Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/110811
Title: Dinamika Agroekosistem Penyakit Moler (Fusarium oxysporum f. sp. cepae) Bawang Merah di Sentra Produksi Kabupaten Brebes
Other Titles: The Dynamics of Fusarium Basal Rot Disease Agroecosystem (Fusarium oxysporum f. sp. cepae) in Shallot Production Centers, Brebes Regency
Authors: Soekarno, Bonny Poernomo Wahyu
Yuliani, Titiek Siti
Surono, Surono
Asih, Dwi Ndaru Sekar
Issue Date: 24-Jan-2022
Publisher: IPB University
Abstract: Penyakit moler banyak dilaporkan menginfeksi bawang merah di sejumlah daerah sentra produksi, terutama di Kabupaten Brebes, Indonesia. Kabupaten Brebes merupakan salah satu kontributor utama bawang merah nasional. Kejadian penyakit moler berpotensi menurunkan hasil panen secara ukuran maupun kualitas umbi dengan potensi kehilangan hasil mencapai 65,49%. Meskipun infeksi berat penyakit moler terjadi pada off season (musim hujan), namun penyakit ini juga ditemukan saat musim kemarau. Penyakit moler disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. cepae. Banyak penelitian yang mempublikasikan terkait hubungan faktor lingkungan dengan penyakit layu fusarium pada tanaman jagung, semangka, dan chickpea. Akan tetapi sampai saat ini belum dilaporkan hubungan faktor lingkungan terhadap penyakit moler pada bawang merah. Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari keparahan penyakit moler pada agroekosistem bawang merah dan mengkaji hubungan faktor lingkungan dan cara budi daya terhadap keparahan penyakit moler di sentra produksi bawang merah Kabupaten Brebes meliputi kecamatan Larangan, Wanasari dan Brebes. Penelitian survei dilakukan di sentra produksi bawang merah kecamatan Larangan, Wanasari dan Brebes, kabupaten Brebes. Pengukuran kejadian dan keparahan penyakit dilakukan di kebun petani secara purposive sampling dengan metode pengambilan contoh tanaman secara diagonal. Pengamatan gejala dan tanda penyakit untuk mengetahui penyebab tanaman sakit. Wawancara dengan panduan kuesioner dilakukan kepada responden petani tentang cara budi daya dan pengendalian penyakit. Data cuaca diambil dari basis data online BMKG stasiun pengamatan Tegal. Pengambilan sampel tanah komposit dilakukan untuk analisis kandungan sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Analisis biologi tanah dilakukan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, IPB. Analisis kimia dan fisik tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, IPB. Data wawancara disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis multivariate Principal Component Analysis (PCA), data variabel lingkungan dianalisis regresi dan korelasi, dan data keparahan penyakit dianalisis ANOVA. Berdasarkan hasil pengamatan keparahan penyakit moler di tiga kecamatan sentra bawang merah yaitu kecamatan Brebes, Wanasari dan Larangan menunjukkan bahwa keparahan penyakit moler tergolong rendah (< 5%) sebesar 2,34%; 1,54%; 1,06% dengan laju infeksi 0,000415; 0,000375; 0,000225 per unit per minggu, dan AUDPC 0,85; 0,43 ; 0,37 unit secara berurutan pada masa tanam Juli-Agustus. Perkembangan penyakit (AUDPC) moler pada tingkat kecamatan maupun desa berbeda secara signifikan. Nilai AUDPC paling tinggi terdapat di kecamatan Brebes. Berdasarkan hasil kajian analisis unsur cuaca terhadap keparahan penyakit menunjukkan bahwa faktor kelembapan udara (RH) dan suhu (t) mendukung keparahan penyakit moler di lapangan pada musim kemarau. Pada kondisi kelembapan rendah (75,10%) diikuti dengan suhu tinggi (27,550C) secara simultan menyebabkan keparahan penyakit moler di lapangan rendah antara 1,06%-2,35%. Berdasarkan hasil kajian korelasi sifat-sifat tanah terhadap keparahan penyakit moler menunjukkan bahwa C-organik dan rasio C/N berkorelasi negatif kuat dengan keparahan penyakit sedangkan kandungan N-total dan persentase pasir tanah berkorelasi positif kuat dengan keparahan penyakit. Selain itu, indeks keragaman bakteri rhizosfer (H’) berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit moler. Rendahnya indeks keragaman bakteri rhizosfer dipengaruhi oleh kandungan C-organik tanah yang rendah menyebabkan keparahan penyakit moler meningkat. Berdasarkan hasil analisis principal component analysis (PCA) kajian aspek cara budidaya menunjukkan kecenderungan sama antara praktik budi daya yang dilakukan petani di kecamatan Brebes, Larangan, maupun Wanasari. Dosis pupuk NPK, frekuensi penyiraman, frekuensi aplikasi herbisida dan pestisida berhubungan kuat dengan keparahan penyakit moler sebesar 84,4% dari total varians data. Hasil penelitian ini memberikan informasi hubungan antara keparahan penyakit moler dengan faktor lingkungan dan cara budi daya bawang merah sehingga diketahui penyebab utama penyakit moler terjadi pada musim kemarau di Kabupaten Brebes. Hal tersebut menjadi dasar untuk para peneliti mengembangkan strategi pengendalian penyakit moler dan untuk pelaku usaha tani bawang merah untuk melakukan perbaikan cara budidaya seperti memilih waktu tanam yang tepat, menggunakan benih yang sehat, penggunaan pupuk N berbasis nitrat dan pemupukan tepat dosis, serta menambah input bahan organik tanah sebagai upaya pencegahan dan pengendalian penyakit moler dengan tetap menjaga keberlanjutan agroekosistem.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/110811
Appears in Collections:MT - Agriculture

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Halaman Depan.pdf
  Restricted Access
Cover2.46 MBAdobe PDFView/Open
Tesis full text Dwi Ndaru S A.pdfFullteks12.89 MBAdobe PDFView/Open
Lampiran.pdf
  Restricted Access
Lampiran829.04 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.