Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/105160
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorSetiadi, Mohamad Agus-
dc.contributor.advisorKarja, Ni Wayan Kurniani-
dc.contributor.advisorKaiin, Ekayanti Mulyawati-
dc.contributor.authorNurkarimah, Dona Astari-
dc.date.accessioned2021-01-08T13:21:54Z-
dc.date.available2021-01-08T13:21:54Z-
dc.date.issued2020-
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/105160-
dc.description.abstractKeberhasilan fertilisasi in vitro ditandai dengan terbentuknya dua pronukleus hasil dari fertilisasi normal sehingga memiliki kesempatan untuk berkembang menjadi embrio. Pembentukan pronukleus dapat dioptimalkan dengan cara meningkatkan konsentrasi glutathione (GSH). Glutathione memiliki sejumlah peran penting yaitu mereduksi radikal bebas, proteksi seluler dari stress oksidatif, sebagai reservoir dari cysteine dan membantu pembentukan pronukleus melalui mekanisme dekondensasi inti sel spermatozoa. Apabila konsentrasi GSH yang dicapai selama pematangan tidak optimal, maka akan menyebabkan akumulasi ROS yang berakibat terjadinya aging dan apoptosis. Salah satu komponen yang dapat meningkatkan kadar glutathione adalah cysteamine. Cysteamine dapat memecah ikatan disulfida cystine yang terdapat dalam media menjadi bentuk cysteine yang merupakan prekursor glutathione sehingga memicu uptake cysteine dan sintesis glutathione intraseluler. Cysteamine dengan dosis 100 μM dilaporkan dapat meningkatkan jumlah oosit yang terfertilisasi secara efektif pada hewan kambing, sapi, dan babi. Oleh karena itu, cysteamine dapat digunakan untuk membantu pembentukan pronukleus pada oosit domba. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengkaji peningkatan kompetensi oosit domba setelah penambahan cysteamine pada media maturasi dan fertilisasi atau kombinasinya, terhadap pembentukan pronukleus setelah fertilisasi. Koleksi ovarium dilakukan dengan cara dibilas dengan media transprotasi dengan suhu 34 ̶ 36°C kemudian dibawa ke laboratorium dalam waktu kurang dari 3 jam setelah pemotongan. Oosit dikoleksi dengan teknik slicing, hanya oosit dengan minimum 3 lapis sel kumulus yang kompak dan sitoplasma yang homogen dipilih untuk proses maturasi. Maturasi oosit dilakukan di dalam mikrodroplet 100 μL media maturasi dan ditutup mineral oil kemudian diinkubasi dalam inkubator CO2 5% pada suhu 39 °C selama 24 jam. Fertilisasi oosit menggunakan semen beku domba yang di thawing kemudian diencerkan dengan media fertilisasi hingga mencapai konsentrasi 5×106 spermatozoa/mL. Oosit yang matang dicuci kemudian dipindahkan ke dalam mikrodroplet spermatozoa, ditutup mineral oil dan diinkubasi dengan suhu 39°C selama 12-14 jam. Perlakuan dalam penelitian ini terbagi menjadi empat berdasarkan suplementasi 100 μM cysteamine, kelompok P1 tanpa penambahan cysteamine, kelompok P2 dengan penambahan cysteamine pada media maturasi, kelompok P3 dengan penambahan cysteamine pada media fertilisasi, dan kelompok P4 dengan penambahan cysteamine pada media maturasi dan fertilisasi. Oosit yang telah difertilisasi didenudasi dan difiksasi di atas gelas objek selama 48 - 72 jam kemudian diwarnai dengan aseto-orsein 1% untuk diamati pembentukan pronukleusnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P>0.05) tingkat fertilisasi normal baik pada kelompok dengan penambahan cystemine di media maturasi (P2), media fertilisasi (P3), maupun kombinasinya (P4) terhadap kelompok kontrol (P1). Dilaporkan sebelumnya bahwa peningkatan perkembangan oosit dan produksi GSH selama maturasi oosit domba secara signifikan baru dicapai pada cysteamine dosis 200μM. Diduga bahwa cysteamine dosis 100 μM tidak mampu meningkatkan sintesis glutathione baik di media maturasi maupun media fertilisasi sehingga glutathione yang ada terbentuk pada level basal atau diperoleh secara maternal seperti pada kelompok kontrol. Diketahui bahwa puncak proses pembentukan GSH oosit terjadi pada saat proses kematangan inti dan berangsur-angsur menurun pada awal proses fertilisasi hingga memasuki tahap awal perkembangan embrio. Oleh karena itu diduga bahwa pembentukan GSH hanya terjadi pada proses maturasi tidak pada proses fertilisasi. Cystine dan cysteine sebagai prekursor sintesis glutathione terdapat dalam media maturasi namun tidak ada di dalam media fertilisasi sehingga tidak terdapat perbedaan tingkat fertilisasi normal antara penambahan cysteamine pada media maturasi dan media fertilisasi. Disimpulkan bahwa penambahan cysteamine dengan dosis 100μM pada media maturasi, fertilisasi, maupun kombinasinya belum mampu secara efektif meningkatkan angka fertilisasi normal oosit domba secara in vitro. Oleh karena itu diperlukan penlitian lebih lanjut untuk menemukan dosis optimal penambahan cysteamine pada berbagai media untuk meningkatkan tingkat fertilisasi normal pada oosit domba.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcReproduction Biologyid
dc.titleTingkat Fertilisasi in vitro Oosit Domba setelah Difertilisasi dalam Media dengan Penambahan Cysteamineid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordcysteamineid
dc.subject.keyworddombaid
dc.subject.keywordGSHid
dc.subject.keywordoositid
dc.subject.keywordpronukleusid
Appears in Collections:MT - Veterinary Science

Files in This Item:
File SizeFormat 
2020dan.pdf
  Restricted Access
9.52 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.