Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/111713
Title: Pupuk Bersubsidi dan Perburuan Rente: Studi Kasus Periode tahun 2008-2020
Authors: Damanhuri, Didin S.
Achsani, Noer Azam
Yustika, Ahmad Erani
Sastra, Eka
Issue Date: 2022
Publisher: IPB University
Abstract: Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut setidaknya mencakup penyedia lapangan kerja, menyediakan bahan pangan dan menjadi fondasi dasar transformasi ekonomi nasional. Peran penting sektor pertanian didukung dengan kebijakan subsidi pupuk yang dimulai sejak 1970 hingga saat ini. Sepanjang waktu tersebut, beragam skema subsidi telah diambil oleh pemerintah. Lebih lanjut, kebijakan pupuk bersubsidi mensyaratkan kelembagaan yang kokoh dan proses pengawasan kebijakan tersebut agar dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah. Namun demikian, kondisi ideal kebijakan subsidi pupuk yang rapi, terkoordinasi dengan baik dan benar belum tercapai. Hingga tahun 2020, masih banyak temuan di lapangan seperti kelangkaan pupuk, penyalahgunaan pupuk bersubsidi dan harga eceran pupuk yang lebih tinggi dari ketentuan. Tahapan dan proses yang panjang dan kompleks serta pihak yang terlibat sangat banyak, dengan struktur pasar pupuk yang cenderung monopolistik membuka ruang adanya biaya transaksi dan potensi praktik perburuan rente dalam pelaksanaannya. Biaya transaksi dan praktik perburuan rente menambah biaya yang ditanggung oleh petani dan sektor pertanian secara umum sehingga mendorong biaya ekonomi tinggi dan menghilangkan potensi pertumbuhan sektor pertanian. Subsidi pupuk meningkat tiap tahun tidak sepenuhnya menjadi input yang meningkatkan output pertanian dan kesejahteraan petani. Berangkat dari uraian tersebut, rumusan masalah penelitian ini yakni: (1) bagaimana pola perburuan rente dalam pengelolaan pupuk bersubsidi? (2) bagaimana biaya transaksi yang ditimbulkan dalam kebijakan pupuk bersubsidi? (3) berapa potensi kerugian yang hilang akibat praktik perburuan rente dalam pengelolaan pupuk bersubsidi di Indonesia? dan (4) bagaimana rekomendasi kebijakan pupuk yang optimal? Selanjutnya, tujuan penelitian ini melingkupi empat hal: (1) menggambarkan pola perburuan rente dalam kebijakan pupuk bersubsidi Indonesia, baik di tingkat makro maupun mikro, (2) mengungkapkan biaya-biaya transaksi yang timbul dalam kebijakan pupuk bersubsidi, (3) menghitung potensi kerugian yang terjadi akibat praktik perburuan rente dalam kebijakan pupuk bersubsidi dan (4) merumuskan kebijakan pupuk subsidi yang paling optimal. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni analisis data kuantitatif dan kualitatif. Secara garis besar analisis kuantitatif mencakup (1) analisis data deskriptif yang menyajikan data dengan bantuan tabel, gambar, matriks dan sebagainya dengan analisis sederhana dalam bentuk persentase, rasio, distribusi dan lain sebagainya, (2) analisis biaya transaksi dan (3) analisis ICOR (Incremental Capital Output Ratio). Selanjutnya, analisa data kualitatif yang digunakan adalah studi kasus. Analisa ini didukung teknik analisis deskripsi data dan informasi yang telah dikumpulkan. Tahapan analisa dilakukan dengan beberapa tahap kegiatan yakni (1) metode identifikasi, kegiatan ini dilakukan setelah semua informasi dan data terkumpul yang didasarkan atas fokus studi. Identifikasi secara sederhana dilakukan berdasarkan poin-poin penting, informasi dan pandangan narasumber, (2) metode kategorisasi dengan cara pengelompokan data berdasarkan hasil identifikasi dan fokus studi yang disandingkan dalam matriks dan (3) metode interpretasi/penafsiran dilakukan setelah proses analisa hubungan antar data. Interpretasi disertai teori- teori yang relevan sesuai kaidah penelitian kualitatif dan argumentatif. Kesimpulan penelitian pola perburuan rente terjalin secara kompleks, terlihat dari proses perencanaan hingga pelaksanaan di lapangan. Dari level terendah, kelompok tani, hingga pemerintahan bahkan sampai ke tingkat korporasi Pupuk Indonesia Holding Compony (PIHC). Perburuan rente berjalan secara struktural dari atas ke bawah dan menciptakan dua harga, subsidi dan non subsidi. Petani kecil dan negara menjadi kelompok yang dirugikan sementara PIHC, distributor, kios dan petani mampu yang mendapatkan keuntungan. Biaya transaksi terbesar terjadi pada level makro (perusahaan penyedia bahan baku gas) dan distributor. Potensi perkiraan biaya transaksi pada level perusahaan sepanjang Tahun 2017-2020 berkisar Rp 20.4 triliun sedangkan potensi biaya transaksi pada Tahun 2021 berkisar Rp 3,4 triliun. Ini menyebabkan petani harus membayar pupuk subsidi melebihi HET. Lebih jauh, biaya transaksi muncul disebabkan oleh hierarchy kelembagaan kompleks. Pertumbuhan sektor tanaman pangan mengalami fluktuasi. Pertumbuhan sektor tanaman pangan tahun 2011-2015 adalah -1 persen; 4,9 persen; 1,97 persen, 0,06 persen dan 4,37 persen. Nilai ICOR pada rentan Tahun 2011 – 2015 berkisar 0,65 (lag 1 tahun) ; 0,78; 1,74; 1,25 dan 1,31 (lag 1 tahun). Artinya, investasi sektor tanaman pangan memberikan multiplier effect yang tinggi terhadap kinerja pertumbuhan ekonomi. Pada periode tahun 2016-2020, kinerja sektor tanaman pangan tidak lebih efisien karena nilai ICOR lebih besar dibandingkan dengan periode 2011-2015. Nilai ICOR pada Tahun 2016 – 2020 berkisar 2,23; 2,36; 4,55; 1,91 dan 1,68.Lebih lanjut, pertumbuhan sektor tanaman pangan tahun 2016 – 2020 adalah 2,53 persen; 2,35 persen; 1,48 persen; -1,17 persen dan 4,05 persen. Beberapa rekomendasi dan implikasi kebijakan tersebut diantaranya adalah; (1) pemerintah perlu mengevaluasi mekanisme kebijakan pupuk bersubsidi karena telah menciptakan hierarchy kelembagaan yang kompleks dan asymmetric information sehingga menimbulkan transaction cost pada berbagai level distribusi kebijakan pupuk bersubsidi yang merugikan petani dan memberikan perlindungan kepada petani dari sisi regulasi yang jelas agar petani mendapat manfaat kesejahteraan dari kebijakan pupuk bersubsidi, (2) kebijakan pupuk selayaknya tidak full monopoly tetapi perlu dikombinasikan dengan keterbukaan (persaingan industri pupuk) dengan mengatur sistem kelembagaan melalui the formal rules of the game, roles of the game, penegakan aturan dan hierarchy kelembagaan yang efisien. Selanjutnya, Pemerintah harus mematok harga bahan baku gas berdasarkan harga dunia yaitu + 3 USMMBTU(bukan6US - 9 US$ MBBTU) untuk mengurangi beban subsidi negara dan mencegah terjadinya EPR, (3) penelitian dengan metode analisis ICOR menggunakan asumsi yang ketat dan linear sehingga perlu melakukan penelitian yang lebih operasional yang dapat mengukur secara jelas dampak dan dinamika kebijakan pupuk terhadap kesejahteraan petani dan (4) subsidi pupuk perlu diubah dari subsidi harga atau subsidi tidak langsung menjadi subsidi langsung agar lebih tepat sasaran ke petani atau kelompok tani.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/111713
Appears in Collections:DT - Business

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Cover,Lembar Pernyataan,Abstrak,Lembar Pengesahan,Prakata, dan Daftar Isi.pdf
  Restricted Access
Cover610.48 kBAdobe PDFView/Open
K16170012_Eka Sastra.pdf
  Restricted Access
Fulltext3.37 MBAdobe PDFView/Open
Lampiran.pdf
  Restricted Access
Lampiran5.95 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.