Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/104174
Title: Parasitoid Anagyrus lopezi (De Santis) (Hymenoptera: Encyrtidae): Persebaran Geografi dan Interaksi Multitrofik
Authors: Rauf, Aunu
Maryana, Nina
Nurmansyah, Ali
Hindayana, Dadan
Fanani, Muhammad Zainal
Issue Date: 2020
Publisher: IPB University
Abstract: Kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae), adalah hama asing invasif yang pertama kali terdeteksi keberadaanya di Indonesia pada tahun 2010. Untuk mengendalikan hama tersebut, pada tahun 2014 diintroduksikan parasitoid Anagyrus lopezi (De Santis) (Hymenoptera: Encyrtidae). Penelitian bertujuan untuk mempelajari: (1) serangga yang berasosiasi dengan tanaman singkong, dengan perhatian utama pada kutu putih, parasitoid A. lopezi, semut, dan predator, (2) persebaran geografi A. lopezi dan inangnya, (3) respons fungsional A. lopezi, (4) interferensi mutual di antara individu betina A. lopezi, (5) pengaruh kunjungan semut terhadap kinerja A. lopezi, dan (6) pemangsaan predator Plesiochrysa ramburi (Schneider) (Neuroptera: Chrysopidae) dan Cryptolaemus montrouzieri Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae) pada kutu putih yang terparasit oleh A. lopezi (intraguild predation). Perkembangan populasi serangga yang berasosiasi dengan tanaman singkong diperoleh melalui pengamatan berkala selama 12 bulan pada berbagai kebun singkong di Kabupaten Bogor. Persebaran P. manihoti dan A. lopezi didapatkan melalui survei lapangan di provinsi Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Pengamatan dilakukan pada 50 tanaman contoh per kebun. Informasi yang diperoleh dari setiap kebun meliputi kelimpahan kutu putih, predator, dan semut, tingkat kerusakan tanaman, serta jumlah tanaman yang terserang kutu putih. Sebanyak 20 pucuk contoh tanaman terserang kutu putih dipetik dari setiap lokasi untuk menentukan tingkat parasitisasi serta keberadaan hiperparasitoid. Percobaan respons fungsional A. lopezi menggunakan kutu putih nimfa instar-2 dan instar-3 pada kerapatan 1, 5, 10, 20, 50, dan 100 ekor, dan diamati tingkat parasitisasi dan host-feeding. Percobaan interferensi mutual menggunakan kerapatan imago betina A. lopezi 1, 2, 4, 6, dan 8 ekor. Percobaan disrupsi semut menggunakan tiga spesies semut, yaitu Anoplolepis gracilipes (Smith), Dolichoderus thoracicus (Smith), dan Oecophylla smaragdina Fabricius dan diperiksa pengaruhnya terhadap aktivitas kunjungan, oviposisi, dan parasitisasi A. lopezi. Percobaan pemangsaan oleh predator pada kutu putih terparasit dilakukan melalui uji dengan pilihan dan uji tanpa pilihan. Hasil pengamatan berkala di Bogor menunjukkan bahwa tingkat serangan kutu putih dan tingkat parasitisasi A. lopezi meningkat pada musim kemarau. Hasil survei lapangan mendapatkan empat kutu putih yang berasosiasi dengan tanaman singkong, dengan komposisi P. manihoti 53.36%, P. marginatus 31.89%, F. virgata 8.67%, dan P. jackbeardsleyi 4.06%. Di antara 80 kebun singkong yang disurvei, ditemukan sebanyak 77 kebun yang terserang P. manihoti yang tersebar di Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Populasi P. manihoti dengan tingkat kerusakan tanaman yang tinggi terdapat di Nusa Tenggara yang dicirikan oleh banyaknya tanaman bergejala bunchy top. Tiga tahun setelah pelepasan, parasitoid A. lopezi ditemukan di Jawa, Lampung, dan Lombok. Tingkat parasitisasi terendah 1.50% di Nusa Tenggara Barat dan paling tinggi 59.18% di Jawa Timur. Ditemukan dua jenis hiperparasitoid yaitu Chartocerus sp. (Hymenoptera: Signiphoridae) dan Prochiloneurus sp. (Hymenoptera: Encyrtidae). Predator utama yang ditemukan adalah P. ramburi diikuti dengan C. montrouzieri dengan kelimpahannya yang rendah. Spesies semut yang paling dominan ditemukan adalah A. gracilipes. Kelimpahan semut yang tinggi meningkatkan peluang terjadinya serangan berat pada tanaman. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa A. lopezi memperlihatkan respons fungsional tipe II pada nimfa instar-2 dan instar-3 P. manihoti. Proporsi inang yang diparasit menurun dengan meningkatnya kerapatan inang. Tingkat parasitisasi lebih tinggi pada kutu putih instar-3, sedangkan host-feeding lebih banyak terjadi pada kutu putih instar-2. Hasil regresi nonlinear menunjukkan kedua parameter laju pencarian sesaat (a) dan waktu penanganan inang (Th) berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% untuk masing-masing perilaku parasitisasi dan host-feeding baik pada nimfa kutu putih instar-2 ataupun instar-3. Efisiensi pemarasitan menurun dengan bertambahnya kerapatan parasitoid. Jumlah inang yang terparasit per kapita parasitoid semakin menurun dari 14 ekor menjadi 4 ekor dengan adanya peningkatan kepadatan parasitoid 1-8 parasitoid, akan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap keturunan yang dihasilkan. Jumlah telur yang diletakkan per kapita parasitoid menurun dari 14.3 menjadi 6.1 butir telur dengan peningkatan kisaran kerapatan betina parasitoid 1 sampai 8 ekor. Kehadiran semut berpengaruh nyata terhadap masa kunjungan parasitoid pada tanaman. Parasitoid menghabiskan waktu selama 27.39 menit pada tanaman tanpa semut, dan hanya 4-6 menit pada tanaman yang dikunjungi semut. Begitupun dengan jumlah sengatan, telur parasitoid yang diletakkan, dan tingkat superparasitisme pada inangnya jauh lebih tinggi pada perlakuan tanpa kehadiran semut. Tingkat parasitisasi A. lopezi paling tinggi 61.25% pada tanaman tanpa semut, sedangkan tingkat parasitisasi paling rendah 22.25% pada tanaman dengan perlakukan semut O. smaragdina. Semut O. smaragdina paling agresif terhadap parasitoid, dengan frekuensi penyerangan sekitar 42% dibandingkan spesies lainnya yang berkisar 25-32%. Hasil uji tanpa pilihan menunjukkan P. manihoti yang tidak terparasit memiliki peluang lebih besar untuk dimangsa oleh larva instar-3 daripada oleh instar-2 P. ramburi. Larva instar-4 C. montrouzieri paling banyak memangsa pada kutu putih tidak terparasit dan yang terparasit berumur 1-hari. Larva instar-2 C. montrouzieri lebih banyak memangsa pada kutu putih tidak terparasit dan yang terparasit 1-, dan 3- hari. Semua stadia larva P. ramburi dan C. montrouzieri yang diujikan mampu membedakan mumi kutu putih berumur 14-hari. Hasil uji pilihan menegaskan bahwa terjadi diskriminasi terhadap mumi kutu putih berumur 14 hari oleh kedua jenis predator. Pemangsaan larva P. ramburi dan C. montrouzieri tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kutu putih yang tidak terparasit dan kutu putih terparasit umur 1-, 3-, dan 8- hari. Kejadian ini mengindikasikan adanya intraguild predation (IGP) tipe antagonistik.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/104174
Appears in Collections:DT - Agriculture

Files in This Item:
File SizeFormat 
2000mzf.pdf
  Restricted Access
40.31 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.