView/Open
F361170161_Yogi PR.pdf
  Restricted Access
Fullteks4.46 MBAdobe PDFView/Open
Lampiran.pdf
  Restricted Access
Lampiran10.09 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.