Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/105976
Title: Pengembangan Model Komunikasi Inovasi dalam Implementasi Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu Berbasis Teknologi Informasi
Authors: Muljono, Pudji
Las, Irsal
Mulyandari, Retno Sri Hartati
Aziz, Abdul
Issue Date: 2020
Publisher: IPB University
Abstract: Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu (SI Katam Terpadu) merupakan salah satu alat bantu bagi petani atau pengguna lainnya dalam menentukan awal musim dan pola tanam, penggunaan varietas, pemupukan berimbang, informasi tentang serangan hama dan penyakit tanaman, dan penggunaan alat serta mesin pertanian. SI Katam Terpadu mempunyai peran sangat strategis dalam upaya adaptasi terhadap perubahan iklim karena menginformasikan kondisi musim tanam ke depan, yang meliputi awal waktu tanam, wilayah rawan bencana banjir, kekeringan, dan ancaman organisme pengganggu tanaman (OPT) yang erat kaitannya dengan dinamika dan perubahan iklim. SI Katam Terpadu yang dikembangkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian disampaikan kepada penyuluh pertanian lapangan (PPL) dan petani melalui Tim Gugus Tugas Katam (TGT Katam) yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Namun demikian hambatan yang dihadapi dalam pengimplementasiannya, antara lain: (a) petani belum memahami SI Katam Terpadu dan masih cenderung meyakini kebiasaan yang dilakukan turun temurun, (b) kemampuan dan pengetahuan PPL terhadap SI Katam Terpadu masih rendah, dan (c) kurangnya sarana prasarana di tingkat petani, baik sarana produksi maupun sarana komunikasi. Di sisi lain, pemerintah memprogramkan berbagai upaya pencapaian swasembada pangan, seperti program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dan program upaya khusus (UPSUS) Padi, Jagung, Kedelai (Pajale). Salah satu titik ungkit (entry point) kedua program adalah peningkatan indeks pertanaman (IP) melalui kebijakan tanam-panen-tanam secara terus menerus. Oleh sebab itu efektifitas dari sistem komunikasi dan atau diseminasi sangat penting dan menentukan dalam pengimplementasian serta kemanfaatan atau daya guna dari SI Katam Terpadu sebagai inovasi yang mendukung program peningkatan produksi pangan. Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengkaji pemahaman petani terhadap SI Katam Terpadu sebagai suatu teknologi informasi pertanian yang merupakan hasil penelitian dan pengembangan dari Balitbangtan yang akan diaplikasikan dan dimanfaatkan oleh petani, 2) mengkaji sejauh mana tingkat implementasi petani terhadap SI Katam Terpadu sebagai suatu teknologi informasi, 3) mengetahui bentuk komunikasi yang dilakukan oleh Balitbangtan dalam pengimplementasian SI Katam Terpadu, 4) mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi adopsi inovasi SI Katam Terpadu, dan 5) merumuskan rekomendasi model komunikasi inovasi yang ideal agar SI Katam Terpadu dapat dimanfaatkan oleh petani secara optimal. Penelitian ini menggunakan metode survei yang bersifat deskriptif eksplanatori. Pendekatan survei dilakukan untuk mendapatkan data primer secara kuantitatif melalui kuesioner sebagai instrumen penelitian. Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan pendekatan wawancara, pengamatan langsung, dan diskusi kelompok terfokus (FGD). Kegiatan penelitian ini dilakukan di 6 wilayah yang telah mendapatkan sosialisasi SI Katam Terpadu serta didasarkan atas zonasi, tipe agroklimat, dan pola curah hujan yaitu Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Yogyakarta, Jawa Barat, NTB, dan NTT. Penelitian ini dilakukan pada Mei 2018 sampai dengan Mei 2019. Pengambilan sampel dilakukan dengan pendekatan purposive sampling dengan cara menetapkan ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu petani yang sudah tersosialisasi SI Katam Terpadu. Teknik analisis yang digunakan adalah Structural Equation Model (SEM) dengan aplikasi LISREL 8.7 dan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum petani sudah mengerti dan memahami SI Katam Terpadu. Kegiatan sosialisasi, bimtek, dan demplot SI Katam Terpadu yang dilakukan oleh TGT Katam dan PPL dapat memberikan pengenalan, pemahaman, dan pembelajaran kepada petani. Informasi dari TGT Katam Terpadu maupun PPL membuat petani memahami teknologi SI Katam Terpadu sebagai alat bantu bagi mereka dalam merencanakan usahataninya yang lebih baik, terutama dalam menghadapi perubahan iklim dan peningkatan produksi tanamannya. Tahapan implementasi yang dilakukan petani sampai tahun 2016 sudah melalui beberapa tahapan dari mulai pengenalan, persuasi, keputusan, dan implementasi. Namun demikian petani belum mampu memberikan umpan balik untuk perbaikan SI Katam Terpadu ke depan. Bentuk komunikasi dalam implementasi SI Katam Terpadu terdiri atas empat macam, yaitu komunikasi organisasi, komunikasi kelompok, komunikasi massa, dan komunikasi antar pribadi. Komunikasi organisasi terjadi di lingkungan internal Balitbangtan dalam mengoordinasikan Unit Kerja (UK) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) serta pada tingkat internal pemerintah daerah yaitu Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Komunikasi kelompok dilakukan antara TGT Katam Terpadu dengan PPL dan Ketua Gapoktan/Poktan, antara PPL dengan Ketua Gapoktan/Poktan, maupun antara Poktan dengan petani anggota Poktan. Komunikasi massa terjadi dari TGT Katam Terpadu dengan Dinas Pertanian Provinsi maupun Kabupaten/Kota, BPP/PPL, dan petani melalui media cetak dan elektronik. Sedangkan komunikasi antarpribadi dilakukan secara personal antara TGT Katam dengan petani dan antara PPL dengan petani. Keunggulan dan manfaat SI Katam Terpadu menurut petani lebih ditekankan pada implikasi atau dampak pemanfaatan SI Katam Terpadu, yaitu adanya peningkatan produksi padi. Hal ini karena dipengaruhi oleh penentuan waktu tanam yang ideal, pemberian dosis pupuk yang berimbang, pemilihan varietas yang sesuai dengan agroekologi, penggunaan alat dan mesin pertanian yang sesuai dengan kebutuhan, serta pengendalian hama yang baik. Penerapan inovasi SI Katam Terpadu di lapangan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik SI Katam Terpadu dan dukungan dari penyuluh. Kedua faktor tersebut secara tidak langsung juga memengaruhi nilai tambah pemanfaatan SI Katam Terpadu. Sedangkan faktor implementasi SI Katam Terpadu dan dukungan peneliti/TGT Katam memiliki nilai yang signifikan terhadap efektifitas SI Katam Terpadu dalam mendukung nilai tambah pemanfaatannya. Pengembangan model komunikasi yang efektif dalam implementasi SI Katam Terpadu dapat dilakukan dengan meningkatkan faktor-faktor yang memengaruhi secara signifikan. Karakteristik SI Katam Terpadu yang menguntungkan petani, informasinya sesuai dengan kebutuhan petani, mudah untuk dilihat, datanya akurat, serta sesuai dengan karifan lokal dapat menarik petani untuk mengadopsi teknologi tersebut. Dukungan PPL dalam implementasi SI Katam Terpadu dapat dilakukan dengan memberikan sosialisasi dan bimtek SI Katam Terpadu kepada petani dan kompetensi PPL. Dukungan TGT Katam Terpadu dalam memberikan informasi pertanian secara luas dapat memotivasi petani dalam menerapkan SI Katam Terpadu. Keinginan petani dalam meningkatkan produksi hasil pertanian menjadi modal bagi TGT Katam Terpadu untuk memberikan alternatif solusi permasalahan di lapangan. Dialog antara TGT Katam Terpadu, PPL, dan petani dilakukan agar pemanfaatan SI Katam Terpadu dapat diimplementasikan secara berkelanjutan. Konvergensi atau kesepakatan didasarkan pada kesesuaian SI Katam Terpadu dengan kearifan lokal terutama dalam menentukan jadwal tanam. Melalui media tatap muka yang dibangun oleh TGT Katam maupun PPL dengan petani akan mendorong terjadinya komunikasi partisipatif yang sangat dibutuhkan sebagai strategi komunikasi yang tepat agar SI Katam Terpadu dapat dimanfaatkan oleh petani secara berkelanjutan. Selain petani, para pengambil kebijakan baik pusat maupun daerah, seyogianya juga diposisikan sebagai “adopter”, sehingga pengimplementasian SI Katam Terpadu dapat lebih efektif dan mendapat dukungan kebijakan dan program.
Integrated Cropping Calendar Information System (ICCIS) is a tool for farmers or other users to support crop cultivation activities. Some functionalities provide in ICCIS are (a) to determine the start of the season and cropping patterns, (b) (2) the use of varieties, (c) (3) balanced fertilization, (d) (4) information about plant pest and disease attacks, and (d) (5) the usage of agricultural tools and machinery. ICCIS has a very strategic role in adapting to climate change. ICCIS could provide information about the next planting season conditions, including the starting time to plant, areas prone to flooding, drought, and the threat of plant pests (OPT=organisme pengganggu tanaman) has close relation with the dynamics of climate change. ICCIS developed by the Indonesian Agency for Agricultural Research and Development (IAARD), the Ministry of Agriculture. Moreover, ICCIS delivered and disseminated to field agricultural extension (PPL=penyuluh pertanian lapangan) and farmers to all provinces in Indonesia by the ICCIS Task Force. However, obstacles encountered in its implementation on farm level, namely (a) farmers do not understand ICCIS and still tend to believe in hereditary habits from generation to generation, (b) the ability and knowledge of PPL to ICCIS is still low, and (c) lack of facilities and infrastructure. On the other hand, the government has programmed various efforts to achieve food self-sufficiency, such as the National Rice Production Increase Program/ Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), and the Special Efforts/Upaya Khusus (UPSUS) Program for rice, corn, soybeans. Both programs' entry points increase in the crop index (CI) through a crop-harvest-crop policy. Therefore the effectiveness of the communication and dissemination system is crucial and decisive in the implementation as well as the usefulness or effectiveness of ICCIS as one of the IAARD innovations that supports the program of increasing food production. The objectives of this study are: 1) to examine farmers' understanding of ICCIS as an agricultural information technology as the result of research and development produced by IAARD which will be applied and utilized by farmers, 2) assessing the extent to which farmers implement ICCIS as information technology, 3) knowing the format of communication made by the IAARD in implementing ICCIS, 4) knowing the factors that influence the adoption of ICCIS, and 5) formulating recommendations for the ideal innovation communication model so that the ICCIS can be utilized by farmers optimally. This research uses descriptive-explanatory survey method. Obtaining primary quantitative data use the survey approach through questionnaires as research instruments. Qualitative data collected use interviews, direct observation, and focus group discussions (FGD) approaches. The six provinces that have already received ICCIS selected as research location based on diversity in zoning, agro climate types, and rainfall patterns. The six provinces are North Sumatra, South Kalimantan, Yogyakarta, West Java, NTB, and NTT. This research conducted in October 2018 until May 2019. Sampling was carried out using a purposive sampling approach by determining specific characteristics that fit the research objectives, namely farmers who have implemented ICCIS recommendations. The analysis technique used is the Structural Equation Model (SEM) to apply LISREL 8.7 and descriptive analysis. The results of this study indicate that in general, the farmers already understand ICCIS. The socialization activities, technical guidance, and demonstration plot of ICCIS conducted by Task Force of ICCIS and field agricultural extension (PPL) can provide introduction, understanding, and learning to farmers. Information from Task Force of ICCIS and PPL made farmers understand ICCIS as a tool for farmers to plan better farming in the face of climate change. The implementation stages carried out by farmers until 2016 have gone through quite a long stage, starting from introduction, persuasion, decisions, and implementation. The farmer then implements the farmer's decision. Indications of the success of the application of ICCIS application are shown by the increase in crop production and crops to avoid drought stress during El-Nino 2015. However, farmers have difficulties providing feedback for the improvement of the ICCIS in the future. The form of communication in the implementation of ICCIS consists of four types, namely organizational communication, group communication, mass communication, and interpersonal communication. Organizational communication is carried out internally by the IAARD in coordinating the Work Units and Technical Implementation Units and within the regional government internally, namely at the provincial agriculture office, the district / municipal agriculture service, and the agricultural extension office. There are three groups of communication, namely (a) Group communication between the Task Force of ICCIS and the PPL and the farmer groups' chair, (b) group communication between PPL and the farmer groups' chair, and (c) group communication between farmer groups and farmer group members. Mass communication took place from the Task Force of ICCIS with provincial and district/city agriculture offices, agricultural extension office, field agricultural extension, and farmers. At the same time, interpersonal communication is carried out personally between the Task Force of ICCIS with farmers and between field agricultural extension and farmers. Farmers emphasize the advantages and benefits of ICCIS on the implications or impacts of the use of ICCIS, namely an increase in rice production. Increasing rice production could be happening because it is influenced by determining the ideal planting time, giving a balanced dose of fertilizer, selecting varieties suitable for agroecology, using agricultural tools and machinery according to needs, and controlling disease pests. The application of the ICCIS in the field influenced some factors. Some factors are as the support from the PPL and the characteristics of the ICCIS. These two factors also indirectly affect the added value of the ICCIS. The implementation of the ICCIS and the support of Task Force of ICCIS factors have a significant value in supporting the added value of the ICCIS. Developing a useful communication model in implementing ICCIS can be executed by increasing the factors that significantly influence it. The characteristics of ICCIS that benefit farmers, compatibility, observability, the data is accurate, and according to local wisdom can attract farmers to adopt the technology. PPL support in the implementation of ICCIS can be done by providing socialization of ICCIS to farmers and PPL competencies. Task Force of ICCIS support in providing broad agricultural information can motivate farmers to implement ICCIS. The desire of farmers to increase agricultural production becomes the capital for Task Force of ICCIS to provide alternative solutions to problems in the field. Dialogue between Task Force of ICCIS, PPL, and farmers was carried out so that the utilization of ICCIS could be implemented sustainably. The convergence or agreement is based on the suitability of the ICCIS with local wisdom, especially in determining the planting schedule. Face-to-face media developed by Task Force of ICCIS and PPL with farmers will encourage participatory communication needed as an appropriate communication strategy so that ICCISfarmers can utilize ICCIS sustainable manner. Apart from farmers, policymakers in central and regional should also be positioned as "adopters", so that the implementation of ICCIS can be more effective and receive policy and program support.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/105976
Appears in Collections:DT - Human Ecology

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Cover.pdfCover2.02 MBAdobe PDFView/Open
I362160131_Abdul Aziz.pdfFullteks3.83 MBAdobe PDFView/Open
Lampiran.pdfLampiran2.17 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.