Keragaman Morfologi dan Molekuler sebagai Dasar Pelestarian dan Penetapan Rumpun Kerbau Lokal Sulawesi Tenggara
View/ Open
Date
2019Author
Rusdin, Muh.
Sumantri, Cece
Sholihin, Dedy Duryadi
Gunawan, Asep
Chalid, Talib
Metadata
Show full item recordAbstract
Informasi keragaman genetik dan hubungan genetik antar populasi dibutuhkan dalam program pelestarian dan perbaikan genetik kerbau lokal. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis keragaman morfologi, jarak genetik dan hubungan filogenetik antar populasi kerbau lokal Sulawesi Tenggara (Sultra) berdasarkan pendekatan morfologi (2), mengidentifikasi penanda spesifik yang dapat membedakan populasi kerbau lokal Sultra dan populasi kerbau lokal Indonesia lainnya berdasarkan penanda DNA mikrosatelit, dan gen Cyt b DNA mitokondria, (3) mengestimasi jarak genetik dan hubungan filogenetik antar populasi kerbau lokal Sultra dan populasi kerbau lokal Indonesia lainnya berdasarkan keragaman DNA mikrosatelit dan sekeuns gen Cyt b. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu: (1) keragaman morfologi dan indeks morfometrik, (2) keragaman genetik DNA mikrosatelit, dan (3) keragaman runutan gen Cyt b DNA mitokondria.
Sebanyak 271 ekor kerbau lokal Sultra yang berasal dari populasi Bombana kepulauan (BK), Bombana daratan (BD), Kolaka (KL), dan Konawe (KN) serta sebanyak 798 data morfologi kerbau lokal dari tujuh provinsi lain digunakan dalam penelitian tahap I, meliputi Sulawesi Selatan (Sulsel), Nusa Nusa Nusa Nusa Tenggara Barat (NTB), KalTenggara Barat (NTB), KalTenggara Barat (NTB), Kal Tenggara Barat (NTB), KalTenggara Barat (NTB), KalTenggara Barat (NTB), Kal Tenggara Barat (NTB), KalTenggara Barat (NTB), KalTenggara Barat (NTB), KalTenggara Barat (NTB), Kal Tenggara Barat (NTB), KalTenggara Barat (NTB), KalTenggara Barat (NTB), Kal Tenggara Barat (NTB), KalTenggara Barat (NTB), KalTenggara Barat (NTB), Kal Tenggara Barat (NTB), KalTenggara Barat (NTB), KalTenggara Barat (NTB), Kalimantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), imantan Selatan (Kalsel), Jawa Tengah Jateng), BantenBantenBanten BantenBanten (BTN) (BTN)(BTN)(BTN), Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), , Sumatera Utara (Sumut), dan dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerbau lokal Sultra sebagian besar memiliki bentuk tanduk memanjang ke samping lalu melengkung ke atas. Warna kulit didominasi hitam dan abu-abu gelap, dan kaus kaki berwarna abu-abu gelap dan abu-abu terang, garis punggung datar, dan garis kalung putih ganda lebih dominan daripada garis kalung tunggal, sedangkan unyeng-unyeng tersebar di bagian kepala, punggung, dan pinggang. Bobot badan kerbau jantan berkisar 419.82±35.46 - 373.75±71.23 kg, dan betina berkisar 465.22±103.25 - 355.95±78.49 kg. Keragaman morfometrik tertinggi adalah panjang pinggang (20.44%) untuk jantan dan lebar pinggang untuk betina (12.71%) Hasil analisis indeks morfometrik mengindikasikan bahwa kerbau lokal Sultra tergolong sebagai tipe pedaging dengan ciri tubuh gemuk, lebar dan panjang, kaki pendek, dan memiliki garis punggung yang relatif datar. Jarak genetik antar populasi kerbau lokal Sultra berkisar 0.86616 - 3.48035 yang dikelompokkan menjadi tiga cluster, yaitu cluster KN dan KL, cluster BD, dan cluster BK. Populasi BK, BD, dan KN memiliki peubah penciri ukuran tubuh yang sama dengan populasi kerbau Sulsel, NTB, Jateng, BTN, dan Sumut (lingkar dada). Peubah penciri ukuran tubuh populasi KL adalah panjang badan yang berbeda dengan populasi Kalsel (tinggi pinggul) dan NAD (dalam dada). Sementara peubah penciri bentuk tubuh kerbau BK, KL, dan KN sama dengan Kalsel, Sumut dan NAD (lingkar dada), sedangkan kerbau BD sama dengan Sulsel dan Jateng (panjang badan), tetapi berbeda dengan BTN (lebar pinggul).
Sebanyak 72 sampel darah kerbau lokal dari tujuh populasi meliputi populasi BK, BD, KL, KN, Toraja Utara (TR), NTB, dan BTN digunakan dalam penelitian tahap dua. Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode fenol-chloroform dan DNA diamplifikasi dengan teknik PCR. Ukuran alel ditentukan berdasarkan metode the labelled fragment fluorescently dengan menggunakan tiga lokus mikrosatelit (CSSM047, ILSTS011, BM1706), sementara genotyping dilakukan berdasarkan fragment analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerbau lokal Sultra memiliki alel-alel spesifik yaitu alel B/141 bp dan E/147 bp pada lokus CSSM047 untuk populasi BK, alel G/153 bp pada lokus CSSM047, dan alel M/283 bp pada lokus BM1706 untuk populasi BD, serta alel A/132 bp pada lokus CSSM047 untuk populasi KN. Keragaman DNA mikrosatelit kerbau lokal Sultra relatif tinggi dengan nilai heterozigositas harapan berkisar 0.6089 - 0.7263. Lokus mikrosatelit yang berpotensi digunakan sebagai penanda genetik kerbau adalah lokus CSSM047 untuk populasi BK dan BD, lokus ILSTS011 untuk populasi KL, serta lokus BM1706 untuk populasi KN, TR, NTB dan BTN. Jarak genetik antar tujuh populasi kerbau lokal berkisar 0.1251 - 0.8487. Tujuh populasi kerbau lokal tersebut dikelompokkan menjadi tiga cluster utama, yaitu cluster BTN, cluster NTB, TR, KN, dan KL, serta cluster BD dan BK.
Sebanyak 78 runutan gen Cyt b kerbau lokal dari populasi BK, BD, KL, KN, TR, NTB, BTN, dan NAD digunakan dalam penelitian tahap tiga. Analisis runutan gen Cyt b dilakukan dengan teknik multiple sequence alignment analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak genetik antar delapan populasi kerbau lokal berkisar 0.0000 - 0.0022 dan dikelompokkan menjadi dua cluster utama. Cluster pertama meliputi populasi NAD, TR, NTB, BTN, KL, dan KN, sedangkan cluster kedua meliputi populasi KL, KN, BK, dan BD. Ditemukan adanya dua haplotipe utama, yaitu haplotipe 5 yang merepresetasikan kerbau lokal Indonesia yang tersebar di NAD, Jawa, NTB, Toraja Utara dan sebagian Sultra (Kolaka dan Konawe), serta haplotipe 2 yang merepresetasikan kerbau lokal Sultra. Haplotipe BD dan BK bersifat spesifik karena hanya ditemukan pada cluster kedua dan memiliki situs nukleotida spesifik lokasi (g.57C>T).
Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa kerbau lokal Sultra khususnya populasi BK dan BD memiliki karakter spesifik lokasi berdasarkan penanda morfologi, DNA mikrosatelit, dan penanda gen Cyt b DNA mitokondria yang dapat dibedakan dengan populasi kerbau lokal Indonesia lainnya. Kerbau BK dan BD layak dikelompokan sebagai rumpun yang berbeda dengan kerbau yang lain dan berpotensi ditetapkan sebagai rumpun baru kerbau lokal Indonesia.
Collections
- DT - Animal Science [343]