Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/103088
Title: Kultur Meristem dan Termoterapi untuk Eliminasi Virus pada Bawang Putih
Authors: Hidayat, Sri Hendrastuti
Dinarti, Diny
Yulianingsih, Refa
Issue Date: 2019
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Bawang putih (Allium sativum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan masakan, obat, dan campuran pakan ternak. Namun demikian, produksi bawang putih lokal belum dapat memenuhi kebutuhan nasional. Hal tersebut disebabkan antara lain oleh rendahnya kesehatan benih, termasuk adanya infeksi virus. Beberapa virus utama yang diketahui menginfeksi bawang putih lokal yaitu OYDV (Onion yellow dwarf virus), GCLV (Garlic common latent virus), dan SLV (Shallot latent virus). Bawang putih diperbanyak secara vegetatif. Di Indonesia, umbi hasil panen akan digunakan kembali sebagai benih pada musim berikutnya. Siklus tersebut dapat menyebabkan virus terbawa benih sehingga terjadi akumulasi virus pada umbi dan menyebabkan penurunan produksi. Salah satu upaya pengendalian virus pada bawang putih adalah dengan penggunaan benih yang sehat. Dengan demikian, diperlukan upaya untuk menyediakan bawang putih lokal yang bebas virus. Penelitian bertujuan untuk mengonfirmasi insidensi OYDV, GCLV dan SLV pada bawang putih di Tawangmangu dan Tegal serta mendapatkan metode eliminasi virus, khususnya OYDV, GCLV, dan SLV melalui metode kultur meristem yang dikombinasikan dengan termoterapi. Deteksi virus dari daun dan umbi bawang putih dilakukan dengan metode DIBA (dot immunobinding assay). Metode kultur meristem untuk eliminasi virus menggunakan eksplan meristem berukuran 1 mm; sedangkan perlakuan termoterapi yang diberikan adalah suhu 25 °C, 28 °C dan 31 °C pada bawang putih kultivar ‘Tawangmangu Baru’. Hasil penelitian menunjukkan bahwa OYDV, GCLV, dan SLV ditemukan di Tawangmangu dan Tegal dengan insidensi virus bervariasi antara 90% hingga 100% dan skor DIBA berkisar antara 0.9 hingga 2.9. Konfimasi selanjutnya dilakukan pada tunas adventif, untuk mengetahui distribusi virus antar siung dalam satu umbi bawang putih. Berdasarkan reaksi DIBA, didapatkan insidensi yang bervariasi antar siung dalam satu umbi, yaitu 54.41 sampai 100% pada OYDV, 83.33 sampai 98.57% pada GCLV, dan 0 sampai 91.27% pada SLV. Hal tersebut menunjukkan bahwa virus tidak terdistribusikan secara merata dalam satu umbi, meskipun setiap siung berasal dari satu tanaman yang sama. Baik pada daun maupun tunas adventif, GCLV menunjukkan insidensi dan titer virus yang paling tinggi, sedangkan SLV selalu menunjukkan hasil yang paling rendah. Insidensi virus yang tinggi juga ditemukan pada benih umbi bawang putih berupa umbi siung, umbi tunggal, dan bulbil. Insidensi virus tertinggi yaitu GCLV pada umbi siung cv ‘Tawangmangu Baru’ dan SLV pada umbi tunggal cv ‘Jawa Lama’ masing-masing sebesar 100%, sedangkan insidensi paling rendah yaitu pada SLV pada umbi siung cv ‘Jawa Lama’ sebesar 72%. Hasil deteksi tersebut mengindikasikan bahwa baik umbi siung, umbi tunggal, maupun bulbil berpotensi untuk membawa dan menularkan virus ke tanaman selanjutnya. Dengan demikian, perlu adanya upaya pencegahan dengan mengurangi inokulum virus pada umbi, dengan menghasilkan benih bebas virus. Kultur in vitro dengan meristem berukuran 1.0 mm yang dikombinasikan dengan termoterapi menunjukkan bahwa perlakuan suhu 28 °C dan 31 °C berpotensi menyebabkan penghambatan terhadap persentase bertahan eksplan, tinggi tunas mikro, dan jumlah daun. Tunas mikro yang tumbuh kemudian dideteksi menggunakan RT-PCR (reverse transcription polymerase chain reaction) untuk mengetahui infeksi virus setelah perlakuan termoterapi. Hasil visualisasi pada gel agarosamasih menunjukkan adanya pita DNA spesifik OYDV dan GCLV; sedangkan pita DNA spesifik SLV tidak teramplifikasi. Berdasarkan hasil RT-PCR tersebut dapat disimpulkan bahwa metode kultur meristem yang dikombinasikan dengan termoterapi dapat mengeliminasi SLV. Menggunakan metode yang sama, infeksi OYDV dapat ditekan sebesar 60% pada perlakuan suhu 25 °C dan sebesar 80% pada perlakuan suhu 28 °C, 31 °C dan suhu heterogen. Infeksi GCLV belum dapat ditekan pada perlakuan suhu 25 °C dan heterogen, sedangkan pada suhu 28 °C dan 31 °C infeksi dapat ditekan hingga 40%. Hasil penelitian ini memberikan informasi terkait insidensi virus utama bawang putih di Tawangmangu dan Tegal serta memberikan rekomendasi metode eliminasi virus pada bawang putih untuk menghasilkan benih bawang putih bebas virus. Penggunaan benih bebas virus diharapkan dapat mengurangi risiko penurunan hasil di lapangan.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/103088
Appears in Collections:MT - Agriculture

Files in This Item:
File SizeFormat 
2019ryu.pdf
  Restricted Access
25.98 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.