Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/102471
Title: Ketimpangan Ekonomi di Wilayah DKI Jakarta: Perspektif Ekonomi politik
Authors: Damanhuri, Didin S
Ardiansyah, Nova
Issue Date: 2019
Publisher: IPB University
Abstract: Masalah ketimpangan di Indonesia khususnya di DKI Jakarta merupakan isu utama yang sering diangkat oleh berbagai kalangan masyarakat. Masalah ketimpangan hingga saat ini masih menyelimuti sebagian besar masyarakat Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah saat ini belum menunjukkan keberpihakan sepenuhnya kepada masyarakat miskin, terlebih sejak dibukanya kran liberalisasi perdagangan yang semakin menekan ekonomi dalam negeri. Ditambah dengan ketidakpastian dan keadilan hukum yang lemah, korupsi yang mengakar di tubuh birokrasi, sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Hal tersebut semakin mempersulit upaya untuk menekan angka ketimpangan yang ada. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis kondisi ketimpangan yang terjadi di wilayah DKI Jakarta berdasarkan pendekatan indeks Williamson (ketimpangan regional) dan rasio Gini (ketimpangan pendapatan), (2) mengidentifikasi penyebab ketimpangan ekonomi DKI Jakarta, (3) menganalisis fenomena dan dampak kompradorisasi terhadap perekonomian DKI Jakarta berdasarkan pendekatan ekonomi politik. Hasil dari penelitian rasio Gini dari provinsi DKI Jakarta masuk pada delapan provinsi dengan ketimpangan tertinggi di Indonesia. Nilai rasio gini DKI Jakarta pada tahun 2013-2015 yakni 0,43. Ketimpangan regional DKI Jakarta pada tahun 2001 hingga 2017 berada pada taraf tinggi dengan nilai rata -rata indeks Williamson 0,533. Faktor penyebab ketimpangan antara lain adalah konsentrasi omset, konsentrasi kawasan bisnis, konsentrasi aset, konsentrasi lahan dan kompradorisasi. Selanjutnya fenomena kompradorisasi menunjukkan bahwa elit pengusaha sebagai pengembang properti melakukan aktifitas penguasaan lahan dengan berkolusi dengan oknum pemerintah, calo, dan preman agar dipermudah dalam proses perizinan penguasaan lahan. Untuk itu para pengembang mengeluarkan biaya ilegal yang berkisar 1 persen hingga 17 persen. Akibat adanya penguasaan lahan, rakyat pemilik lahan akan dirugikan karena pengembang membebaskan lahannya dengan harga yang rendah, sebaliknya harga jual properti di kawasan ini sangat mahal sehingga pengembang akan mendapatkan surplus transfer dari proyeknya tersebut sebesar 79 persen dan 66 persen.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/102471
Appears in Collections:UT - Economics and Development Studies

Files in This Item:
File SizeFormat 
H19nar.pdf
  Restricted Access
22.61 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.