Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/100234
Title: Karakteristik Biologi dari Laki-laki Penyuka Sesama Jenis di Indonesia.
Authors: Suryobroto, Bambang
Raymond, Michel
Rianti, Puji
Juliandi, Berry
Nila, Sarah
Keywords: Bogor Agricultural University (IPB)
Issue Date: 2019
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Teori evolusi Darwin mengasumsikan bahwa seleksi alam semestinya meningkatkan fitness seseorang dengan menjaga prevalensi sifat-sifat yang dapat meningkatkan kesuksesan reproduksi seseorang. Oleh karena itu, jika terdapat suatu sifat yang memiliki kelangsungan hidup atau fertilitas yang rendah tetapi heritabilitasnya terjaga, maka sifat tersebut dapat dianggap sebagai teka-teki Darwin yang membutuhkan penjelasan. Terdapat banyak hipotesis dari teka-teki Darwin. Pada manusia, salah satu contoh fenomena yang membutuhkan penjesan secara evolusioner adalah terpeliharanya preferensi seksual sesama jenis (homoseksual). Preferensi homoseksual laki-laki telah menjadi sebuah teka-teki evolusi karena preferensi terhadap sesama jenis diturunkan secara genetik akan tetapi berdampak pada rendahnya jumlah keturunan. Maka dari itu, secara evolusi, frekuensi dari preferensi homoseksual laki-laki (MHP) diekspektasikan menurun. Akan tetapi, keberadaan MHP telah ditemukan sejak awal sejarah manusia dan tetap ada dalam beberapa masyarakat. Sehingga, beberapa penjelasan evolusioner dibutuhkan untuk menjelaskan keberadaan MHP dalam populasi manusia. Salah satunya adalah hipotesis seleksi kin di mana laki-laki homoseksual, yang tidak bereproduksi secara langsung, dapat meningkatkan reproduksi tidak langsung mereka melalui kesuksesan reproduksi saudara kandungnya. Dukungan langsung melalui kin ini merupakan mekanisme yang kuat untuk meningkatkan penurunan gen dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Namun, hipotesis seleksi kin ini baru didukung oleh sedikit bukti empiris khususnya pada masyarakat Barat dan Jepang. Hasil yang berkebalikan didapatkan di Samoa dan Jawa (studi ini), di mana laki-laki homoseksual (di Samoa, dipanggil fa‟afafine) menunjukkan keinginan lebih tinggi untuk menyalurkan sumber daya kepada keponakankeponakan mereka dibandingkan laki-laki heteroseksual (penyuka lawan jenis). Dalam hipotesis seleksi kin, tingginya tendensi altruistik meningkatkan fitness tidak langsung dari homoseksual melalui peningkatan hasil reproduksi dari saudaranya. Kami mengevaluasi hipotesis ini dengan membandingkan hasil reproduksi inklusif dari laki-laki homoseksual, melalui reproduksi langsung dan tidak langsung, dibandingkan dengan laki-laki heteroseksual. Hasil studi kami menunjukkan jumlah keponakan meningkat bersama dengan meningkatnya umur, dan hasil ini lebih tinggi secara signifikan pada laki-laki homoseksual. Kami juga menemukan bahwa laki-laki homoseksual menunjukkan biaya dalam fitness inklusif, karena tingginya reproduksi tidak langsung tidak dapat mengimbangi secara penuh untuk biaya reproduksi langsung mereka. Karena seleksi kin mereduksi biaya reproduksi langsung dari laki-laki homoseksual sebesar 20%, maka seleksi kin sendiri tidak cukup untuk menjelaskan terpeliharanya MHP. Ketika beberapa studi di masyarakat barat melaporkan bahwa laki-laki homoseksual terlihat feminin dan memiliki lebih banyak kakak laki-laki jika dibandingkan dengan laki-laki heteroseksual, kami juga mengevaluasi apakah sifat-sifat tersebut mungkin merupakan ciri yang universal dalam semua populasi atau tidak. Hasil transformasi bentuk wajah laki-laki dengan menggunakan wajah rata-rata laki-laki homoseksual menunjukkan wajah yang terlihat lebih feminin dibandingkan dengan transformasi serupa yang menggunakan wajah rata-rata lakilaki heteroseksual. Namun, femininitas tertinggi wajah laki-laki homoseksual tidak tertangkap oleh analisis morfologi kami. Melalui analisis ini, ketika perbedaan morfologi wajah laki-laki dan perempuan dimaksimalkan, kami tidak mendapatkan perbedaan distribusi wajah antara laki-laki heteroseksual dan lakilaki homoseksual. Hal ini menunjukkan bahwa feminisasi yang ditunjukkan oleh wajah laki-laki homoseksual tidak tertangkap oleh titik koordinat atau oleh kombinasi linier mereka. Selain itu, laki-laki homoseksual di Indonesia memiliki jumlah kakak lakilaki yang lebih banyak dibandingkan laki-laki heteroseksual, yang berarti adanya efek kakak laki-laki dalam populasi Indonesia. Oleh karena efek kakak laki-laki ini ditemukan dikedua masyarakat Barat dan non-Barat, maka efek kakak laki-laki mungkin merupakan ciri umum yang berasosiasi dengan MHP. Terlepas dari orientasi seksual, laki-laki yang tidak memiliki kakak laki-laki terlihat lebih feminin dibandingkan dengan mereka yang memiliki kakak laki-laki. Hasil ini konsisten dengan efek paritas ibu dalam sifat-sifat selama keberlangsungan hidup dan asal imun untuk efek kakak laki-laki. Jika digabungkan, hasil-hasil tersebut menunjukkan adanya faktor feminisasi yang berasosiasi dengan homoseksualitas laki-laki yang sebagian ditentukan oleh urutan lahir laki-laki. Sejauh ini, faktor femisasi hanya merupakan sebuah penjelasan terdekat untuk kehadiran MHP, akan tetapi kerangka yang lebih global masih dibutuhkan untuk memahami mengapa faktor feminisasi semacam ini ada. Hal yang serupa pada asal imun untuk efek kakak laki-laki juga menjadi penjelasan terdekat meskipun konteks yang lebih luas untuk memahami mengapa urutan lahir lakilaki mempengaruhi orientasi seksual laki-laki.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/100234
Appears in Collections:DT - Mathematics and Natural Science

Files in This Item:
File SizeFormat 
2019sni.pdf
  Restricted Access
43.93 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.