Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/102895
Title: Pengelolaan Perikanan Kepiting Bakau (Scylla serrata) Berbasis Ekologi-Masyarakat di Pulau Enggano Provinsi Bengkulu
Authors: Fahrudin, Achmad
Sulistiono
Kurnia, Rahmat
Cahyadinata, Indra
Keywords: Coastal Management
Crab
2017
Pulau Enggano, Bengkulu
Issue Date: 2019
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Pulau Enggano adalah salah satu pulau kecil terluar di Indonesia yang telah ditetapkan sebagai sentra kelautan perikanan terpadu. Pengembangan aktivitas ekonomi dalam jangka panjang tidak diarahkan pada eksploitasi sumberdaya daratan tetapi diarahkan pada subsektor perikanan, khususnya perikanan tangkap. Produksi perikanan tangkap di Pulau Enggano sebanyak 1 765 ton atau sekitar 29.60% dari total produksi perikanan tangkap Kabupaten Bengkulu Utara, termasuk produksi kepiting bakau (Scylla serata) sebagai komoditi potensial yang harus dikelola dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model pengelolaan perikanan kepiting bakau berbasis ekologimasyarakat dengan pendekatan structural equation model (SEM), yang dicapai melakukan beberapa tahapan penelitian, yaitu 1) menganalisis potensi pemanfataan perikanan kepiting bakau, 2) menganalisis persepsi dan partisipasi nelayan, status kemiskinan, ketahanan pangan dan kesejahteraan rumah tangga nelayan dan 3) mengevaluasi pemanfaatan perikanan kepiting bakau oleh nelayan dengan pendekatan ekologi, sosial dan ekonomi. Lokasi penelitian adalah 3 desa di Pulau Enggano, yaitu Desa Kahyapu, Desa Kaana dan Desa Banjarsari. Pencapaian tujuan penelitian dilakukan dengan memilih responden sebanyak 42 orang (84% dari jumlah populasi), pencatatan data produksi selama satu tahun, pengukuran lebar karapas dan bobot kepiting bakau sebanyak 467 individu kepiting dalam waktu 7 bulan dan survey parameter kualitas habitat pada empat stasiun. Wawancara, survey dan pengumpulan data dilakukan dari Januari 2018 sampai Februari 2019. Alat analisis yang digunakan alah pemusatan ekonomi wilayah (LQ), hubungan lebar karapas dan bobot, laju eksploitasi, persepsi dan partisipasi, indeks ketahanan pangan, kemiskinan, indeks kemiskinan multidimensional dan kesejahteraan. Analisis lain yang digunakan adalah ecosystem approach for fisheries management (EAFM), indeks kualitas habitat dan efisiensi usaha. Hasil analisis dikombinasi menjadi model pengelolaan perikanan kepiting bakau dengan pendekatan structural equation model. Kepiting bakau adalah komoditi potensial pada pulau kecil terluar, khususnya Pulau Enggano, dengan kontribusi produksi sebesar 18.49% dari total produksi kepiting bakau di Provinsi Bengkulu. Ukuran kepiting yang ditangkap relatif lebih besar dari wilayah lain dengan lebar karapas 14.1 cm dan bobot 640 gram. Penangkapan nelayan menjadi ancaman terhadap kelestarian sumberdaya yang ditunjukkan oleh mortalitas penangkapan lebih besar dari mortalitas alami dan indikasi terjadinya over eksploitasi. Persepsi nelayan terhadap kepiting bakau dalam kategori baik dan persepsi terhadap ekosistem mangrove dalam kategori sangat baik. Persepsi yang baik menghasilkan partisipasi dalam pengelolaan kepiting bakau yang tinggi dan pengelolaan ekosistem mangrove sangat tinggi. Persepsi dan partisipasi nelayan menghasilkan ketahanan pangan dalam kategori cukup tahan, rumah tangga umumnya tidak miskin namun rentan terjadi kemiskinan multidimensional dan kesejahteraan termasuk dalam kategori kesejahteraan sedang. Evaluasi terhadap kualitas habitat kepiting bakau menunjukkan hasil yang baik sehingga hasil tangkapan nelayan cukup memadai sehingga usaha penangkapan termasuk dalam kategori yang efisien. Tetapi pengelolaan perikanan kepiting bakau dengan pendekatan ekosistem termasuk dalam kategori sedang. Kategori baik adalah domain ekonomi, kategori sedang adalah domain sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, dan teknik penangkapan ikan, kategori kurang adalah domain sosial dan kategori belum menerapkan EAFM adalah domain kelembagaan. Model pengelolaan perikanan terdiri atas 14 variabel laten dan 21 indikator dengan hubungan positif dan negatif. Hubungan nyata positif adalah 1) akses pangan, ketersediaan pangan, dan karakteristik nelayan terhadap ketahanan pangan, 2) karakteristik nelayan, kemiskinan multidimensional dan status EAFM terhadap persepsi, 3) ketahanan pangan terhadap kesejahteraan, 4) persepsi terhadap partisipasi dan 5) partisipasi terhadap efisien usaha. Hubungan nyata negatif adalah 1) efisiensi usaha terhadap kemiskinan dan 2) kemiskinan terhadap kesejahteraan. Model struktural secara keseluruhan adalah valid dan reliable dengan koefisien determinasi sebesar 86.6%. Hasil penelitian menunjukkan kepiting bakau dengan lebar karapas lebih kecil atau sama dengan 15 cm adalah 66.4% dan bobot lebih kecil atau sama dengan 200 gram adalah 2.4%. Lebar karapas 15 cm setara dengan bobot 716.05 gram atau bobot 200 gram setara dengan lebar karapas 9.89 cm. Lebar karapas 15 cm setara dengan bobot 590 gram atau bobot 200 gram setara dengan lebar karapas 9.94 cm. Hasil ini dapat dijadikan sebagai rujukan untuk melakukan revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 56/Permen- KP/2016 tentang larangan penangkapan dan/atau pengeluaran lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunus spp.) dari wilayah Negara Republik Indonesia yang berisi kepiting ditangkap dengan lebar karapas lebih dari 15 cm atau bobot lebih dari 200 gram. Peraturan menteri ini dapat disesuaikan menjadi lebar karapas diatas 12 cm atau bobot diatas 350 gram per ekor. Pemerintah dapat melengkapi kelembagaan pengelolaan dengan mendirikan stasiun atau pos karantina, zona konservasi, penguatan penyuluh perikanan dan beasiswa khusus bagi anak-anak nelayan untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Masyarakat dapat meningkatkan kapasitas dan partisipasi dalam pengelolaan dengan membentuk kelompok nelayan, kelompok pengawas masyarakat dan mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Pemerintah, investor, masyarakat dan pihak terkait dapat bekerjasama dalam pengembangan pulau kecil terluar, khususnya Enggano, menjadi daerah tujuan wisata bahari dan industri pengolahan kerupuk kepiting bakau untuk menciptakan nilai tambah dan efek pengganda (multiplier effect) untuk semua sektor, khususnya perikanan kepiting bakau. Kata kunci: kepiting bakau, partisipasi nelayan, pengelolaan perikanan, kesejahteraan, Enggano
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/102895
Appears in Collections:DT - Fisheries

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2019ica.PDF
  Restricted Access
Fulltext47.07 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.