Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/101667
Title: Transisi Desa Agraris: Deagrarianisasi dan Ketahanan Agraria di Pedesaan Jawa Tengah.
Authors: Soetarto, Endriatmo
Santosa, Dwi Andreas
Agusta, Ivanovich
Pujiriyani, Dwi Wulan
Issue Date: 2019
Publisher: IPB University
Abstract: Jawa dengan reputasinya sebagai pulau terpadat di Indonesia, pada tahun 2018 tercatat dihuni tidak kurang dari 149 juta jiwa. Situasi ini menjadi sebuah catatan penting karena di pulau yang dihuni oleh 57% populasi di seluruh Indonesia inilah terdapat desa-desa agraris yang sedang terancam oleh ekspansi pembangunan berbasis lahan. Tekanan manusia terhadap lahan (kepadatan agraris) berhadapan dengan tekanan manusia terhadap kompleksitas hubungan didalam bentang agrarianya. Deagrarianisasi merupakan ekses dari modernisasi dan pembangunan yang mengancam ketahanan agraria karena lanskap produktif berganti menjadi lanskap konsumtif. Penurunan desa-desa agraris (desa persawahan) yang terjadi selama satu dekade terakhir menunjukkan kegentingan untuk melihat situasi terkini desa-desa agraris khususnya di pedesaan Jawa yang secara terus menerus mengalami pemburukan pada lajur sosial dan ekologis. Koridor ekonomi Jawa merupakan pusat kegiatan nasional dan sumber pendapatan nasional yang meniscayakan berbagai peruntukkan pembangunan terjadi di wilayah ini. Ancaman deagrarianisasi terjadi sejalan dengan gejala makro yang ditunjukkan melalui penurunan Produk Domestik Bruto, penurunan tenaga kerja di sektor pertanian, penurunan populasi di pedesaan, dan penurunan luas lahan pertanian. Dalam konteks global, deagrarianisasi telah mengubah berbagai wilayah pedesaan di dunia. Benang merah dari persoalan ini adalah peluruhan eksistensi desa-desa agraris atau desa-desa pertanian karena ditinggalkan oleh para petaninya ataupun aktivitas pertanian yang tidak lagi menjadi prioritas bagi masyarakat di pedesaan. Penelitian ini secara spesifik bertujuan untuk: 1) menganalisis ciri deagrarianisasi yang mempengaruhi eksistensi desa agraris berkaitan dengan pengaruh deagrarianisasi dalam mereduksi ketergantungan komunitas terhadap cara hidup agraris serta bentuk-bentuk ketergantungan baru bagi komunitas agraris di pedesaan; 2) menganalisis faktor kesadaran kolektif dalam mendukung eksistensi dan keswadayaan komunitas agraris; dan 3) menganalisis dimensi-dimensi ketahanan agraria yang dimiliki komunitas serta strategi yang digunakan komunitas untuk mempertahankan bentang agrarianya dari deagrarianisasi. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini dengan mengkombinasikan metode studi kasus komunitas dan pendekatan etnografi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui: studi dokumen, wawancara terfokus, wawancara terbuka, observasi partisipasi dan life history. Jawa Tengah menjadi situs riset yang diperdalam melalui penelitian ini dengan mengacu pada cirikhas ekologi persawahannya untuk mendukung upaya memahami situasi terkini dari desa-desa agraris. Komunitas Sedulur Sikep merupakan komunitas yang dipilih untuk memberikan penggambaran dari ‘lapis dalam’ dari komunitas agraris di Jawa Tengah, sementara itu komunitas Jongso merupakan komunitas yang dipilih untuk memperoleh penggambaran’ lapis luar’ dari komunitas agraris di Jawa Tengah. Keduanya juga mencirikan komunitas dalam tipologi desa primer dan desa tersier. Penelitian dilakukan pada akhir tahun 2017 dan dilanjutkan pada awal tahun 2018, dan awal 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa deagrarianisasi telah mendorong desa-desa agraris menjadi semakin terintegrasi dengan aktivitas non pertanian. Deagrarianisasi pada satu sisi, mereduksi ketergantungan komunitas pedesaan pada tanah dan pertanian sebagai sumber penghidupan. Sementara itu pada sisi lain, deagrarianisasi menyebabkan desa agraris kehilangan keswadayaan karena berhentinya regenerasi petani dan berubahnya siklus pertanian yang tidak lagi dikelola oleh petani sendiri namun dominan dikelola oleh tenaga upahan. Pertanian yang dikelola secara aktif berhenti pada generasi kedua. Deagrarianisasi menciptakan ketergantungan pada impor tenaga kerja pertanian dari luar desa. Gejala deagrarianisasi ternyata dominan terjadi pada tipologi desa tersier. Sebaliknya gejala deagrarianisasi hampir tidak terjadi pada tipologi desa primer. Pada tingkat komunitas, deagrarianisasi disikapi secara berbeda. Komunitas Sedulur Sikep merupakan komunitas agraris yang menunjukkan kemampuannya membentengi diri dari pengaruh deagrarianisasi. Kesadaran kolektif mendukung komunitas untuk mempertahankan militansinya melindungi bentang agraria dan aktivitas pertaniannya. Ketahanan agraria penting untuk memastikan keberlanjutan komunitas pertanian di pedesaan. Ketahanan agraria adalah kemampuan komunitas agraris untuk mempertahankan bentang agrarianya dalam menghadapi ancaman deagrarianisasi yang menyebabkan peluruhan cirikhas desa agraris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan agraria memungkinkan tekanan deagrarianisasi terdeselerasi (mengalami perlambatan). Laju deagrarianisasi dapat dikendalikan ketika komunitas agraris mampu membangun ketahanan agraria yang kuat. Ketahanan agraria dibangun dari empat dimensi utamanya yaitu: ketersediaan lahan pertanian, akses terhadap lahan, orientasi penggunaan lahan, dan stabilitas komunitas. Dimensi ketahanan agraria menghasilkan 4 tipologi desa agraris yaitu: desa agraris yang eksis dan terkonsolidasi, desa agraris yang bertahan, desa agraris yang memudar (senjakala) dan desa agraris yang punah. Komunitas agraris yang memiliki ketahanan agraria yang kuat merupakan fondasi penting bagi desa agraris di masa depan.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/101667
Appears in Collections:DT - Human Ecology

Files in This Item:
File SizeFormat 
2019dwp.pdf
  Restricted Access
74.86 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.