Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/105889
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorHakim, Dedi Budiman-
dc.contributor.advisorHarianto-
dc.contributor.advisorNurmalina, Rita-
dc.contributor.authorHafizah, Dian-
dc.date.accessioned2021-02-13T13:03:30Z-
dc.date.available2021-02-13T13:03:30Z-
dc.date.issued2021-01-04-
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/105889-
dc.description.abstractPangsa pengeluaran pangan penduduk suatu negara adalah merupakan indikator dalam menghitung kemiskinan suatu masyarakat. Semakin besar pangsa yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk membeli kebutuhan pangan dibandingkan dengan pengeluaran total maka dikatakan semakin miskin rumah tangga tersebut. Struktur permintaan pangan masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh berbagai macam aspek demografi sehingga diperlukan kajian menyeluruh yang mempertimbangkan karakteristik demografi dan wilayah tinggal masyarakat. Selain itu domisili dan bagaimana kebiasaan masyarakat juga ikut memberikan konstribusi tentang bagaimana preferensi konsumsi masyarakat. Perbedaan konsumsi pangan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan terjadi karena adanya perbedaan kebiasaan dan preferensi antara masyarakat yang tinggal di pedesaan dengan masyarakat pekerja yang bekerja sebagai kaum urban di daerah perkotaan. Berdasarkan kondisi tersebut perlu dilaksanakan kajian tentang struktur permintaan pangan rumah tangga di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis pola konsumsi pangan rumah tangga di Indonesia. 2) Menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan rumah tangga di Indonesia. 3) Menganalisis perubahan konsumsi pangan rumah tangga akibat perubahan harga, pendapatan dan karakteristik sosial demografi di Indonesia. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah model Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) dengan menggunakan data Survey Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola konsumsi masyarakat Indonesia didominasi oleh beras dimana tingkat partisipasi beras adalah yang tertinggi yaitu sebesar 97,27 persen. Sedangkan untuk daging masih sedikit yang mengkonsumsi yaitu dengan tingkat partisipasi 44,20 persen saja. Perubahan pola konsumsi pangan ditangkap melalui nilai elastisitas permintaan. Nilai elastisitas harga sendiri untuk tiap kelompok pangan bernilai negatif artinya pada saat harga barang meningkat maka permintaan akan barang tersebut akan turun. Nilainya yang kecil dari satu diartikan sebagai barang inelastis di mana komoditas yang memiliki nilai absolut yang paling besar berarti relatif lebih elastis dibandingkan dengan komoditas yang memiliki nilai absolut yang lebih kecil. Nilai elastisitas silang menunjukkan bahwa pada saat harga beras naik maka permintaan barang lain turun namun pada saat harga komoditas lain naik maka permintaan beras naik. Hal ini menandakan bahwa rumah tangga di Indonesia masih mementingkan konsumsi beras dibandingkan dengan komoditas lainnya. Perbandingan dari nilai elastisitas silang yang menggambarkan efek perubahan harga beras terhadap permintaan pangan komoditas pangan, pada rumah tangga miskin di desa dengan rumah tangga kaya di desa dapat dijelaskan bahwa nilai elastisitas silang untuk rumah tangga miskin di desa nilainya lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga kaya di desa. Perbedaan nilai dapat dimaknai bahwa rumah tangga pada rumah tangga miskin di desa lebih responsif. Penelitian ini membuktikan bahwa beras masih menjadi pangan dan sumber kalori penting dalam rumah tangga karena saat harga beras meningkat maka permintaan bahan pangan lainnya akan turun yang dibuktikan dengan nilai elastisitas silang yang negatif. Sebaliknya jika harga pangan lain meningkat maka permintaan beras akan meningkat dibuktikan dengan nilai elastisitas silang yang positif. Untuk rumah tangga miskin yang lebih responsif dibandingkan dengan kelompok rumah tangga kaya maka kenaikan harga beras akan semakin menyulitkan rumah tangga miskin untuk mengakses komoditas pangan lainnya karena sebagian besar pendapatan dialokasikan untuk membeli beras. Bila dilihat porsi beras terhadap total pengeluaran adalah sebesar 17,6 persen. Jumlah porsi yang besar ini apabila terjadi peningkatan harga beras tidak hanya memengaruhi jumlah permintaan beras itu sendiri namun juga memengaruhi konsumsi komoditas lain. Kenaikan harga beras juga memperburuk program diversifikasi yang dicanangkan pemerintah disebabkan rumah tangga akan terfokus untuk memenuhi kebutuhan akan beras dengan mengorbankan pengeluaran untuk komoditas pangan lain. Untuk itu pada saat terjadi kenaikan harga beras maka kebijakan yang tepat yang perlu diambil pemerintah adalah dengan memberikan kompensasi bantuan dalam bentuk pemberian bantuan beras kepada masyarakat miskin sehingga apa bila kebutuhan beras rumah tangga miskin terpenuhi maka pengeluaran untuk komoditas pangan lainnya akan stabil.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.titleStruktur Permintaan Pangan Rumah Tangga di Indonesiaid
dc.title.alternativeStructure of Household Food Demand in Indonesiaid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordelasticity of demandid
dc.subject.keywordgovernment policyid
dc.subject.keywordhousehold spendingid
dc.subject.keywordconsumption patternsid
Appears in Collections:DT - Economic and Management

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Cover.pdfCover2.35 MBAdobe PDFView/Open
H463150081_Dian hafizah.pdfFullteks1.38 MBAdobe PDFView/Open
Lampiran.pdfLampiran1.01 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.