Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/110725
Title: Dampak Standar Keberlanjutan terhadap Pendapatan Usahatani Kopi: Kasus Program CAFE Practices di Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan
Other Titles: The Impact of Sustainability Standard on Coffee Farming Income: Case of CAFE Practices Program in Enrekang Regency, South Sulawesi Province
Authors: Nurmalina, Rita
Suprehatin, Suprehatin
Sudirman, Hendra
Issue Date: 2021
Publisher: IPB University
Abstract: Perkebunan kopi rakyat di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan dalam pengembangannya, diantaranya adalah pengelolaan usahatani yang belum optimal, penanganan pasca panen yang belum memadai, tingginya serangan hama dan penyakit, penurunan kelestarian lingkungan, lemahnya kelembagaan petani, serta berubahnya preferensi konsumen global ke arah produk yang berkelanjutan. Secara keseluruhan, permasalahan tersebut berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas, kualitas, harga, permintaan kopi Indonesia, serta pendapatan usahatani kopi yang diterima oleh petani. Salah satu cara yang dipandang dapat mengatasi tantangan tersebut adalah dengan menerapkan standar keberlanjutan. Dasar pemikirannya adalah bahwa standar keberlanjutan mengamanatkan petani untuk menerapkan praktik pertanian khusus yang dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi, sekaligus melindungi kelestarian lingkungan serta meningkatkan kondisi sosial petani. Hal tersebut didukung oleh ketentuan bahwa petani harus tergabung dalam organisasi pendukung yang dapat meningkatkan kapasitas mereka untuk menerapkan praktik pertanian yang berkelanjutan. Penerapan standar keberlanjutan juga memungkinkan diperolehnya sertifikat atau label berkelanjutan sebagai jaminan kepada konsumen global bahwa kopi yang dihasilkan petani diproduksi sesuai dengan prinsip keberlanjutan. Lebih lanjut, standar keberlanjutan juga menawarkan harga yang lebih tinggi melalui penetapan harga premium. Salah satu standar keberlanjutan yang banyak diadopsi oleh petani, khususnya di daerah penghasil kopi Arabika, adalah program Coffee and Farmer Equity (CAFE) Practices yang diinisiasi oleh Starbucks Coffee Company. Di Indonesia, program ini telah diadopsi di beberapa daerah, salah satunya adalah di Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan. Starbucks mengklaim bahwa penerapan program CAFE Practices akan memberikan dampak ekonomi yang positif melalui peningkatan produktivitas dan kualitas kopi sebagai hasil dari diterapkannya praktik budidaya yang lebih baik. Selain itu, petani juga didukung dengan harga premium dan transparansi ekonomi di sepanjang rantai pasok untuk memastikan bahwa petani memperoleh pembayaran yang adil dan transparan. Namun demikian, penerapan program CAFE Practices juga berpotensi meningkatkan biaya produksi sebagaimana petani perlu melakukan perbaikan praktik budidaya dan mematuhi sejumlah ketentuan dalam program CAFE Practices. Penelitian ini bertujuan: (1) mendeskripsikan perbedaan praktik budidaya antara petani yang mengikuti dan tidak mengikuti program CAFE Practices di Kabupaten Enrekang; (2) menganalisis perbedaan komponen pendapatan usahatani kopi (produktivitas, biaya produksi dan harga kopi) antara petani yang mengikuti dan tidak mengikuti program CAFE Practices di Kabupaten Enrekang; (3) menganalisis dampak program CAFE Practices terhadap pendapatan usahatani kopi di Kabupaten Enrekang. Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan melalui wawancara dengan 200 petani kopi di Kabupaten Enrekang. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli–Agustus 2021. Metode analisis data yang digunakan adalah: (1) analisis deskriptif statistik untuk mendeskripsikan perbedaan praktik budidaya antara petani yang mengikuti dan tidak mengikuti program CAFE Practices di Kabupaten Enrekang; (2) analisis pendapatan usahatani untuk mengestimasi besarnya penerimaan, biaya produksi, dan pendapatan usahatani kopi di Kabupaten Enrekang; (3) analisis Propensity Score Matching (PSM) untuk menganalisis perbedaan produktivitas kopi, biaya produksi, dan pendapatan usahatani kopi antara petani yang mengikuti dan tidak mengikuti program CAFE Practices, serta dampak program CAFE Practices terhadap pendapatan usahatani kopi di Kabupaten Enrekang. Hasil analisis deskriptif menujukkan bahwa secara proporsi petani yang mengikuti program CAFE Practices lebih banyak yang menerapkan praktik budidaya yang lebih baik dibandingkan dengan petani yang tidak mengikuti program CAFE Practices. Petani yang mengikuti program CAFE Practices lebih banyak yang melakukan pemangkasan yang lebih intensif, pemupukan yang lebih baik (lebih intensif dan dibenam), pengendalian OPT secara alami, pembuatan rorak (lubang buatan yang difungsikan sebagai penahan erosi dan tempat penyimpanan bahan organik), pemangkasan tanaman penaung, dan pemetikan selektif dibandingkan petani yang tidak mengikuti program CAFE Practices. Pelaksanaan praktik-praktik tersebut didasarkan pada praktik budidaya yang baik mengikuti ketentuan program CAFE Practices. Hasil analisis PSM menujukkan bahwa petani yang mengikuti program CAFE Practices di Kabupaten Enrekang memiliki produktivitas kopi yang lebih tinggi sebesar 16,66%, biaya produksi yang lebih tinggi sebesar 24,38%, dan harga kopi yang lebih tinggi sebesar 2,95% daripada petani yang tidak mengikuti program CAFE Practices. Produktivitas dan biaya produksi yang lebih tinggi merupakan hasil dari diterapkannya praktik budidaya yang lebih baik mengikuti ketentuan program CAFE Practices. Adapun harga kopi yang lebih tinggi merupakan hasil dari diterimanya premi atas kualitas kopi yang lebih baik serta diperolehnya akses terhadap pasar yang memberikan nilai yang lebih tinggi untuk kopi yang berkualitas. Secara keseluruhan, produktivitas dan harga kopi yang lebih tinggi dapat mengimbangi biaya produksi yang juga lebih tinggi dalam penerapan program CAFE Practices, sehingga program CAFE Practices berdampak positif terhadap pendapatan usahatani kopi di Kabupaten Enrekang. Petani yang mengikuti program CAFE Practices menerima pendapatan usahatani kopi yang lebih tinggi sebesar 18,55% daripada petani yang tidak mengikuti program CAFE Practices. Petani yang mengikuti program CAFE Practices harus dapat mempertahankan atau meningkatkan produktivitas dan kualitas kopi yang mereka hasilkan agar tetap dapat menerima pendapatan usahatani kopi yang tinggi dan mengakses pasar yang memberikan nilai yang lebih tinggi untuk kopi yang berkualitas. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mempertahankan atau meningkatkan penerapan praktik budidaya yang lebih baik mengikuti ketentuan program CAFE Practices. Penerapan praktik budidaya yang lebih baik tersebut membutuhkan biaya produksi yang lebih tinggi. Starbucks dapat menyediakan dukungan pembiayaan untuk membantu petani memenuhi kebutuhan biaya yang diperlukan untuk mempertahankan atau meningkatkan penerapan praktik budidaya yang lebih baik tersebut.
Smallholder coffee plantations in Indonesia still face several challenges in their development, such as suboptimal farming management, inadequate post-harvest handling, increased pest and disease attacks, decreasing environmental sustainability, weak farmer institutions, and changing consumer preferences to sustainable products. Overall, these problems contribute to the low productivity, quality, price, demand for Indonesian coffee, as well as coffee farming income received by farmers. One way that is considered to be able to overcome these challenges is the implementation of sustainability standards. The rationale is that sustainability standards mandate agricultural practices that can increase the quantity and quality of coffee, while protecting environmental sustainability and improving the social conditions of farmers. The provisions of sustainability standards also stipulate that farmers must join supporting organizations that can increase their capacity in production and quality improvement. Sustainability standards also allow farmers to obtain a sustainable certificate or label to guarantee that their coffee is produced in accordance with sustainability principles. In terms of price, sustainability standards also offer a premium price for farmers. One of the sustainability standards that is widely adopted by farmers, especially in Arabica coffee growing areas, is the Coffee and Farmer Equity (CAFE) Practices program launched by Starbucks Coffee Company. This program has been implemented in several regions in Indonesia, one of which is in Enrekang Regency in South Sulawesi Province. Starbucks claims that implementing the CAFE Practices program will have a beneficial economic impact on farmers through increased productivity and coffee quality because of implementing better cultivation practices following the provisions of the CAFE Practices program. In addition, farmers are also supported with premium prices and economic transparency along the supply chain to ensure that farmers receive fair and transparent payments. On the other hand, the implementation of the CAFE Practices program can increase production costs needed to implement better cultivation practices following the provisions of the CAFE Practices program. This study aims to: (1) identify differences in cultivation practices between farmers participating and did not participate in the CAFE Practices program in Enrekang Regency; (2) analyze differences in the components of coffee farming income (productivity, production costs and coffee prices) between farmers participating and did not participate in CAFE Practices program in Enrekang Regency; (3) analyze the impact of CAFE Practices program on coffee farming income in Enrekang Regency. This study used primary data collected through interviews with 200 coffee farmers in Enrekang Regency. Data collection was conducted in July–August 2021. The data analysis methods used were: (1) descriptive statistical analysis to describe differences in cultivation practices between farmers participating and did not participate in CAFE Practices program; (2) farm income analysis to estimate the revenue, production cost, and coffee farming income in Enrekang Regency; (3) Propensity Score Matching (PSM) analysis to analyze differences in coffee productivity, production cost, and coffee farming income between farmers participating and did not participate in the CAFE Practices program, as well as the impact of the CAFE Practices program on coffee farming income in Enrekang Regency. The results of descriptive analysis showed that farmers participating in the CAFE Practices program carry out better cultivation practices than farmers who did not participate. The proportion of farmers participating in the CAFE Practices program who applied more intensive pruning, better fertilization practices (more intensive and buried), natural pest control, making rorak for soil and water conservation, pruning shade plants for sunlight regulation, and selective picking was higher than farmer’s who did not participate. The implementation of those practices is based on good cultivation practices following the provisions of the CAFE Practices program. The results of PSM analysis showed that farmers who participate in the CAFE Practices program in Enrekang Regency have higher coffee productivity of 16.66%, higher production cost of 24.38%, and higher coffee price of 2.95% than farmers who did not participate. Higher productivity and production costs resulted from implementing better agricultural practices following the provisions of the CAFE Practices program. The higher coffee price is the result of receiving a premium for better coffee quality and gaining access to markets that provide a higher value for quality coffee. Overall, higher coffee productivity and prices can offset the higher production costs of implementing the CAFE Practices program, thus the implementation of the CAFE Practices program in Enrekang Regency had a positive impact on coffee farming income. Farmers participating in the CAFE Practices program received 18.55% higher coffee farm income than farmers who did not participate. Farmers participating in the CAFE Practices program must maintain or increase the productivity and quality of their coffee to continue to receive high coffee farming incomes and be able to access markets that provide higher value for quality coffee. This can be done by maintaining or increasing the application of better cultivation practices following the provisions of the CAFE Practices program. Implementing these better farming practices requires higher costs. Starbucks should provide financial support to help farmers meet the costs needed to maintain or enhance the adoption of those better farming practices.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/110725
Appears in Collections:MT - Economic and Management

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Cover.pdf
  Restricted Access
Cover571.4 kBAdobe PDFView/Open
HENDRA SUDIRMAN.pdf
  Restricted Access
Fullteks1.79 MBAdobe PDFView/Open
Lampiran.pdf
  Restricted Access
Lampiran700.87 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.