Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/10197
Title: Transmigrasi Sebagai Pembentuk Formasi Sosial Kapitalis di Daerah Tujuan (Studi Kasus Komunitas Transmigran di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan)
Authors: Sjaf, Sofyan
Issue Date: 2006
Publisher: IPB (Bogor Agricultural Institute)
Abstract: Program transmigrasi di usianya kurang lebih 50 tahun memberikan catatan tersendiri perihal keberhasilan dan kegagalannya. Disatu sisi, tak dapat dipungkiri bahwa program transmigrasi telah berhasil memberikan akses kepemilikan tanah berbasis keluarga kepada komunitas transmigran yang dulunya sebagian besar sebagai petani gurem dan tunakisma di daerah asalnya. Akan tetapi pada sisi yang lain, perihal kegagalan produksi seringkali kita dengarkan karena mereka – komunitas transmigran– yang ditempatkan pada daerah-daerah yang mempunyai kondisi alam atau lahan marjinal, seperti lahan kering, lahan gambut berawa, dan lain-lain. Perihal yang terakhir cenderung mendorong berlangsungnya penetrasi kapitalisme yang efektif di daerah tujuan transmigrasi. Penelitian ini mengangkat permasalahan bagaimana berlangsungnya pembentukan formasi sosial yang di dalamnya terdapat moda produksi terdiri dari kekuatan produksi (force of production) dan hubungan produksi (relation of production) pada komunitas transmigran di Wanaraya? Sementara itu tujuan penelitian adalah menjelaskan kondisi infrastruktur yang mempengaruhi pembentukan formasi sosial, perubahan organisasi produksi dan akibat dari perubahan organisasi tersebut sehingga mampu menggerakkan nilai/norma (suprastrukur), dan memahami persoalan atau dampak sosial akibat dari transmigrasi itu sendiri. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini mengambil kasus komunitas transmigran di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu: (1) tahap pra-penelitian, berupa kunjungan lapangan di mana penelitian dilaksanakan. Pra penelitian dilakukan sebanyak dua kali, masing-masing pada tanggal 28–30 Agustus 2004 dan 17–18 September 2004; dan (2) tahap penelitian lapangan yang dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2005 berlokasi di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan formasi sosial komunitas transmigran di Wanaraya dapat dilihat dari berlangsungnya sejarah komunitas transmigran yang terbagi ke dalam tiga periode, yaitu: (1) periode behuma; (2) periode “pasang” (1978–1983) dan periode “surut” (1984–2005). Masing-masing periode tersebut menunjukkan moda produksi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Adapun moda produksi tersebut dicirikan dengan usaha atau kegiatan produksi yang terdiri dari: moda produksi subsistensi, moda produksi komersil, dan moda produksi kapitalis. Moda produksi subsistensi dapat dilihat pada usaha produksi behuma komunitas lokal, dimana organisasi produksinya berbasis keluarga inti. Meskipun demikian, hubungan faktor produksi sudah menunjukkan gejala hierarki antara petani penggarap dan pembekal desa sehingga sebagian dari suplus produksi diserap oleh pembekal desa. Adapun produksi komersil tercermin pada usaha produksi padi-sawah pasang surut komunitas transmigran yang berorientasi nilai guna dan nilai tukar (periode 1978 – 1983). Organisasi produksinya berbasis keluarga inti, namun terdapat tenaga kerja di luar keluarga inti yang diperoleh melalui pertukaran tenaga kerja berdasarkan kepentingan kebutuhan tenaga kerja berbasis tolong menolong. Dengan demikian, struktur hubungan produksinya cenderung egaliter dan sifatnya hubungan produksinya non-eksploitatif karena penyerapan surplus produksi sepenuhnya dilakukan oleh keluarga inti. Selain itu, moda produksi komersil dicerminkan dengan usahatani lainnya (seperti sayuran, kacang tanah, dan usaha ternak sapi) dan usaha selain pertanian. Organisasi produksinya sudah melibatkan keluarga luas (kerabat terdekat) dan di luar keluarga inti sehingga menunjukkan struktur hubungan produksi pseudohierarki (transportasi klotok) dan hierarki yang cenderung eksploitasi (usaha produksi sayuran dan kacang tanah, usaha ternak sapi, dan usaha bengkel elektronik/sepeda motor). Surplus produksi diserap oleh keluarga inti sebagai pemilik usaha. Sedangkan moda produksi kapitalis hadir pada periode “surut” (1984–2005). Moda produksi pada periode “surut” ini tercermin pada usaha produksi membatang dan padi-sawah pasang surut. Modal (kapital) adalah alat produksi utama dari kedua usaha produksi tersebut untuk membayar upah/sewa tenaga kerja yang terlibat dalam usaha produksi tersebut. Untuk usaha produksi membatang organisasi produksinya perusahaan skala kecil yang tidak berbadan hukum dan dipimpin seorang bos batang, sedangkan organisasi produksi padisawah pasang surut merujuk usaha keluarga yang bertindak sebagai petani pemilik modal yang mengupah tenaga kerja sekaligus sebagai pengusaha penyedia teknologi usaha produksi tersebut (pupuk, kapur, dan traktor tangan). Dengan demikian, struktur hubungan produksi adalah struktur hierarki antara pemilik modal dan pekerja (petani upahan) yang memberikan kontribusi terhadap melemahnya basis ikatan tolong menolong antar sesama komunitas transmgiran. Tampilnya moda produksi kapitalis yang dominan terhadap dua moda produksi lainnya di komunitas transmigran Wanaraya mempertegas transmigrasi sebagai pembentuk formasi sosial kapitalis di daerah tujuan. Ini diawali dari tergesernya sistem produksi behuma ekstensif yang identik dengan kegiatan produksi komunitas lokal dan sekaligus mensubsidi lahan kepada komunitas transmigran dengan sistem produksi sawah pasang surut yang intesif. Kondisi ini, kemudian mendorong terjadinya jurang metabolik (metabolic gap) yang melanggengkan penetrasi kapitalisme dengan watak kapitalismenya di Wanaraya melalui berbagai usaha produksi. Selain itu, dominasi moda produksi kapitalis dapat pula dilihat dari produksi subsistensi yang dilakukan oleh komunitas lokal telah mensubsidi lahan produksi kepada komunitas transmigran untuk melakukan usahatani sawah pasang surut intensif yang berorientasi nilai guna (use-value) dan nilai tukar (exchange-value). Selanjutnya produksi padi-sawah pasang surut mensubsidi pemenuhan kebutuhan pangan baik untuk pelaku produksi komersil selain pertanian maupun pelaku produksi kapitalis itu sendiri.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/10197
Appears in Collections:MT - Human Ecology

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2006ssj_abstract.pdf
  Restricted Access
Abstract90.12 kBAdobe PDFView/Open
2006ssj.pdf
  Restricted Access
Full Text968.43 kBAdobe PDFView/Open
2006ssj_abstract.ps
  Restricted Access
Postscript5.16 MBPostscriptView/Open
cover_2006ssj.pdf
  Restricted Access
cover359.72 kBAdobe PDFView/Open
bab 1_2006ssj.pdf
  Restricted Access
bab 174.02 kBAdobe PDFView/Open
bab 2_ 2006ssj.pdf
  Restricted Access
bab 2162.45 kBAdobe PDFView/Open
bab 3_ 2006ssj.pdf
  Restricted Access
bab 3150.21 kBAdobe PDFView/Open
bab 4_2006ssj.pdf
  Restricted Access
bab 4167.59 kBAdobe PDFView/Open
bab 5_2006ssj.pdf
  Restricted Access
bab 570.45 kBAdobe PDFView/Open
bab 6_2006ssj.pdf
  Restricted Access
bab 6327.87 kBAdobe PDFView/Open
bab 7_2006ssj.pdf
  Restricted Access
bab 7142.8 kBAdobe PDFView/Open
bab 8_ 2006ssj.pdf
  Restricted Access
bab 8104.68 kBAdobe PDFView/Open
bab 9_2006ssj.pdf
  Restricted Access
bab 971.31 kBAdobe PDFView/Open
bab 10_ 2006ssj.pdf
  Restricted Access
bab 10251.67 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.