Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/112140
Title: Pendugaan Kuantitatif Nilai Kehilangan dan Perolehan Keanekaragaman Hayati Akibat Perkebunan Sawit di Sulawesi Barat
Authors: Santosa, Yanto
Santoso, Nyoto
Rushayati, Siti Badriyah
Ramlah, Sitti
Issue Date: 2022
Publisher: IPB University
Abstract: Perubahan tutupan lahan baik berupa Hutan sekunder, Kebun kakao, serta Areal berhutan yang diwakili oleh NKT menjadi perkebunan kelapa sawit memberikan dampak terhadap keanekaragaman jenis satwa liar di dalamnya. Berdasarkan analisis yang dilakukan di 4 perkebunan kelapa sawit di Sulawesi Barat, perubahan tutupan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit secara umum lebih banyak menyebabkan adanya kehilangan jenis (75%), hanya ada 1 perkebunan yang mengalami perolehan jenis mamalia, herpetofauna, dan cacing Berdasarkan penelitian yang dilakukan, pembangunan perkebunan kelapa sawit di 4 perkebunan kelapa sawit Sulawesi Barat berdampak positif terhadap peningkatan jumlah spesies dan variasi tingkat keanekaragaman jenis burung Selain itu, perubahan tutupan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit juga meningkatkan adanya perolehan jenis (species gain) dibandingkan dengan (species loss). Perubahan tutupan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit menyebabkan perolehan jenis burung dan herpetofauna yang lebih tinggi di 3 perkebunan (75%).Keberadaan perkebunan kelapa sawit di Sulawesi Barat, secara umum juga menyebabkan adanya perolehan jenis kupu-kupu dan herpetofauna yang lebih banyak dibandingkan dengan kehilangannya. Akan tetapi perubahan dari kebun kakao menjadi perkebunan kelapa sawit justru menimbulkan kehilangan jenis yang lebih tinggi. Data yang diperoleh dari pengukuran iklim mikro pada perkebunan sawit di provinsi Sulawesi Barat serta hasil analisis data menunjukan bahwa suhu udara bervariasi sekitar 26,0–32,0 °C sedangkan suhu tanah sekitar 27,0–32,0 °C. Hasil analisis citra distribusi suhu permukaan sekitar 18,0–38,0 °C, dari keempat PSB, terdapat 7 jenis tutupan lahan dengan kisaran suhu permukaan antara 25 – 32 °C. Lima taksa satwa liar yang ada diperkebunan kelapa sawit masing-masing menempati iklim mikro yang berbeda-beda, a). Taksa burung, suhu udara sekitar 26,1 – 27,0 °C, suhu tanah 27,2 – 31,0 °C, dan distribusi suhu permukaan sekitar 28,1 – 32,0 °C. b). kupu-kupu dengan suhu udara sekitar 26,0 – 28,0 °C, suhu tanah 28,0 – 29,0 °C, dan distribusi suhu permukaan sebesar 21,0 – 28,0 °C. c). Herpetofauna berada pada suhu udara 27,0 – 28,0 °C dengan suhu tanah 28,0 – 30,0 °C serta distribusi suhu permukaan sebesar 28,1 – 32,0 °C. d). Mamalia berada pada suhu udara 29,1 – 32,0 °C, suhu tanah 27,0 - 28,0 °C serta distribusi suhu permukaan sebesar 25,0 – 28,0 °C. e) Cacing berada pada suhu udara 26,0 – 28,0 °C, suhu tanah 28,0 – 31,0 °C dan distribusi suhu permukaan sebesar 28,1 – 32,0 °C. Konversi tutupan lahan hutan sekunder (PT A dan PT D) menjadi kebun sawit telah menurunkan nilai ekonomi satwa liar. Penurunan nilai ekonomi akibat adanya konversi hutan sekunder menjadi sawit terlihat pada taksa burung (PT A) serta taksa mamalia dan burung pada PT B. Sedangkan pada taksa herpetofauna konversi tersebut telah meingkatkan nilai ekonomi kedua taksa (PT A dan PT D). Perubahan hutan sekunder menjadi sawit telah menurunkan nilai ekonomi satwa liar sebesar Rp 171.000-1.432.250. Konversi tutupan lahan kebun kakao menjadi kebun sawit telah menurunkan nilai ekonomi satwa sebesar Rp 360.250 pada PT A. Berbeda halnya dengan PT B, dimana konversi tersebut telah meningkatkan nilai ekonomi satwa sebesar Rp 323.750. Konversi tutupan lahan semak belukar menjadi kebun sawit pada PT C telah meningkatkan nilai ekonomi satwa sebesar Rp 29.250. Jika dilihat dari komposisi perubahan jenis akibat adanya konversi lahan tersebut, pada taksa mamalia dan herpetofauna mengalami penurunan nilai ekonomi satwa sedangkan untuk burung dan kupu-kupu mengalami peningkatan nilai ekonomi satwa. Strategi yang dapat diterapkan dalam konservasi satwa liar pada perkebunan sawit di Sulawesi Barat adalah mengoptimalkan peran key player dalam menjalankan strategi yang telah dirumuskan dimana perusahaan perkebunan sawit dan masyarakat/kelompok tani adalah sebagai menjalankan fungsi pengelolaan. Hal ini diharapkan menjadi prototype konservasi satwa liar pada perkebunan sawit di Sulawesi barat. Pemerintah sebagai key player adalah menjalankan fungsi tata kelola, sementara Peran menjalankan fungsi tata kelola adalah memastikan fungsi ekologi dan keanekaragaman hayati tetap terjaga, yang harus dituangkan secara eksplisit dalam rencana program Dinas Pertanian, perkebunan dan Peternakan, dan Dinas Lingkungan Hidup. Peran perusahaan perkebunan sawit dan masyarakat/kelompok tani adalah 1) menyusun perencanaan perkebunan yang mempertimbangkan aspek keanekaragaman hayati, termasuk juga menetapkan areal yang memiliki nilai konservasi tinggi, 2) pengembangan tanaman sawit yang mempertimbangkan aspek keanekaragaman hayati, 3) pemeliharaan tanaman dan mengendalikan hama dan gulma yang ramah lingkungan yang menjamin keberlanjutan biodiversitas.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/112140
Appears in Collections:DT - Forestry

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Cover.pdf
  Restricted Access
Cover766.61 kBAdobe PDFView/Open
E 361160021_Sitti Ramlah.pdf
  Restricted Access
Fullteks11.62 MBAdobe PDFView/Open
Lampiran.pdf
  Restricted Access
Lampiran6.49 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.