Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/100703| Title: | Identifikasi dan Deteksi Resistensi Isolat Dermatofita Asal Kucing Terhadap Antifungal Golongan Azole |
| Authors: | Indrawati, Agustin Setiyaningsih, Surachmi Maniagasi, Andromeda Zandly Rumpilia |
| Issue Date: | 2019 |
| Publisher: | IPB University |
| Abstract: | Dermatofitosis disebabkan oleh cendawan dermatofita. Cendawan ini menginfeksi jaringan yang memiliki keratin seperti bulu atau rambut, kuku dan jaringan epidermis (stratum korneum). Gejala klinis penyakit ini berupa kerontokan bulu, kulit meradang, bersisik, dan berkerak. Dermatofitosis sering ditemukan terjadi pada hewan peliharaan seperti kucing. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan patogen yang dapat dengan mudah bertransmisi kepada manusia. Walaupun dermatofitosis tidak menyebabkan mortalitas tetapi angka kesakitan yang ditimbulkan tinggi, serta dapat menurunkan nilai estetik dan kesejahteraan hewan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi isolat dermatofita yang menginfeksi kucing di daerah Dramaga Bogor, serta menguji aktivitas beberapa antifungal golongan azole terhadap isolat dermatofita tersebut. Sampel penelitian merupakan 20 isolat koleksi Laboratorium Mikologi FKH IPB, yang berasal dari kerokan kulit dan bulu kucing yang diduga mengalami dermatofitosis. Sampel dikultur pada media Dermasel Agar (DSA) yang mengandung cycloheximide 0.5% dan chloramphenicol 0.05%, serta diinkubasi pada suhu 25–30°C selama 14 hari. Konfirmasi produk PCR menggunakan primer ITS1 forward dan ITS4 reverse. Pengujian sensitifitas isolat dermatofita terhadap golongan azole menggunakan metode disc diffusion. Antifungal yang digunakan menggandung ketoconazole, miconazole, itraconazole, dan voriconazole. Hasil karakterisasi morfologi ditemukan tiga spesies dermatofita yaitu Microsporum canis, Microsporum gypseum dan Trichophyton mentagrophytes. Morfologi koloni M. canis berwarna putih sampai kream, tumbuh datar-menyebar, tampak kasar dan padat, serta membentuk alur melingkar. Koloni membentuk pigmentasi kekuningan sampai kecoklatan pada dasar media. Berdasarkan pengamatan mikroskopik M. canis mempunyai hifa bersepta dan sejumlah makrokonidia berbentuk fusiform, berdinding tebal dan kasar, serta terdapat knob pada bagian ujung. Satu makrokonidia terdapat 6-8 septum. Morfologi koloni M. gypseum berwarna putih pada tepian dan coklat kekuningan pada bagian tengah, serta terlihat seperti tumpukan kapas (cotton-like). Koloni membentuk pigmentasi kekuningan, atau coklat kemerahan pada dasar media. Berdasarkan pengamatan mikroskopik M. gypseum mempunyai hifa berseptat, makrokonidia berbentuk silindris. Makrokonidia berdinding relatif lebih tipis, ujung berbentuk oval tanpa knob, dan dalam satu makrokonidia terdapat 4-6septum. Morfologi koloni T. mentagrophytes berwarna putih kekuningan, koloni tumbuh tampak padat dan kasar (powdery). Hifa tumbuh padat dan rapat, dengan sedikit sporulasi. Pigmentasi tidak terlihat pada dasar media. Berdasarkan pengamatan mikroskopik T. mentagrophytes mempunyai hifa bersepta, mikrokonidia bergerombol seperti anggur, makrokonidia berjumlah sedikit, berbentuk seperti cerutu (silindris), berdinding tipis, melekat dekat dengan hifa. Produk amplikon PCR isolat dermatofita mengguinakan primer ITS1 forward dan ITS4 reverse, terlihat pita M. canis pada ~600 bp, M. gypseum ~640 bp dan T. mentagrophytes 550 bp. Hasil uji sensitifitas isolat dermatofita terhadap antifungal golongan azole diketahui, semua isolat menunjukkan sensitivitas terhadap ketoconazole dan voriconazole. Indikasi resistensi isolat dermatofita terhadap azole, lebih jelas terlihat pada miconazole daripada itraconazole. Ketidakmampuan miconazole dan itraconazole menghambat pertumbuhan dermatofita, mengindikasikan isolat telah resisten. Untuk memastikan resistensi terutama terhadap itraconazole diperlukan teknik pengujian lain. Beberapa laporan menyatakan kucing sebagai resevoir M. canis karena spesies ini paling sering diisolasi dari kucing, dengan presentase mencapai 90% dibandingkan dari hewan lain yang memiliki lesio dermatofitosis. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa M. canis paling banyak ditemukan menginfeksi kucing, diikuti M. gypseum dan T. mentagrophytes. Adanya indikasi resistensi keenam isolat dermatofita terhadap miconazole dan kemungkinan besar itraconazole, menggarisbawahi pentingnya dilakukan kajian lebih luas tentang resistensi cedawan patogen terhadap berbagai antifungal. Informasi pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan kewaspadan dini kemungkinan terjadinya resistensi dermatofita terhadap antifungal golongan azole. |
| URI: | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/100703 |
| Appears in Collections: | MT - Veterinary Science |
Files in This Item:
| File | Size | Format | |
|---|---|---|---|
| 2019azr.pdf Restricted Access | 12.26 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.