Model Pembangunan Inklusif Ekonomi Kreatif di Sumatra Barat
View/ Open
Date
2019Author
Fitriana, Widya
Rustiadi, Ernan
Fauzi, Akhmad
Anggraeni, Lukytawati
Metadata
Show full item recordAbstract
Sumatra Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki
karakteristik ekonomi yang unik. Secara makro pemeratan pembangunan di
Sumatra Barat cukup berhasil yang terlihat dari nilai IPM dan Gini rasio yang
dicapai, namun pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang terlihat
dari nilai PDRB dari PDRB per kapita cenderung relatif kecil. Sejak tahun 2006-
2015 pertumbuhan ekonomi daerah ini menunjukkan tren yang menurun dan
ancaman ketimpangan regional (regional inequality) khususnya dari Riau dan
Sumatra Utara yang lebih dinamis dan agresif. Menghadapi kondisi tersebut,
Sumatra Barat perlu proaktif mencari dan menemukan sumber pertumbuhan
ekonomi baru yang dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi daerah serta
mewujudkan pembangunan inklusif yang lebih berkualitas.
Ekonomi kreatif lahir sebagai konsep ekonomi baru yang dianggap sesuai
dengan karakter ekonomi daerah Sumatra Barat karena mengedepankan sumber
daya manusia yang kreatif daripada supremasi industri yang capital intensive.
Sumatra Barat dikenal memiliki kekayaan socio cultural yang unik yang
menjadikannya memiliki posisi yang kuat dalam menciptakan local brand. Sumatra
Barat juga dikenal memiliki karakter entrepreneurship yang genuine yang bisa
dijadikan sebagai starting point pengembangan ekonomi kreatif.
Penelitian ini bertujuan: (1) Menganalisis karakteristik ekonomi kreatif di
Sumatra Barat; (2) Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan
inklusif ekonomi kreatif di Sumatra Barat; (3) Mendesain model pengembangan
ekonomi kreatif sebagai alternatif pendekatan pembangunan yang inklusif di
Sumatra Barat. Jenis data yang digunakan adalah data kerat lintang (cross section)
yang bersumber dari survei industri mikro kecil 2014 oleh Badan Pusat Statistik
serta data primer yang diperoleh melalui Focus Group Discussion dengan 30
stakeholder terkait pengembangan ekonomi kreatif. Analisis data dilakukan dengan
uji perbandingan, regresi logistik dan Tobit serta multikriteria analisis dengan
Promethee.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan yang
signifikan antara karakteristik ekonomi kreatif di Sumatra Barat di bandingkan
dengan provinsi sekitarnya yakni Sumatra Utara, Riau, Jambi, dan Bengkulu.
Ekonomi kreatif Sumatra Barat terbukti memiliki peran penting dalam promoting
gender balance dan dikelola oleh pekerja kreatif yang mayoritas adalah perempuan
dengan indigenous skill yang dimilikinya melalui transfer knowledge secara turun
temurun. Industri kreatif di Sumatra Barat terbukti bersifat intensif terhadap tenaga
kerja dan memiliki share konsumen bisnis yang lebih besar sehingga diharapkan
dapat membawa multiplier effect bagi tumbuhnya sektor lain.
Inklusi keuangan industri kreatif terkait akses perbankan menunjukkan bahwa
akses bank industri kreatif relatif rendah yakni 22.02 persen. Pengusaha wanita
yang kurang berpendidikan memiliki peluang yang lebih kecil untuk mengakses
lembaga keuangan formal (bank). Industri kreatif yang berskala kecil dan nilai aset
yang terbatas terbukti memiliki peluang akses yang lebih rendah. Industri kreatif di
Sumatra Barat 62.11 persen berada di perdesaan dan cenderung memiliki peluang
akses bank yang lebih terbatas di bandingkan dengan industri kreatif yang berada
di perkotaan.
Inklusi keuangan industri kreatif terkait penggunaan kredit bank
menunjukkan bahwa penggunaan kredit bank yang relatif rendah yakni 6.66 persen.
Proporsi penggunaan kredit oleh pengusaha pria lebih besar di bandingkan dengan
pengusaha wanita. Penggunaan kredit untuk pengembangan usaha cenderung
meningkat seiring dengan peningkatan aset usaha. Industri kreatif yang berada di
daerah yang memiliki pendapatan per kapita yang tinggi cenderung memiliki
proporsi penggunaan kredit yang rendah karena daerah tersebut memiliki alternatif
sumber pembiayaan lain yang lebih beragam selain bank. Pemanfaatan internet
melalui financial banking dapat memudahkan pengusaha kreatif memperoleh
informasi pemanfaatan jasa perbankan sehingga berpengaruh positif dan signifikan
mendorong peningkatan inklusi keuangan.
Inklusi sosial terkait kemampuan industri kreatif dalam menyerap tenaga
kerja wanita menunjukkan bahwa industri kreatif di Sumatra Barat memiliki peran
yang sangat penting dalam promoting gender balance. Dominasi pengusaha wanita
mencapai 78.42 persen dan rasio serapan tenaga kerja wanita mencapai 78.43
persen. Penggunaan tenaga kerja wanita pada industri kreatif yang berskala besar,
berbadan hukum dan berorientasi ekspor cenderung masih terbatas.
Model kebijakan berbasis inovasi (innovation based model) merupakan
model terbaik dalam pembangunan inklusif ekonomi kreatif di Sumatra Barat.
Model ini memiliki keunggulan dalam hal meletakkan penguatan pondasi sumber
daya manusia (melalui peningkatan skill dan edukasi) yang tidak hanya fokus pada
upaya menciptakan tenaga kerja kreatif tetapi juga menciptakan creativepreneur.
Model ini memprioritaskan penguatan citra kreatif dan local brand melalui
pengembangan R&D dan teknologi produksi. Model ini juga mampu memberikan
ruang terjadinya interaksi antar stakeholder dalam menciptakan ruang inovasi
(innovation space) yang mendorong akses dan partisipasi semua pihak dalam
pengembangan ekonomi kreatif secara inklusif.
Saran untuk pihak terkait adalah: (1) pemerintah perlu menciptakan iklim
usaha yang kondusif melalui arahan edukatif untuk meningkatkan skill dan
penguatan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi terutama di wilayah
perdesaan; (2) pelaku usaha perlu meningkatkan daya saing berbasis kreativitas
dengan menggerakkan ruang publik bagi terbentuknya proses sharing pemikiran,
pengalaman dan business coaching serta penguatan citra produk (branding) melalui
pengembangan riset sosial, budaya dan seni daerah serta serta meningkatkan
peluang kerja sama dengan Perusahaan Penjamin Kredit Daerah (PPKD) untuk
memperluas akses industri kreatif yang lemah agunan; (3) kelompok intelektual
perlu memperkuat basis formal dan informal dalam pembentukan creativepreneur,
diseminasi informasi dan transformasi teknologi tepat guna; (4) lembaga keuangan
formal (bank) perlu memberikan pengetahuan dan edukasi keuangan bagi pelaku
usaha yang masih terkendala, pemberian kredit kolektif atau kelompok dapat
menjadi alternatif yang perlu dipertimbangkan. Penelitian lanjutan disarankan
untuk mengembangkan indikator pengukuran pembangunan inklusif selain
indikator inklusi keuangan dan inklusi sosial.